Dalam kamar senyum malam, wanita melancarkan pertempuran.Â
Mencoba merenggut senja cinta yang merebak di setiap sudut,Â
Pena penghapus, perias memorinya yang luka,
 Namun, bayangan asmara menantang, tak dapat dihapus.
Pada kanvas malam, di ruang gelap, tarian pena berlangsung,Â
Wanita itu, memahat relung memori yang berdarah.Â
Upayanya terhenti, keputusasaan memeluknya erat,Â
Cinta, ia gagalkan terhapus, merajalela sebagai senandung senja.
Dalam kamarnya yang merintih, matahari menutup tirai kepergian,Â
Wanita itu mencoba mengusir cinta yang menggantung.Â
Namun, dalam senyap senja yang melukiskan puisi,Â
Ia menyadari, cinta bukan sekadar titik dihapus.
Dalam perlawanannya, ia mendapati kekuatan dalam kelemahannya,Â
Menerima kenyataan, bahwa cinta tak selalu lekat pada serpihan pena.Â
Wanita itu bertahan, meski pena penghapus terkulai,Â
Cinta, tetap ada dalam goresan-goresan malam yang tak terhapus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H