Di dalam hening malam yang sunyi,
Hatiku berkata dalam bisikan pilu.
Rindu yang membara, tak terucap kata,
Dalam doa-doa yang tak terjawab matanya.
Di kegelapan, bayang wajahnya tergambar,
Cahaya rembulan memeluk kerinduan yang tak terkabar.
Namun, antara kita ada jurang yang tak terlewati,
Seolah-olah takdir berkata, "Ini bukanlah takdirmu, hentikanlah ragumu."
Aku berjalan dalam bayangan khayalan,
Mencari jejak langkahnya yang mungkin hilang.
Namun, seakan waktu menertawakan impianku,
Di ujung jalan, hanya hampa yang tersisa.
Rindu ini, seperti bunga yang tak pernah berkembang,
Terpendam dalam hati, menanti untuk mekar dalam pelukan.
Namun, takdir memisahkan kita sejauh bintang,
Dan aku hanya bisa merasakan rindu ini dalam diam.
Oh, betapa getirnya rasa ingin memiliki,
Namun, kenyataan berkata sebaliknya.
Dia bagai bintang yang terlalu tinggi,
Tak terjangkau oleh tangan ini yang hampa.
Meski rindu ini takkan pernah bersatu,
Biarkan puisi ini menyampaikan kehampaan hatiku.
Namun, dalam doa, terukir namamu,
Sebagai bintang yang tak pernah padam di langit hatiku.Top of Form
Top of Form
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H