Seharusnya menjadi atap yang melindungi
tetapi runtuh dimakan hari yang perih,
Seharusnya menjadi pintu yang welcome
tetapi masuk ke jurang rintih meringis,
Seharusnya digenggam erat bersamaÂ
tetapi mendobrak jauh dipalung terdalam,
Bukannya rumahku itu surgaku?
namun, kali ini rumahku nerakaku.
Untuk apa aku pulang?
meluapkan kesah atau menambah duka
huh, memang dunia itu luka bagi saya.
Puisi tersebut menceritakan tentang sebuah rasa kekecewaan dan rasa sakit seorang anak terhadap rumah (keluarga) yang seharusnya menjadi tempat perlindungan, kenyamanan, dan kebahagiaan. Namun, rumah (keluarga) itu justru berubah menjadi sumber penderitaan, konflik, dan luka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H