Masyarakat harus mendapatkan informasi yang benar, terutama yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan, dan ini adalah sesuatu yang harus terus diupayakan oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya.
Sering kali ketidaktahuan tentang konservasi alam menjadi akar penyebab perilaku menyimpang masyarakat, yang didefinisikan sebagai ketidakpedulian mereka terhadap lingkungan alam sekitar, bukan sebagai pilihan sadar. Kolaborasi antara pemangku kepentingan di berbagai tingkatan diperlukan untuk menciptakan dan merencanakan inisiatif pendidikan yang dapat menginformasikan kepada masyarakat luas.Â
Jika tidak ada yang lain, masyarakat mengetahui dasar-dasar perlindungan lingkungan, dimulai dari hal-hal yang paling dasar seperti membuang sampah di tempatnya. Peraturan yang dibuat tentunya harus menguntungkan seluruh pihak yang terlibat, terutama bagi mereka yang akan terkena dampak secara langsung dari peraturan tersebut.
Bappenas merupakan salah satu pemangku kepentingan yang terlibat dalam menangani masalah DAS Citarum; mereka bertanggung jawab untuk menyusun Peta Jalan Citarum untuk Program Investasi Pengelolaan Sumber Daya Air Citarum Terpadu (ICWRMIP). Sebuah kelompok yang dibentuk oleh Bappenas menyiapkan Peta Jalan tersebut, bekerja sama dengan perwakilan dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, sektor korporasi, BUMN/BUMD, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).Â
Bappeda Provinsi Jawa Barat merupakan pemain kunci dalam perencanaan dan koordinasi kebijakan pusat mengenai pengelolaan Citarum di tingkat provinsi. Divisi Fisik, Direktorat Jenderal Sumber Daya Alam, dan BBWS Citarum bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya khusunya  air yang mencakup perencanaan, pembangunan, pelaksanaan, operasi dan perawatan dengan tujuan konservasi sumber daya air, penggunaan sumber daya air, dan manajemen resiko air di wilayah sungai Citarum merupakan tanggung jawab BBWS Citarum.Â
Salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Dinas PSDA Provinsi Jawa Barat adalah Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air (BPSDA) Citarum. Tugas pokok dan fungsinya adalah melaksanakan sesuai dengan fungsi Dinas yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air di wilayah DAS sungai Citarum.
Kerangka Hukum Lingkungan Di Indonesia
Pengesahan UU No. 4/1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup tertanggal 11 Maret 1982, yang juga dikenal sebagai UULH 1982, menandai dimulainya sejarah berkembangnya hukum lingkungan di negara Indonesia. UU No. 23/1997 (UULH 1997) menggantikan UULH 1982 tertanggal 19 September 1997. Namun, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga memutuskan bahwa UU No. 23/1997 (UULH 1997) tidak berlaku lagi.
Sebagai sumber resmi utama undang-undang lingkungan hidup di negara Indonesia, UU No. 32/2009 mencakup norma-norma dan instrumen hukum baru sebagai tambahan dari aturan-aturan dan instrumen hukum yang ada di dalam undang-undang sebelum undang-undang tersebut, terutama UULH 1982 dan UULH 1997. Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), penetapan delik materiil yang diperbarui, dan perlindungan hukum bagi siapa saja yang mengadvokasi hak-hak lingkungan hidup adalah beberapa standar hukum baru yang signifikan.
Prinsip-prinsip Deklarasi Rio tahun 1992 - tanggung jawab oleh negara, integrasi, hati-hati, keadilan, pencemar yang membayar, partisipasi, dan kearifan lokal  telah secara resmi disahkan oleh UU No. 32/2009. Potensi adopsi ini untuk memajukan tujuan pengelolaan lingkungan hidup dalam menghadapi kepentingan komersial jangka pendek menjadikannya kebijakan hukum yang signifikan. Ketika memutuskan sebuah kasus, hakim dapat menggunakan pedoman ini untuk mempertimbangkan masalah pengelolaan lingkungan yang mungkin diabaikan oleh otoritas pemerintah yang berwenang atau pemain komersial.
Selain itu, upaya untuk melindungi mereka yang membela hak terhadap lingkungan hidup dari potensi tuntutan perdata serta pidana telah mengalami kemajuan dengan adanya UU No. 32/2009, khususnya Pasal 66, yang berisi, "Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana atau digugat secara perdata." Dalam hal ini Perlindungan hukum sangat penting karena pada masa lampau, para aktivis lingkungan yang terlibat dalam pelaporan pencemaran serta perusakan lingkungan menghadapi tuntutan perdata atau tuntutan pidana dengan alasan bahwa mereka telah mencemarkan nama baik dari suatu perusahaan yang diduga bertanggung jawab atas perusakan serta pencemaran tersebut.