Mohon tunggu...
rizal malaka
rizal malaka Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Bisma Rizal

Seorang ingin mecoba merangkai kata

Selanjutnya

Tutup

Politik

Save NKRI Baru Save Palestina

13 Juli 2014   05:40 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:30 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai bangsa Indonesia yang memiliki dokrit (ajaran) bahwa kemerdekaan adalah hak setiap bangsa sebab penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Tentunya, sedih melihat Palestina dibombadir Israel.

Apalagi, penyerangan ini bukanlah yang pertama kali. Sebab, dari tahun 1927 sampai saat ini negeri Palestina masih dalam penjajahan Israel.

Namun, jika ditanyakan kepada kita, apakah kita sendiri juga sudah merdeka? Apakah kita sudah berdaulat?

Sebab, sangatlah jelas sampai hari ini bangsa Indonesia yang memiliki sistem tatanan negara yang unik. Karena, lahir dari bangsa dahulu kemudian negara dibentuk dengan landasan dasar pancasila hari ini telah diobrak abrik oleh sistem politik Liberalisme yang dikenal dengan Demokrasi.

Karena, di dalam pancasila kita mengenal yang namanya musyawarah mufakat. Sedangkan, dalam demokrasi yang terpenting perolehan jumlah suara terbanyak.

Padahal, menurut Kepala Gardu Besar Pejuang Tanpa Akhir (PETA) Agus Kodri Harimurti, penerapan sistem demokrasi dengan penetapan jumlah suara terbanyak merupakan tindakan Anarkisme terhadap kehidupan Tatanan Kebangsaan Bangsa Indonesia dan Tatanan Sistem mula NKRI.

Sebab, Agus menjelaskan,  di dalam ilmu struktur masyarakat dijelaskan bahwa kekuasaan itu milik kaum aristokrat (orang-orang berilmu) bangsa-bangsa non yahudi, termasuk Bangsa Indonesia dalam hal ini.

"Namun, Zionisme dengan demokrasi, yang menjelaskan bahwa seakan-akan kekuasaan itu milik rakyat dielaborasi melalui proses demokrasi dengan penetapan jumlah suara terbanyak," ujarnya.

Dimana, sistem ini merupakan metoda untuk memunahkan kaum aristokrat (orang-orang berilmu) bangsa-bangsa non yahudi dari kekuasaan.

Akibatnya, kaum-kaum aristokrat Bangsa Indonesia terganti oleh  orang-orang Bangsa Indonesia yang ambisius untuk memegang kekuasaan.

"Sehingga, hanya orang-orang Bangsa Indonesia yang ambisius lah yang akan memegang kekuasaan."

Inilah tindakan anarkisme kehidupan Kebangsaan Indonesia dan Tatanan Sistem mula NKRI yang terjadi di Indonesia dengan menggunakan faham liberalisme sejak orde baru muncul.

Hal itu, terlihat jelas dengan kejadian pilpres 2014. Dimana, kedua calon pemimpin dan pendukungnya tersebut merupakan orang-orang  bangsa Indonesia yang ambisius.

Hanya dengan berlandasan kepada hitung cepat (quick count) yang dilakukan lembaga survey, para calon pemimpin tersebut sudah merasa menjadi pemenang.

Cukup Dengan Pancasila

Hukum Alam-------------Keyakinan Standar-----Nilai------Norman/peraturan.

Berdasarkan hasil kajian Universitas Gajah Mada (UGM) hampir 40 persen pasal yang tercantum dalam UUD Amandemen 2002 tidaklah sesuai dengan jiwa Pancasila.

Padahal, jika kita teliti lebih lanjut, dengan pancasila kita bisa berdiri menantang penjajahan Israel secara pemikiran dan kehidupan tata negara.

Karena, Pancasila yang merupakan Philosofische grondslag berangkat dari sebuah kebenaran hukum alam. Hukum ini memiliki sifat yang pasti, tetap dan dapat diterima secara objektif.

Hukum ini bisa disimpul adalah hukum-hukum dari tuhan. Dari hukum tersebut akan melahirkan keyakinan standar. Inilah Pancasila.

Dari keyakinan standar ini, nantinya akan menjadi ukuran untuk nilai-nilai kehidupan bermasyarakat.

Yang dimulai dari sebuah budaya, kemudian menjadi aturan standar, lalu pola interaksi sosial yang menjadi acuan dinamika politik. Lalu, melahirkan pembangunan ekonomi yang bisa membuat perubahan lingkungan. Dari nilai-nilai yang telah diukur dengan pancasila nantinya bisa menjadi acuan dalam membangun norma.

Budaya secara definisi sederhana adalah pola berpikir. Jika Pancasila dijadikan landasan untuk mengukur budaya maka melahirkan budaya kepemimpinan. Yang aturan dasarnya adalah gotong royong, kemudian pola interaksi sosialnya pun menjadi mufakat.

kemudian, untuk dinamika politik yang harus berlaku adalah musyawarah. Agar pembangunan ekonominya yang berlandasan lumbung desa bisa terbentuk.

Sebagaimana, Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 yang menegaskan, bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama dengan asas kekeluargaan.

Sehingga, perubahan lingkungannya adalah sistem tanah adat dengan desa sebagai ukuran.

Sedangkan, keyakinan yang ada di dunia dalam membangunan tatanan masyarakat. Itu berasal dari Materi yang harus dikuasai. Atau yang dikenal dengan Kapitalisme. Dari sifat kekuasaan ini lahirlah dua keyakinan standar yang sifat pro dan kontrak akan penguasaan materi.

Inilah yang dikenal dengan Ideologi. Yang pro seperti Liberalisme, Konservatisme, Pragmatisme. Sedangkan, yang kontrak, terdapat Komunisme, Radikalisme dan Anarkisme.

Ideologi ini nantinya akan menjadi landasan untuk mengukur nilai-nilai guna membangun norma.

Kita ambil satu saja, Ideologi Liberal bila ia dijadikan sebagai ukuran dalam membangun budaya, maka akan menjadi pola pikir kekuasaan, karena aturan dasarnya kepemilikan pribadi, kemudian interaksi sosial pun menjadi individualistik, sebab dinamika politik yang dibangun adalah Pemilihan Umum (Pemilu).

Akibatnya, pembangunan ekonomi adalah Kapitalis, dan perubahan lingkungan ekploitasi.

Dari sini, bisa dikatakan bahwa kita telah dijajah oleh pemikiran liberal. Kemudian pertanyaanya apakah pantas kita menyatakan "Save Palestina" padahal, negeri kita sendiri masih dalam keadaan berbahaya.

Namun, untuk sekedar doa dan bantuan sumbangan tentunya tidaklah masalah. Tetapi, apakah itu cukup? Padahal, dengan Pancasila kita akan bisa berdiri menantang penjajahan Israel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun