Mohon tunggu...
Rizaa Akbar Firmansyah
Rizaa Akbar Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Efektivitas Penegakan Hukum Lingkungan dalam Mengatasi Pencemaran Air di Sungai Citarum

20 Juni 2024   20:11 Diperbarui: 20 Juni 2024   20:11 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kondisi Lingkungan Sungai Citarum

Salah satu lingkungan yang paling tercemar di dunia adalah Sungai Citarum, yang berada di Provinsi Jawa Barat dan merupakan bagian dari DAS Citarum. Sungai dengan panjang 269 km ini memiliki tiga permasalahan utama. Lahan-lahan penting yang terletak di bagian hulu DAS sering kali berkontribusi terhadap erosi tanah, yang kemudian bergerak di sepanjang aliran sungai dan mengendap. Selama musim hujan, sedimentasi yang terakumulasi meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana banjir. 

Sungai Citarum merupakan satu diantara beberapa lokasi terkotor dan terkontaminasi di dunia, menurut penelitian yang dilakukan yakni pada tahun 2013 oleh Green Cross Swizerland dan Blacksmith Institute. Erosi dan polusi dari limbah rumah tangga, limbah pabrik, dan kotoran ternak telah menyebabkan aliran air sungai memburuk. 

Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum juga terbukti mengandung sejumlah bahan berbahaya yang berdampak negatif terhadap daerah sekitarnya dan 35 juta penduduk di 13 kabupaten/kota yang dilewatiya. 

Menurut penelitian yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) di Provinsi Jawa Barat dan Greenpeace Asia Tenggara, logam berat dari sisa produksi yang dilakukan pabrik kini menjadi sumber pencemaran di Sungai tersebut.

Kondisi DAS Citarum semakin memburuk akibat urbanisasi yang terus berlanjut dan pertambahan penduduk yang pesat. Sejumlah praktik, seperti penebangan hutan untuk pertanian dan pembangunan perumahan, serta pembuangan sampah secara sembarangan ke sungai, merupakan tanda-tanda tambahan dari sumber degradasi. 

Diketahui bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di samping-samping sungai memiliki kebiasaan membuang sampah tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Kondisi Sungai Citarum semakin memburuk karena kurangnya kesadaran lingkungan dan ketidakpedulian masyarakat terhadap sampah dan kondisi sungai. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengimplementasikan sejumlah program yang patut dicatat dan efektif. 

Contohnya adalah "Citarum Bergetar (2000-2003)" yang berfokus pada pengendalian pencemaran, dan "Citarum Bestari (2013)" yang bertujuan untuk mengurangi masalah pencemaran terhadap air dan memastikan air dari Sungai Citarum aman untuk diminum pada jangka waktu 5 tahun. namun kenyataannya, tidak ada program yang terealisasi sepenuhnya atau dapat dilaksanakan dengan sempurna. 

Selain itu, sebuah inisiatif baru yang disebut "Citarum Harum" diperkenalkan di tahun 2018 dan dipromosikan secara pribadi oleh Presiden Republik Indonesia yaitu Joko Widodo. Semua program ini yang dasarnya bertujuan untuk memulihkan dan menyehatkan lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum agar berada dalam kondisi yang sangat baik, namun pelaksanaan program-program ini terkadang terhambat oleh intensifikasi program.

Mengembalikan Sungai Citarum ke kondisi semula adalah pekerjaan yang sulit. DAS Citarum melintasi 13 kabupaten/kota, dengan beberapa titik masih berada di bawah pengelolaan kelompok-kelompok kecil seperti Perhutani dan Perkebunan Nusantara VII. 

Banyaknya kabupaten dan kota yang dilintasi oleh Sungai Citarum membuat pengelolaan sampah menjadi seperti permainan pingpong. Inisiatif yang diintensifkan sering kali menghadapi tantangan tambahan, seperti masalah koordinasi, partisipasi yang tidak lengkap dari semua pihak dalam pengembangan solusi, dan kurangnya pemahaman di antara para Individu tentang tanggung jawab untuk pengelolaan pada Sungai Citarum. Untuk memastikan tidak ada lagi ketidaksinkronan dalam pelaksanaan tugas, sejumlah pihak terkait perlu dikumpulkan untuk memberikan solusi yang komprehensif terhadap permasalahan Sungai Citarum yang sudah berlangsung lama.

Masyarakat harus mendapatkan informasi yang benar, terutama yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan, dan ini adalah sesuatu yang harus terus diupayakan oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya.

Sering kali ketidaktahuan tentang konservasi alam menjadi akar penyebab perilaku menyimpang masyarakat, yang didefinisikan sebagai ketidakpedulian mereka terhadap lingkungan alam sekitar, bukan sebagai pilihan sadar. Kolaborasi antara pemangku kepentingan di berbagai tingkatan diperlukan untuk menciptakan dan merencanakan inisiatif pendidikan yang dapat menginformasikan kepada masyarakat luas. 

Jika tidak ada yang lain, masyarakat mengetahui dasar-dasar perlindungan lingkungan, dimulai dari hal-hal yang paling dasar seperti membuang sampah di tempatnya. Peraturan yang dibuat tentunya harus menguntungkan seluruh pihak yang terlibat, terutama bagi mereka yang akan terkena dampak secara langsung dari peraturan tersebut.

Bappenas merupakan salah satu pemangku kepentingan yang terlibat dalam menangani masalah DAS Citarum; mereka bertanggung jawab untuk menyusun Peta Jalan Citarum untuk Program Investasi Pengelolaan Sumber Daya Air Citarum Terpadu (ICWRMIP). Sebuah kelompok yang dibentuk oleh Bappenas menyiapkan Peta Jalan tersebut, bekerja sama dengan perwakilan dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, sektor korporasi, BUMN/BUMD, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). 

Bappeda Provinsi Jawa Barat merupakan pemain kunci dalam perencanaan dan koordinasi kebijakan pusat mengenai pengelolaan Citarum di tingkat provinsi. Divisi Fisik, Direktorat Jenderal Sumber Daya Alam, dan BBWS Citarum bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya khusunya  air yang mencakup perencanaan, pembangunan, pelaksanaan, operasi dan perawatan dengan tujuan konservasi sumber daya air, penggunaan sumber daya air, dan manajemen resiko air di wilayah sungai Citarum merupakan tanggung jawab BBWS Citarum. 

Salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Dinas PSDA Provinsi Jawa Barat adalah Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air (BPSDA) Citarum. Tugas pokok dan fungsinya adalah melaksanakan sesuai dengan fungsi Dinas yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air di wilayah DAS sungai Citarum.

Kerangka Hukum Lingkungan Di Indonesia

Pengesahan UU No. 4/1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup tertanggal 11 Maret 1982, yang juga dikenal sebagai UULH 1982, menandai dimulainya sejarah berkembangnya hukum lingkungan di negara Indonesia. UU No. 23/1997 (UULH 1997) menggantikan UULH 1982 tertanggal 19 September 1997. Namun, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga memutuskan bahwa UU No. 23/1997 (UULH 1997) tidak berlaku lagi.

Sebagai sumber resmi utama undang-undang lingkungan hidup di negara Indonesia, UU No. 32/2009 mencakup norma-norma dan instrumen hukum baru sebagai tambahan dari aturan-aturan dan instrumen hukum yang ada di dalam undang-undang sebelum undang-undang tersebut, terutama UULH 1982 dan UULH 1997. Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), penetapan delik materiil yang diperbarui, dan perlindungan hukum bagi siapa saja yang mengadvokasi hak-hak lingkungan hidup adalah beberapa standar hukum baru yang signifikan.

Prinsip-prinsip Deklarasi Rio tahun 1992 - tanggung jawab oleh negara, integrasi, hati-hati, keadilan, pencemar yang membayar, partisipasi, dan kearifan lokal  telah secara resmi disahkan oleh UU No. 32/2009. Potensi adopsi ini untuk memajukan tujuan pengelolaan lingkungan hidup dalam menghadapi kepentingan komersial jangka pendek menjadikannya kebijakan hukum yang signifikan. Ketika memutuskan sebuah kasus, hakim dapat menggunakan pedoman ini untuk mempertimbangkan masalah pengelolaan lingkungan yang mungkin diabaikan oleh otoritas pemerintah yang berwenang atau pemain komersial.

Selain itu, upaya untuk melindungi mereka yang membela hak terhadap lingkungan hidup dari potensi tuntutan perdata serta pidana telah mengalami kemajuan dengan adanya UU No. 32/2009, khususnya Pasal 66, yang berisi, "Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana atau digugat secara perdata." Dalam hal ini Perlindungan hukum sangat penting karena pada masa lampau, para aktivis lingkungan yang terlibat dalam pelaporan pencemaran serta perusakan lingkungan menghadapi tuntutan perdata atau tuntutan pidana dengan alasan bahwa mereka telah mencemarkan nama baik dari suatu perusahaan yang diduga bertanggung jawab atas perusakan serta pencemaran tersebut.

Wilayah Jawa Barat memiliki peraturan lingkungan hidup daerahnya sendiri, yang meliputi hal-hal berikut: Perda Provinsi Jawa Barat No. 5/2020 tentang Penyelenggaraan Perkebunan; Perda Provinsi Jawa Barat No. 1/2016 tentang Perubahan atas Perda Provinsi Jawa Barat No. 12/2010 tentang Pengelolaan Sampah di Jawa Barat; Perda Provinsi Jawa Barat No. 5/2015 tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan Hidup; dan Perda Provinsi Jawa Barat No. 20/2014 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Perda Provinsi Jawa Barat: Perda Jawa Barat No. 23/2012 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Jawa Barat; Perda Provinsi Jawa Barat No. 1/2012 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Penaatan Hukum Lingkungan Hidup; Perda Provinsi Jawa Barat No. 11/2006 tentang Pengendalian Pencemaran Udara; dan Perda Provinsi Jawa Barat No. 8/2005 tentang Sumber Daya Air. Perda Provinsi Jawa Barat No. 2/2013 tentang Pedoman Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan serta Program Kemitraan dan Bina Lingkungan di Jawa Barat; Perda Provinsi Jawa Barat No. 1/2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung.

Implementasi Serta Tantangan Penegakan Hukum Lingkungan di DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum

Ada banyak hambatan rumit yang menghalangi pelaksanaan penegakan hukum lingkungan Sungai Citarum. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah melaksanakan sejumlah program yang patut dicatat dan efektif. Contohnya adalah "Citarum Bergetar (2000-2003)" yang berfokus pada pengendalian pencemaran, dan "Citarum Bestari (2013)" yang bertujuan untuk mengurangi permasalahan terhadap pencemaran air dan memastikan air yang ada pada Sungai Citarum aman untuk dikonsumsi pada jangka waktu yaitu lima tahun. Namun faktanya, tidak ada satu pun dari program tersebut yang terealisasi sepenuhnya atau dapat dilaksanakan dengan sempurna. 

Selain itu, sebuah inisiatif baru yang disebut "Citarum Harum" diluncurkan di tahun 2018 dan didukung secara pribadi oleh Presiden Republik Indonesia yaitu Joko Widodo. Semua inisiatif ini bertujuan untuk memulihkan dan mengembalikan lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum ke kondisi yang sangat baik, namun pelaksanaan program-program ini sering kali menghadapi tantangan.

Adapun terkait dengan tentangan dalam Implementasi Hukum Lingkungan di sungai citarum, sebagai berikut :

  • Dampak dari masalah keuangan

Upaya penegakan hukum lingkungan dapat terhambat oleh kepentingan ekonomi yang kuat dari berbagai pihak, termasuk industri, pertanian, dan penduduk lokal.

  • Kendala sumber daya

Kurangnya dana, tenaga kerja, dan peralatan yang memadai untuk penegakan hukum lingkungan yang berwawasan lingkungan dan tahan lama.

  • Perilaku yang tidak etis

Kegiatan korupsi yang marak terjadi di dalam organisasi lembaga penegak hukum yang dapat membahayakan upaya penegakan hukum lingkungan.

  • Pengetahuan Publik yang Tidak Memadai

Keterlibatan masyarakat dalam pemantauan lingkungan dan inisiatif konservasi dapat terhambat oleh kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menjaga Sungai Citarum dan lingkungan secara umum.

  • Ketidakstabilan dalam Politik

Perubahan dalam politik dan kebijakan dapat berdampak pada bagaimana inisiatif penegakan hukum lingkungan dapat berjalan dalam jangka panjang dan konsisten.

  • Pelanggaran Serius

Sungai Citarum memiliki tingkat pelanggaran lingkungan yang tinggi, sehingga perlu adanya upaya penegakan hukum yang intens dan berkelanjutan.

Efektivitas Implementasi Program Citarum Harum

Sungai Citarum merupakan sungai strategis nasional yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan sekaligus memperkuat ketahanan air nasional. Kondisi DAS Citarum telah menurun dan bahkan semakin memburuk seiring dengan pertumbuhan penduduk dan laju pembangunan yang semakin cepat. 

Konversi lahan dan hutan menjadi penggunaan lain, seperti alih fungsi lahan, telah terjadi akibat pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Hal ini telah menyebabkan sejumlah masalah, termasuk peningkatan lahan kritis, erosi di daerah hulu, kekeringan sedimentasi di Sungai Citarum, serta peningkatan frekuensi dan intensitas banjir dan kekeringan. Selain itu, kualitas air Sungai Citarum telah menurun, menjadikannya sungai terkotor di dunia karena sistem yang tidak memadai untuk mengelola sampah rumah tangga dan industri.

Setelah sejumlah inisiatif untuk mengatasi masalah pencemaran di Sungai Citarum dinilai tidak berjalan sesuai rencana. Program Citarum Harum diperkenalkan oleh pemerintah pusat dengan dikeluarkannya PP No. 15/2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum. Tujuan dari dilaksanakannya program tersebut adalah untuk menyelesaikannya dalam waktu tujuh tahun setelah kebijakan tersebut dikeluarkan. Pada dasarnya, gagasan dan konsep program Citarum Harum serupa dengan inisiatif-inisiatif sebelumnya. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia adalah penanggung jawab pemerintah pusat, yang mengawasi program ini secara langsung, sehingga program ini menjadi lebih terkoordinasi.

Gubernur JABAR, Bapak Ridwan Kamil, adalah Komandan Satuan Tugas (Satgas) Program Citarum Harum yang ditunjuk oleh pemerintah, dan beliau bertanggung jawab langsung atas pelaksanaan program tersebut. Namun, TNI juga terlibat aktif dalam pelaksanaan program Citarum Harum karena Wakil Komandan Satgas Citarum Harum juga menjabat sebagai Panglima Kodam III Siliwangi. Inisiatif ini dijalankan oleh staf TNI-POLRI, dengan setidaknya 1.700 orang yang beroperasi dan memantau 22 sektor di berbagai wilayah di Jawa Barat.

Gubernur Jawa Barat sekaligus Komandan Satgas Citarum Harum, Bapak Ridwan Kamil, menyatakan bahwa kualitas air Sungai Citarum tidak dapat ditingkatkan tanpa kinerja Satgas Citarum Harum yang maksimal. Satgas Citarum Harum bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk berpartisipasi aktif dalam upaya meningkatkan kualitas air Sungai Citarum. Panglima Kodam III/Siliwangi dan Wakil Komandan Satgas Citarum Harum dalam kesempatan lain, saat evaluasi program Citarum Harum, mengatakan bahwa kolaborasi antara Tim Satgas Citarum Harum yang terdiri dari TNI dan Polri serta berbagai pemangku kepentingan lainnya, termasuk akademisi, dunia usaha, media massa, budayawan, dan masyarakat sekitar, adalah hal yang membuat program ini dapat berjalan dengan baik.

Namun, sebagai tahap pertama dalam rencana rehabilitasi Sungai Citarum, pemerintah Jawa Barat telah mengeluarkan PP No. 15/2018 tentang Percepatan Pengendalian Kerusakan DAS Citarum untuk mengatasi masalah pencemaran di sungai tersebut. Namun demikian, tujuan program tahunan untuk meningkatkan standar kualitas air Sungai Citarum ke kelas IV-yang dimaksudkan untuk mengairi kebun dan pertanian-belum terpenuhi oleh pelaksanaan Program Citarum Harum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun