Ini menyebabkan ketimpangan gender yang cukup parah, sehingga generasi sekarang harus 'mengimpor' calon istri dari negara-negara lain.
--
Saya jadi teringat saat mendesain rumah untuk klien saya. Kebanyakan klien merasa tahu akan kebutuhan ruang mereka dan memberikan saya daftar keinginan mereka tentang rumah mereka. Berapa besar kamar yang diinginkan, letak kamar mandi, dapur, besar tangga dan seterusnya.
Tapi setelah diaplikasikan ke dalam desain, biasanya muncul banyak masalah. Misalnya luas kamar yang diinginkan ternyata menyita ruang lain. Letak kamar mandi yang kurang ventilasi sehingga berpotensi lembab. Posisi antarruangan yang dihalangi struktur bangunan.
Bahkan perumahan yang bentuknya standar berakhir dengan renovasi, karena tidak sesuai dengan kebutuhan pemilik rumah.
Jika untuk rumah saja manusia memerlukan arsitek, bagaimana bisa bersaing dengan arsitek utama kita yaitu Tuhan?
Di lain pihak, jika kita tidak melakukan desain pada anak, sementara di negara-negara lain yang tidak peduli masalah etis melahirkan bayi-bayi super, bagaimana generasi penerus kita bisa bersaing?
Jangan sampai kita bagaikan wortel-wortel lokal yang kurus dan tidak seragam yang harus bersaing dengan wortel impor yang besar-besar, manis, dengan warna cerah dan ukuran seragam yang sangat menarik hati pembeli.
Note : saya suka wortel lokal...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI