Kitab Suci/Kalamullah Tidak Sama Dengan Fiksi/Buatan Manusia.
Untuk itu dibutuhkan sebuah pengoperasian persamaan yang kita kenal dengan tafsir Al-Quran.
Maka kita bisa dapatkan persamaan sebagai berikut; Tafsir Al-Quran=Fiksi.Â
Makna persamaan itu adalah sama-sama dimensi manusia.
Sebagaimana, mentafsirkan Quran adalah usaha manusia yang sangat subjecktif tergantung dari pengetahuan orang yang membaca ayat-ayat Allah.
Baik itu pengetahuan bahasa Arabnya berserta ilmu-ilmu alatnya. Pengetahuannya akan hadist-hadist shahih yang menjadi sebab turunnya ayat atau histori ayat.Â
Bahkan mungkin, intensitas bacaan seseorang terhadap satu ayat dan daya menerungnya serta perilaku orang tersebut. Sangatlah mempengaruhi dari output tafsir itu sendiri.
Sebagaimana kita ketahui terdapat sebuah istilah; Al'quran itu jauh lebih dari apa yang kita bayangkan.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
Katakanlah (wahai Muhammad), "Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Rabbku, sungguh habislah lautan itu sebelum kalimat-kalimat Rabbku habis (ditulis), meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). [al-Kahfi/18:109]
Fiksi sendiri bukanlah sesuatu yang buruk. Karena, ia berbeda dengan fiktif. Sebagaimana, Rocky membangun definisi Fiksi yakni, "Menghidupkan Imajinasi" karena menceritakan sesuatu belum dan akan terjadi.