Tiga tahun kemudian, orang tua berjubah itu kembali ke tempat Raden Mas Syahid yang pernah ditinggalkannya. Hampir saja ia tidak lagi mengenali Raden Mas Syahid, karena tubuh Raden Mas Syahid sudah banyak ditumbuhi oleh lumut dan tumbuhan yang hidup dipinggir sungai itu. Dibangunkannya Raden Mas Syahid kemudian diperintahkannya agar Raden Mas Syahid berjalan kearah barat dengan menyelusuri sungai dengan membawa obor. Apabila telah sampai di laut, obor itu harus dicelupkan dan bila apinya mati, maka ia harus kembali ke tempat semula untuk menyalakan api yang ada di obor. Berulang kali Raden Mas Syahid melakukannya, dan baru pada celupan ketujuh api pada obor itu tidak mati.
Perjalanan pun dilanjutkan, sampai akhirnya Raden Mas Syahid berada di Cirebon. Ia berhenti di Masjid milik Sunan Gunung Jati. Oleh Sunan Gunung Jati, Raden Mas Syahid diangkat menjadi tukang mengisi padasan (Pancuran tempat berwudhu) Suatu hari ketika padasan itu kering Raden Mas Syahid melihat emas di dasar padasan. Iapun memohon kepada Allah SWT, agar padasan itu dirubah menjadi emas secara keseluruhan. Do'a Raden Mas Syahid dikabulkan Allah, dan padasan pun berubah menjadi emas. Melihat kejadian tersebut, Sunan Gunung Jati berfikir bahwa Raden Mas Syahid tentu bukan manusia sembarangan. Ia tentu seorang yang dikasihi Allah (Waliyullah). Akhirnya Raden Mas Syahid dinikahkan dengan saudara beliau yang bernama Ratna Siti Zaenab.Â
Bersama istrinya, Raden Mas Syahid berangkat ke arah selatan, disuatu tempat ia membuka hutan kecil dan diberinya nama Kadilangu (Demak).
Raden Mas Syahid juga menikah dengan putri Sunan Ampel, disamping juga menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak. Dari pernikahannya dengan Dewi Saroh binti Ishak, beliau dikaruniai 3 orang anak:Â
R.Umar Said atau R.Prawoto (Sunan Muria) Â
Dewi Rukayah. Â
Dewi Sofiyah. Â
Sebagai seorang Mubaligh, beliau lebih suka berdakwah dari satu daerah kedaerah Iain, sehingga beliau juga dikenal sebagai Syekh Malaya yang berarti orang tua yang menyiarkan agama Islam sambil menggembara. Kehidupan beliau sangat dekat dengan kalangan rakyat biasa, sehingga dalam hal berpakaian pun beliau lebih suka berpakaian adat Jawa. Demikian juga dalam menghadapi kebiasaan masyarakat yang masih bersumber ajaran Hindu dan Budha, beliau memandang bahwa kebiasaan itu tidak perlu dihilangkan tetapi diwarnai dengan ajaran Islam.Â
Sebagai alat berdakwah, akhirnya Sunan Kalijaga menciptakan wayang. Bentuk wayang yang ada sekarang ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga pada waktu menjelang peresmian Masjid Agung Demak, dengan maksud agar tidak menyamai bentuk manusia, karena para wali pada waktu itu tidak setuju dengan adanya wayang. Karena mirip dengan manusia yang sebagaimana bentuk makhluk yang diciptakan Allah SWT adalah memang dilarang oleh Islam. Dan untuk memainkan wayang dan gamelannya yang sudah disepakati, dibuatlah cerita bernafaskan Islam, maka lahirlah cerita Dewasa Ruci, Jimat Kalimasada, Petruk jadi Raja, Pandu Pragola, Mustaka Weni dan masih banyak lagi.Â
Bahkan teknik bangunanpun tidak terlepas dari perhatian beliau. Sunan Kalijaga merancang letak kota yang ada, sehingga seperti yang terlihat sekarang ini, bangunan di Kabupaten biasanya terdiri dari Istana atau pendopo kabupaten, alun-alun, 1 atau 2 pohon beringin dan Masjid.Â
Kantor Kabupaten atau Istana dibangun berhadapan dengan alun-alun dan pohon beringin, dengan menghadap Laut dan membelakangi gunung, dan bangunan Masjid berada dipinggir alun-alun.Â
Penataan letak yang demikian kabarnya mengandung maksud tersendiri, yakni:Â
1. Kantor Kabupaten atau Istana menghadap Laut, mengandung maksud bahwa para penguasa yang mendiami kantor atau istana itu harus memiliki sifat pemurah dan pemaaf yang luas, sebagaimana luasnya lautan.Â