Mohon tunggu...
Riza Hariati
Riza Hariati Mohon Tunggu... Konsultan - Information addict

SAYA GOLPUT!!!! Tulisan yang saya upload akan selalu saya edit ulang atau hapus tergantung mood. Jadi like dan comment at your own risk. You've been warned!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cara Berkomunikasi dengan 3 Tipe Bahasa Tubuh

1 Juni 2019   13:22 Diperbarui: 4 Juni 2019   17:25 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi komunikasi (Sumber: Pixabay.com)

Disclaimer : bahasa tubuh dalam artikel ini sangat general, untuk membaca tubuh sebenarnya diperlukan pendalaman, pengalaman dan latihan. Juga kemampuan mengkaitkannya dengan konteks. Ini hanyalah pengetahuan dasar for fun saja.

Tadi saat saya menonton video Ted-X talk yang dibawakan oleh Lyne Franklin yang berjudul, Reading minds through Body language. Saya jadi teringat kejadian beberapa waktu lalu di tempat praktek dokter gigi langganan saya.

Saat itu saya pertama kalinya mendapatkan perawatan akar gigi. Bagi yang pernah mengalami perawatan akar gigi yang masih hidup, pasti mengerti betapa sakit dan lamanya proses ini. Dokter dan asistennya yang juga merangkap sebagai kasir dan resepsionis dengan sabar menenangkan saya yang super kesakitan. 

Jadi setelah selesai perawatan, lalu membayar di meja resepsionis, saya mengungkapkan rasa terima kasih kepada si mbak asisten dengan mengucapkan "terima kasih" sambil menepuk punggungnya sedikit. Tidak disangka, mbaknya begitu terkejut saat saya sentuh, seolah saya sudah melanggar batas pribadi dia. Dia tidak marah, tapi suasana jadi agak kaku sedikit. 

Saya terus berpikir-pikir, apa ya yang salah?

Sampai saat saya melihat video tadi, dan menyadari bahwa saya dan dia punya bahasa tubuh yang berbeda. Sehingga apa yang saya ingin sampaikan, tidak nyambung dengan apa yang dia harapkan. 

Berdasarkan Lyne Franklin, ada 3 Jenis Bahasa tubuh: A Looker, A Listener dan A Toucher (Pemerhati, Pendengar dan Peraba).

1. Pemerhati
Tipe Permerhati ini mencakup sekitar 75% dari populasi. Tipe ini berpikir dan berkomunikasi dengan baik dalam bentuk visual, gambar-gambar. 

Ciri khas utama dari tipe ini adalah mereka berpakaian dengan baik, rapih dan bersih. Tidak harus sangat modis, tapi disesuaikan dengan image yang mereka ingin tampilkan. Ini karena seorang pemerhati merasa penampilan itu penting.

Kemudian seorang pemerhati biasanya bahunya agak terangkat sedikit, tempat dia menyimpan rasa stressnya.

Untuk wajah, pemerhati yang sudah agak berumur akan punya garis-garis horisontal di dahinya (kecuali kalau dibotox hehehe), karena mata akan melihat ke atas saat kita akan mengakses simpanan gambar-gambar di dalam otak.

Bibir dari pemerhati cenderung tipis, entah kenapa. Lyne juga tidak bisa menjelaskan dalam presentasinya.

Kemudian, yang terpenting, pemerhati biasanya sangat mengutamakan kontak mata. Dia tidak akan senang kepada orang yang tidak memperhatikan dia saat berbicara, merasa diacuhkan.

Berkomunikasi dengan seorang pemerhati supaya lebih nyambung adakalanya kita bisa menggunakan kata-kata yang memerlukan kemampuan visual. Misalnya: "saya perhatikan, saya lihat, saya ingat penampilan dia saat itu, terakhir ketemu dia kelihatan dan jangan lupa untuk jaga kontak mata saat komunikasi dengan mereka.

2. Pendengar
Tipe pendengar mencakup sekitar 20% dari populasi. Tipe ini berpikir dan berkomunikasi melalui suara-suara dan kata-kata.

Ciri khas dari tipe ini, mereka tidak terlalu peduli dengan penampilan mereka, karena visual bukanlah hal yang terlalu penting. Tipe ini juga suka bergumam sendiri saat berpikir. Bahkan ada yang ekstrim, suka berdialog sendiri. Bukan karena kurang waras meski tipe pemerhati mungkin akan beranggapan demikian saat melihat hal seperti itu, tapi karena dia memproses, mengingat dan mengolah data dalam bentuk suara dan kata-kata.

Tipe pendengar biasanya akan menundukkan mata, atau bahkan menelengkan kepala saat berpikir, biasanya ke kiri bawah. Karena mata akan bergerak ke kiri bawah saat mengakses ingatan dalam bentuk suara atau kata. Meski ada kasus khusus di mana ada yang ke arah kanan bawah.

Saat ngobrol dengan seorang pendengar, dia cenderung akan mengalihkan mata, untuk memfokuskan pendengarannya. Juga akan menopangkan dagu dan bahkan sambil mengetuk-ngetukkan jari atau menceklik-ceklik bolpen. Atau bahkan sambil mengetik hal rutin sederhana di komputer atau hape (yang sederhana loh ya).

Bedakan dengan saat seorang pemerhati main hape saat berbicara dengan Anda, itu berarti dia sengaja mengacuhkan Anda.

Jadi saat seorang pendengar betul-betul memperhatikan pembicaraan, dia justru tidak akan banyak mengadakan kontak mata. Sebaliknya kalau seorang pendengar terus menatap Anda saat berbicara, kemungkinan besar dia tidak terlalu nyimak perkataan Anda. 

Jika Anda ingin berkomunikasi dengan baik dengan tipe ini, jangan terus menerus memelototi dia. Itu akan membuat dia panik. Lihat ke wajahnya sekilas, lalu lihat ke arah lain. Lihat lagi, lalu lihat ke arah lain. Dengan demikian dia akan merasa didengarkan.

Lalu gunakan gaya bahasa yang membangkitkan ingatan audiotorinya: Saya dengar Saat kejadian itu penuh dengan suara. Ayo kita bicarakan masalah ini. Saran ini kedengerannya bagus dan seterusnya. 

3. Peraba
Ada 5% populasi yang tergolong kepada tipe ini, yang berpikir melalui meraba perasaan maupun melalui sentuhan.

Penampilan dari seorang peraba biasanya apa saja yang membuat dia merasa nyaman. Bisa bagus, bisa jelek, yang penting dia merasa nyaman, tidak hanya secara fisik tapi nyaman dilingkungan dia berada. 

Untuk wajah, biasanya tipe peraba bibirnya penuh, tidak tipis.

Orang seperti ini saat berkomunikasi akan banyak menyentuh orang yang diajak ngobrol atau dirinya sendiri. Apakah dengan menepuk-nepuk punggung, merangkul, menarik baju, memeluk. Bisa jadi dia akan menyentuh pipinya sendiri saat bicara, mengelus-elus bajunya. Apalagi saat sudah akrab, siap-siap aja dirangkul dan diunyeng-unyeng kepalanya.

Saat berbicara dia akan mencondongkan tubuhnya ke arah lawan bicara untuk mengurangi jarak secara fisik, supaya lebih mudah menyentuh tentunya. Arah pandangan matanya akan menunduk lurus ke bawah saat dia akan mengakses ingatan perasaannya.

Sayangnya komunikasi seperti ini bisa jadi sering disalahartikan sebagai komunikasi seksual, terutama di negara religius seperti Indonesia ini, di mana kita tidak terbiasa pegang-pegang orang lain. Selain juga sulit dipahami oleh pendengar maupun pemerhati, ngapain kok senggol-senggol terus? 

Aturan seperti ini biasanya membuat seorang peraba akan melatih diri untuk tidak banyak menyentuh orang saat berbicara. Atau malah suka mukul dan meninju pelan (tapi rada sakit), untuk menghindari salah pengertian.

Untuk menarik perhatian seorang peraba, maka Anda bisa membiarkan dia menyentuh Anda selama masih berada dalam batas kesopanan atau menerima gebukan pelannya. Anda juga bisa menepuk punggungnya atau lengannya sesekali saat berbicara. 

Jika Anda tidak nyaman, Anda bisa menentukan dari awal point sentuhan yang anda izinkan, misalnya saat seorang peraba ingin memeluk, maka Anda harus cepat-cepat mengulurkan tangan untuk salaman atau menangkupkan kedua tangan. 

Lalu kosa kata yang digunakan bisa dengan menggunakan ungkapan-ungkapan yang berkaitan dengan perasaan: saya merasa sedih deh rasanya. Saya tersinggung karena...

Atau yang berkaitan dengan indera sentuhan: pakaian ini begitu halus. Pemimpin itu tidak bisa dipegang. Genggamlah harapan (Eh.. lebay).

Tipe-tipe ini seperti tangan kanan dan kiri kita. Kita normalnya punya dua tangan, tapi biasanya hanya satu yang dominan. Orang yang dominan tangan kanan, tangan kirinya masih berfungsi, tapi tidak sekuat tangan kanan. Ada juga orang yang Ambivalent, tangan kanan dan kiri sama kuat (tapi jarang) dan akan memilih satu tangan yang lebih aktif untuk kebutuhan sehari-hari

Jadi ada yang dominan tipe pendengar, dan sama sekali bukan tipe pemerhati atau pun peraba. Tapi ada pula yang pemerhati, tapi punya sense peraba yang cukup baik dan hanya sedikit sifat pendengar.

Dan kita akan sulit memaksakan tangan kiri kita untuk bekerja sebagai mana tangan kanan, kecuali anda melatih secara khusus, itu pun tidak akan sempurna. Jadi kita memang sulit menjadi pendengar saat kita murni pemerhati.

Tapi jika Anda ingin berkomunikasi, atau setidaknya tidak menyinggung perasaan orang yang Anda ajak bicara, maka Anda bisa melatih diri Anda untuk menyesuaikan diri dengan tipe bahasa tubuh lawan bicara Anda.

Bagaimana cara mengetahui Anda tipe mana? 

Pejamkan mata Anda, ingat-ingat kejadian kemarin. Lalu perhatikan apa yang dominan dalam pikiran Anda saat mengingat? Apakah gambaran-gambarannya seperti video? Ataukah percakapannya? Ataukah perasaan Anda saat kejadian itu terjadi?

Dari sana Anda akan ketemu jawabannya.

Selamat mencoba

Note : Bagi yang ingin menonton sendiri 


27 Ramadhan 1440 H

*diselesaikan dan tidak diedit lagi karena males.. heheheh..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun