Mohon tunggu...
Rizal Djati Dwisepta
Rizal Djati Dwisepta Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga

Traveller

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengenal Lebih Dekat Jalur Rempah di Nusantara

7 Maret 2021   19:56 Diperbarui: 7 Maret 2021   21:18 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konsep 'Jalur Rempah' merupakan hasil konstruksi, sebelumnya kita pakai konsep 'Jalur Sutera'. Istilah 'Jalur Rempah' sendiri mungkin tidak pernah digunakan oleh para pelaut zaman dulu. Terdapat istilah 'spice islands' yang digunakan oleh orang-orang Barat untuk menunjuk kepulauan Maluku sebagai produsen utama rempah. 

Serupa dengan orang India yang menyebut svarnadwipa untuk pulau Sumatra. Memang ditemukan sebuah kata dalam Bahasa Yunani kuno untuk menyebut Cina yaitu "Seres" yang secara literal berarti "the land of silk" atau negeri sutra. Tetapi baru tahun 1877 istilah "Silk Road" mulai oleh Ferdinand von Richthofen untuk mendeskripsikan rute perdagangan melalui darat antara Cina dan Eropa.

Pada masa kuno, rempah -- rempah adalah simbol eksotisme, kekayaan, prestise, dan sarat dengan kesakralan. Dalam berbagai catatan kuno di Mesir, Tiongkok, Mesopotamia, India, Yunani, Romawi, serta Jazirah Arab, rempah -- rempah mulanya hanya dipercaya sebagai panacea (obat penyembuh) dari pada pecitarasa makanan. Hal ini misalnya diungkap oleh filsuf Theophrastus (sektar 372 -- 287 M), bahwa rempah -- rempah seperti lada masih banyak digunakan tabib daripada juru masak. (Turner, 2011: 59).

Kegunaan rempah -- rempah lantas berkembang menjadi bumbu untuk menutupi rasa tidak enak dan bau dari makanan, selain untuk menjaga kondisi manan aga tetap segar. Ketika daun, biji, akar, dan getah dari rempah -- rempah memiliki rasa dan aroma yang dinilai menyenangkan, secara bertahap ini menjadi cikal bakal komoditas ekonomi yang mempengaruhi kebudayaan masyarakat kuno. 

Maka dari itu, tidak mengherankan jika rempah -- rempah pernah dihargai setara dengan emas. Dalam sejarah Alkitab dikisahkan pada abad ke -- 10 SM, Ratu Sheba mengunjungi raja Solomon di Yerusalem dan menghadiahinya emas, rempah -- rempah meliputi cengkeh, kayu cendana, kayu Gaharu, dan batu permata. (Czarra, 2009).

Aktivitas produksi dan perdagangan rempah merupakan kepingan sejarah Indonesia yang sudah berlangsung sebelum bangsa Eropa menginjakkan kakinya di Nusantara pada awal tahun 1500-an. Hal tersebut tak terlepas dari keberadaan sejumlah tanaman rempah asli Indonesia, seperti cengkeh, pala, kayu manis, kemiri, kapulaga, dan cendana yang telah dikenal. Bahkan telah digunakan ribuan tahun sebelum masehi serta tumbuh subur di sejumlah wilayah Nusantara. Pada saat itu, rempah merupakan komoditas perdagangan utama yang sangat berharga. Misalnya, cengkeh yang pada masa kejayaannya memiliki nilai jual setara dengan harga emas batangan.

Pada zaman dahulu, rempah merupakan komoditas yang sangat dicari dalam perdagangan di Dunia Timur. Kemolekan rempah Nusantara tentu saja sangat menarik perhatian para pedagang rempah ulung dunia kala itu. Perjalanan rempah Nusantara ke pasar elit dunia saat itu, khususnya di Eropa, tak terlepas dari peran para pedagang dari tiga bangsa, yaitu India, RRT (Tiongkok), dan Arab (Timur Tengah).

Rempah -- rempah yang dihasilkannya pun cukup beragam dan merupakan komoditi utama andalan Nusantara yang diantaranya adalah:

A. Pala

Dalam buku Itinerario naer Oost ofte Portugaels Indian, Jan Huygen Van Linschoten pelaut Belanda mendiskripsikan rempah-rempah yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bunga pala dan buah pala memiliki manfaat masing-masing. 

Bunga pala dapat digunakan untuk stamina pria, memperlancar buang angin, dan obat penenang atau obat tidur. Sementara buah pala dapat dimanfaatkan untuk mempertajam daya ingat, menguatkan tenggorokan, menghentikan diare, mengha-ngatkan tubuh, mengobati masuk angin, melancarkan kencing serta dapat digunakan sebagai obat penenang. 

Di Banda, buah pala dan bunga pala tidak dapat dijual terpisah, karena akan menjatuhkan harga pasaran buah pala. Apabila ingin membeli 1 bahar bunga pala, maka harus membeli 7 bahar buah pala juga. Pada saat Tome Pires datang ke Banda, harga 1 bahar bunga pala adalah 3 sampai 3,5 cruzado, bahkan ada yang mencapai 4 cruzado. Hal ini tergantung pada kualitas dan jumlah pala yang di beli. Sementara harga 7 bahar buah pala sama dengan harga 1 bahar bunga pala. (Tome Pires: 288). 

B. Lada

Lada memiliki manfaat untuk menghilangkan racun, melancarkan pencernaan, meringankan rasa sakit, meningkatkan nafsu makan, mengobati batuk pilek, dan demam ringan (Marjorie Shaffer: 22). 

Di daerah Sumatra Utara, khususnya Pasai menghasilkan sekitar 8.000 sampai 10.000 bahar atau sekitar 1.623.552 sampai 2.029.440 kg lada per tahunnya. Lada yang dihasilkan Pasai tidak sebagus lada yang dihasilkan Cochin, karena lebih berongga, berbentuk lebih besar, dan tidak mampu bertahan lama. Jenis lada Pasai tidak memiliki bau yang terlalu harum dan rasanya juga tidak terlalu sempurna. (Tome Pires: 288).

C. Cengkeh

Linchosten mendeskripsikan bahwa pohon cengkeh memiliki banyak dahan dan bunga.53 Pohon ini menghasilkan sekitar 34 kg cengkeh jika dirawat dengan baik.54 Cengkeh dapat dimanfaatkan sebagai untuk memasak daging maupun obat-obatan. Cengkeh dipercaya dapat menguatkan hati, jantung, tenggorokan, melancarkan pencernaan, dan menjaga kesehatan mata. 

Pada awalnya, cengkeh ditanam di pulau-pulau kecil seperti Ternate, Tidore, Makian, dan Motir serta pulau Bacan yang lebih besar. Seiring dengan permintaan atas cengkeh semakin besar, maka sekitar abad ke-16 penanaman cengkeh semakin meluas ke selatan, yaitu ke Seram dan Ambon.56 Cengkeh dengan kualitas terbaik berasal dari Maluku Utara.57 Harga cengkeh dikepulauan Maluku untuk 1 bahar cengkih sekitar 500 resi. 

Di Kepulauan Banda sama dengan harga satu bahar bunga pala, yaitu 3 hingga 3,5 cruzado. Di Malaka, ketika hasil cengkeh sedang melimpah adalah sebesar 9-10 cruzados dan ketika sedang jarang di pasaran dapat mencapai 12 crusadors per bahar. 58 Perbedaan harga yang sangat mencolok ini bisa disebabkan oleh kualitas maupun biaya perjalanan yang ditempuh hingga cengkeh-cengkeh tersebut sampai ke Malaka (Tome Pires: 297 - 288).

Dari catatan Ptolemeus pada awal Masehi hingga Rumphius pada abad ke-17 hingga 18, rempah-rempah merupakan kunci penting untuk memahami dinamika sejarah global yang menghubungkan Nusantara dengan berbagai kawasan di dunia. Demi rempah-rempah, para petualang dan pedagang dari berbagai penjuru dunia mengembara di lautan menuju Nusantara. 

Pengembaraan mereka bukan hanya mencapai kepulauan rempah - rempah, namun juga membuka jalur menuju rempah-rempah yang dipantik dari studi pemetaan geografi yang salah satunya menghasilkan karya kartografi penting, Itinerario oleh Jan Huygen van Linschoten. Itinerario membuka pengetahuan jalur rempah-rempah yang kemudian memicu pendirian berbagai maskapai dagang Eropa (Portugis, Inggris, Belanda, dan Prancis) pada abad ke-16. 

Dalam perkembangannya, orientasi VOC tidak hanya berdagang, namun menanam benih-benih kekuasaan di Nusantara yang kelak berkembang menjadi negara kolonial pada abad ke-19.

Orientasi eksplorasi rempah - rempah VOC berkembang menjadi eksploitasi ekonomi dan politik yang menarik perhatian para ilmuwan untuk datang melakukan eksplorasi ilmu pengetahuan di kepulauan rempah-rempah. Herbarium Amboinense buah karya Rumphius yang mengungkap kekayaan vegetasi di Maluku menjadi oase ilmu pengetahuan di tengah nafsu kekuasaan VOC dalam mengeksploitasi kepulauan rempahrempah tidak lebih sebagai ladang ekonomi belaka. Selain mengabaikan karya Rumphius, VOC juga membengkalaikan kekayaan alam di kepulauan rempah-rempah yang dikuasainya. Akan tetapi di balik itu, karya

Rumphius menjadi peletak dasar bagi awal perkembangan ilmu botani modern. Dengan meretas hubungan narasi eksplorasi dan eksploitasi rempah - rempah setidaknya ini menjadi semacam pengantar untuk memahami keterkaitan politik, ekonomi, lingkungan, dan ilmu pengetahuan yang menentukan pembentukan pola kolonialisasi Belanda di Indonesia pada abad ke-19. Gugurnya rempah-rempah setelah lama berseminya pada satu sisi menjadi penghantar bagi berseminya kolonialisme Belanda, dan pada sisi lain menjadikan Maluku menjadi wilayah di timur Indonesia yang sejak masa kemerdekaan terlupakan jejak -- jejak kemasyuharannya sebagai "negeri rempah -- rempah".

Daftar Pustaka

Turner, Jack. 2004. The History of a Temptation. New York: Vintage Books.

Czarra, Fred. 2009. Spices: a Global History. London: Reaktion Books.

Pires, Tom. 1944. The Suma Oriental of Tom Pires an Account of the East, from The Red Sea to Japan, Written in Malacca and India in 1512 - 1515 and the Book of Fransisco Rodrigues, Rutter of a Voyage in the Red Sea, Nautical Rules, Almanack and Maps, Written and Drawn in the East Before 1515 (diterjemahkan oleh Armando Corteso). London: Hakluyt Society.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun