"Oooh!", si Bapak bangun dari duduknya.
Si Ibu keluar dari dalam, sepertinya karena mendengar suara saya yang heboh.
"Eh, halo buu!", saya melambai kepada si ibu dengan senyum lebar karena lega.
Si ibu langsung mengenali saya dan berseru, "Ooooh.. Sudah jadi buu!", katanya. "Silahkan duduk." Si Ibu menunjuk ke kursi periksa.
"Okay!" saya langsung duduk.
Sementara si Ibu mencari-cari retainer saya, saya langsung mulai dengan interogasi saya mengenai hal yang mengganggu pikiran saya kemarin.
"Buu. Si Bapak sudah berapa lama di Indonesia? Kok masih belum bisa bahasa Indonesia juga? Kan kita harus lancar berbahasa Indonesia."
"Iya niiih!!" Si Ibu melempar pandangan setengah sebal setengah geli kepada si bapak.
Tiba tiba saya menyadari satu hal, bahwa bapak itu ternyata adalah ayah dari si Ibu tukang gigi dan bukan suaminya. Tahulah, tipe bapak-bapak yang umurnya susah ditebak.
Saya dengan nekat melanjutkan dengan bahasa mandarin yang belepotan, berkata pada si Bapak, "Ni zhu zai zher duoshao shijian?" Saya bertanya pada si bapak dengan tata bahasa mandarin yang sama sekali salah, "Anda sudah berapa lama tinggal disini?" (seharusnya sih : Ni zai zher zhule duojiu?)
"Ni weisheme hai bu neng jiang Inni yu?" (Kenapa anda masih belum bisa bahasa Indonesia?)