Mohon tunggu...
Riza Gassner
Riza Gassner Mohon Tunggu... lainnya -

...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penggusuran Gubuk Yahudi di Zaman Umar ibn Khatab

25 Juli 2015   21:46 Diperbarui: 25 Juli 2015   21:46 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Sesampainya di madinah, si Yahudi Tua mengisi perutnya sekaligus mengisi kembali perbekalannya di pasar. Hatinya menjadi ragu untuk mengadukan nasibnya ketika didengarnya percakapan orang-orang Madinah, betapa eratnya persahabatan antara Umar dan Amru, keduanya adalah Pahlawan Besar Qurais. Bisa jadi, Umar akan menganggapnya mengada-ada karena tak membawa bukti kepemilikan gubuk dan tak seorangpun saksi menyertainya. Belum lagi, ia bisa didakwa menghalangi Amr membangun Masjid Raya Mesir. Masjid pertama di Afrika! Keempat didunia setelah Masjid Nabawi, Masjid Kuffah, dan Masjid Bashrah. Ia yakin akan segera dicambuk atau bahkan dipenggal kepala oleh Umar, pemilik nama yang telah menggetarkan jantung setiap orang.

 

"Aku tak akan mengadukan nasibku sebelum jelas betul bagaimana tabiat Umar yang kulihat nanti," demikian bathin si Yahudi tua. Dari percakapan orang di pasar, ia tahu, Umar selalu mengimami shalat di Masjid Nabawi ketika waktu shalat tiba. Duduk di bawah pohon Korma yang berada tak jauh dari gerbang Masjid Nabawi, diamatinya aktifitas orang-orang Madinah. Tak lama ia tahu, kesederhanaan Umar yang selalu ramah kepada setiap orang yang menyapa, bahkan tak jarang Umarlah yang memberi salam terlebih dahulu.

 

Akhirnya, si Yahudi tua membulatkan tekadnya. Umar, Pemimpin tanpa pengawalan itu ditemuinya ketika sedang berjalan sendirian keluar Masjid Nabawi selepas berdzikir. Setelah Umar membalas sapanya, dijelaskanlah niatnya melintasi padang pasir hanya untuk menemui Umar. Raut Umar seketika merah padam dan giginya bergemeletukan selepas mendengar penjelasan si Yahudi tua. "Ah, kiranya inilah akhir hidupku," demikian cetusan hati si Yahudi tua.

Dengan suara berat menahan marah Umar serta merta memerintahkan si Yahudi tua mencari tulang belikat Unta.

Si Yahudi tua segera pergi dan kembali dengan membawa tulang Unta dari onggokan sampah dekat dengan tempat Umar menunggunya.

Menerima tulang Unta dari tumpukan sampah, tanpa basa basi Umar segera menghunus pedangnya.

"Benar, inilah akhir hidupku," jerit hati si Yahudi tua kala melihat tajamnya bilah pedang Umar.

Dengan mata pedang, Umar segera menorehkan garis lurus sepanjang tulang Unta dan menorehkan garis melintang memotong torehan garis lurus yang telah dibuat sebelumnya. Umar memerintahkan si Yahudi tua membawa tulang Unta itu kepada Gubernur Amr.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun