Keputusan berani meneruskan reklamasi, menurut Foke (poskota, 12 Februari 2011), "jika wilayah Jakarta Utara hendak bebas banjir rob, Pemprov DKI harus menyediakan lahan untuk parkir air seluas 50 kilometer persegi dan ditambah dengan pengadaan pompa air yang dapat menyedot air berkapasitas 500 meter kubik per detik. Hal itu sangat mustahil. Karena sangat susah harus membebaskan lahan seluas itu. Lagi pula, mau cari di mana lahan seluas itu? Sedangkan DKI saja kekurangan lahan untuk ruang terbuka hijau,” ungkapnya.
Untuk mengantisipasi tenggelamnya Ibukota dan air sumur berubah asin karena ketinggian tanahnya tidak lebih dari 2 meter permukaan air laut, akhirnya Pemprov DKI memutuskan membangun lahan untuk parkir air dengan memajukan ke depan laut melalui reklamasi pantai dan juga akan membangun tanggul laut raksasa. Sehingga kawasan Jakarta Utara bisa terbebas dari banjir rob untuk 50 tahun ke depan.
Lalu apa yang salah dengan Foke ini, sehingga masyarakat banyak tetap senang'bergurau, "Kumis Foke tidak bisa lagi menjadi jaminan Jakarta ke depan?"
Jika diamati lebih lanjut, Foke bukanlah politikus yang tulen lagi ulung yang rajin mengelola pencitraan diri. Lihat saja, monorel tidak dibantu pusat, iapun lari ke Demokrat (partai yang tengah berkuasa) demi alasan percepatan program pro rakyat. Langkah ini bisa saja malah menjadikan Foke anak tiri di Demokrat dan sekaligus kawan yang lari dari hadapan 18 partai lain yang pernah mendukungnya pada Pemilukada 2007 lalu.
Bagaimanapun keras usaha Foke, dia tetap tidak populer di mata rakyat yang sedikit banyak masih dipengaruhi oleh pandangan politik partai- partai yang kini semakin marak bertebaran di Republik Indonesia tercinta ini.
Berbeda dengan seloroh yang bersahaja dari seorang awam pensiunan yang tinggal di gang senggol saking sempitnya di wilayah Cikini yang bernama Amarullah Asbah, sambil santai bersepeda di Bunderan HI saat waktu bebas kendaraan bermotor di akhir minggu, "Malaikat Jibril aje bingung ngatur Jakarte, udeh bagus si Foke belon keder, biar kate kumisnye kagak bise dijadiin jaminan."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H