Di tepi kota kecil yang sederhana, hidup seorang anak bernama Ibra. Ia tinggal bersama ibunya, Bernama Maya, dalam sebuah gubuk kecil di pinggiran kota. Meskipun hidup dalam keterbatasan, Ibra memiliki mimpi besar: menjadi pemain sepakbola profesional.
Setiap hari, Ibra pulang sekolah, lalu berlari ke lapangan dekat rumahnya. Ia membawa bola kaki lusuh yang telah menjadi temannya sejak lama. Di bawah cahaya matahari terik atau bahkan saat hujan lebat, Ibra tak pernah berhenti berlatih. Ia melangkah dengan tekad yang kuat, mengikuti alunan musik impian di dalam hatinya.
Pagi-pagi buta, Ibra sering mendapati lapangan kosong dan bersih. Ia menyukai kesunyian itu, di mana hanya suara burung dan angin yang menemani langkah-langkahnya. Ibra merasakan dirinya menyatu dengan bola, memahami setiap gerakan, dan menghayalkan dirinya bermain di stadion besar.
Namun, ada satu hal yang selalu menyentuh hati Ibra setiap kali ia bermain: bayangan ibunya di sisi lapangan. Nyonya Maya selalu ada di sana, duduk di bangku kayu tua sambil tersenyum bangga melihat putranya mengejar impian. Meskipun hidup dalam kekurangan, Nyonya Maya selalu mendukung dan memberikan cinta tanpa syarat pada Ibra.
Suatu hari, Ibra tanpa sengaja membaca koran yang sedang dibaca oleh kake tua dipinggir jalan, informasi itu mengenai seleksi pemain muda yang diadakan oleh klub sepakbola terkemuka di kota. Ini adalah kesempatan emas untuk mewujudkan mimpinya. Namun, Ibra juga tahu bahwa biaya pendaftaran dan transportasi menuju stadion tersebut adalah hal yang tak terjangkau bagi keluarganya.
Ibra dengan hati-hati memutuskan untuk berbagi kabar tersebut dengan ibunya. Saat ia duduk di depan Nyonya Maya, wajahnya penuh harap. Ia tidak ingin membebani ibunya dengan tangisan kekecewaan atau rasa putus asa.
"Bu, aku ingin mencoba seleksi pemain muda di stadion itu," kata Ibra dengan lembut.
Nyonya Maya mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia menyadari betapa besar impian Ibra, dan meskipun ia tahu bahwa biaya itu sulit diperoleh, ia tidak ingin membatasi langkah-langkah besar anaknya.
"Kita akan mencari cara, Ibra. Kita akan menemukan jalan," ucap Nyonya Maya dengan mata penuh keyakinan.
Mendengar kata-kata ibunya, Ibra merasa begitu dihargai dan didukung. Mereka mulai mencari solusi bersama-sama. Nyonya Maya berbicara dengan beberapa tetangga dan teman-teman untuk mencari bantuan, sementara Ibra bekerja keras untuk mendapatkan beasiswa di sekolahnya.
Mereka berdua berjuang tanpa henti, tidak pernah menyerah meskipun rintangan-rintangan terus muncul di depan mereka. Mereka menjual barang-barang pribadi yang tidak terpakai, membersihkan rumah orang lain, dan bahkan menawarkan jasa tukang kebun untuk mendapatkan uang tambahan.
Akhirnya, hari seleksi tiba. Ibra mengenakan seragamnya dengan bangga dan memandang lapangan stadion yang besar dengan mata penuh semangat. Di belakangnya, Nyonya Maya tersenyum dengan bangga, menatap putranya yang telah menunjukkan kegigihannya dalam mencapai impian.
Walau hasil seleksi belum diketahui, bagi Ibra dan Nyonya Maya, mereka telah mencapai kemenangan besar. Mereka telah belajar tentang kekuatan tekad, ketekunan, dan cinta yang tulus dalam menghadapi tantangan.
Dalam prosesnya, Ibra dan Nyonya Maya tidak hanya belajar tentang sepakbola, tetapi juga tentang kehidupan dan arti sejati dari keluarga. Dan siapa tahu, mungkin suatu hari nanti, Ibra akan bermain di stadion besar, membuktikan bahwa impian dapat diwujudkan jika kita memiliki tekad dan dukungan yang kuat dari orang-orang yang kita cintai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H