Mohon tunggu...
Riza Nailul Majidah
Riza Nailul Majidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Secukupnya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kecemasan Baik atau Buruk

6 Juli 2021   16:12 Diperbarui: 6 Juli 2021   17:17 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Riza Nailul Majidah

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Pernahkah kalian merasa cemas? Mengapa manusia merasa cemas? Bagaimana pandangan islam mengenai cemas? Apa dampak yang dirasakan ketika merasa cemas? Kali ini, saya akan menjelaskan sedikit mengenai kecemasan.

Rasa cemas adalah hal yang normal terjadi dan dirasakan oleh semua manusia. Kecemasan adalah suatu istilah yang menggambarkan respon dan diciptakan oleh diri sendiri terhadap hal baru, hal buruk atau mengancam yang akan terjadi, serta rasa tidak mampu untuk menghadapi. Kecemasan menjadi tidak normal apabila besar dampak yang ditimbulkan bagi individu, serta intensitasnya tinggi dan durasinya lama. Hal tersebut dinamakan gangguan kecemasan atau anxiety disorder (Nevid, Rathus, & Grenee, 2003).

Gejala atau perilaku yang sering timbul pada orang yang mengalami kecemasan, antara lain (Nevid, Rathus, & Grenee, 2003):

Gejala fisik seperti gelisah, gugup, tegang, gemetar, mudah terkejut, berkeringat, gangguan berbicara, gangguan bernafas, jantung berdetak cepat, suara menjadi bergetar, beberapa anggota badan terasa panas atau dingin, sakit pada area kepala, lemas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, wajah memerah.

Behavioral, adalah tingkah laku yang berubah karena kecemasan, yaitu: perilaku menghindar, perilaku melekat atau bergantung, sensitive, perilaku terguncang. tidak sabar, diam terpaku, banyak bicara.

Kognitif, yakni kecemasan yang mempengaruhi kegiatan mental atau otak, yaitu: khawatir tentang suatu hal, takut dengan sesuatu hal yang akan terjadi,  berpikir hal yang tidak rasional, merasa terancam dengan manusia atau peristiwa yang seharusnya adalah hal yang wajar, takut kehilangan kontrol, takut akan ketidakmampuan untuk mengatasi suatu hal, khawatir pada sesuatu hal yang remeh atau sepele, berpikir mengenai sesuatu hal mengancam yang sama dengan berulang, khawatir akan kesendirian, susah berkonsentrasi atau focus, menurunya daya ingat, berpikir untuk bisa menjauh dari keramaian, karena akan terjadi suatu hal yang mengancam atau membahayakan, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, sulit melakukan penalaran.

Faktor munculnya kecemasan adalah peristiwa atau situasi yang membuat seseorang menjadi merasa cemas. Faktor-faktor yang menyebabkan rasa cemas muncul ialah perasaan terancam terhadap sesuatu walaupun sesuatu tersebut irasional, rasa khawatir kehilangan orang-orang yang dicintai, perasaan bersalah atau berdosa, dan bertolak belakang dengan hati Nurani, perasaan yang tidak diungkapkan, terjadi perubahan pada kondisi fisik (Kartono, 1997).

Terdapat juga faktor biologis yang menjadi penyebab kecemasan, yaitu gagalnya saraf-saraf otak dalam mengendalikan (aktivitas berlebih) emosi dan rasa takut dapat menyebabkan perubahan jalannya komunikasi sel-sel saraf dalam rangkaian arus otak (Setianingrum, 2020).

Carnrgie (dalam Fadila & Daliman, 2018) Kognitif juga menjadi faktor penyebab terjadinya kecemasan seperti, peristiwa atau pengalaman kurang menyenangkan, negative atau traumatic pada individu terhadap suatu keadaan. Selain itu ada faktor lingkungan yakni adanya pertentangan, tekanan, orang tua yang otoriter, keras, tidak adanya kehangatan dengan keluarga juga menjadi faktor penyebab terjadinya kecemaasan.

Sigmund Freud (dalam Wiramihardja, 2005) berpendapat bahwa kecemasan dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

Kecemasan realita

Takut pada bahaya yang berasal dari dunia luar dan tingkatannya sesuai dengan ancaman yang dihadapi. 

Kecemasan neurotic

Kecemasan yang terjadi karena observasi akan bahaya dari naluri atau insting yang tidak terkendali. Kemudian Sigmund Freud membagi lagi menjadi 3, yaitu:

Kecemasan karena penyesuain diri dengan lingkungan.

Ketakutan yang irasional seperti phobia.

Reaksi gugup yang timbul tanpa ada pemicu yang tegas.

Kecemasan moral

Ketakutan yang terjadi akibat hati Nurani. Seseorang akan cenderung timbul rasa berdosa apabila melakukan suatu hal yang berlawanan dengan hati Nurani atau moral yang dia miliki.

Kecemasan dapat berdampak pada kesehatan fisik, seperti (Setianingrum, 2020):

Imunitas fisik terganggu

Kecemasan yang dialami dengan waktu singkat bisa meningkatkan reaksi sistem kekebalan tubuh. Kecemasan yang dialami berkepanjangan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan imunitas. Karena hormon kortisol menghalangi lepasnya zat hal ini dapat menimbulkan peradangan serta membunuh bagian dari sistem kekebalan yang mencegah infeksi.

Respon sistem kardiovaskular terganggu

Kecemasan bisa mempengaruhi degub jantung serta aliran darah menuju seluruh tubuh. Dalam keadaan ini, jantung berdegub lebih cepat, aliran darah pengangkut oksigen segar serta nutrisi menuju otak meningkat. Aliran darah yang cepat bisa mempersempit pembuluh darah. Kondisi ini dikatakan sebagai vasokonstriksi. Vasokonstriksi merespon dengan menaikkan suhu tubuh dan berkeringat dingin. Orang yang sering menderita kecemasan beresiko lebih tinggi terkena penyakit jantung.

Mengganggu pola pernafasan

Orang dengan kecemasan mungkin mengalami pernapasan yang lebih cepat dan dangkal, yang dikenal sebagai hiperventilasi. Mengakibatkan paru-paru bekerja dengan mati-matian dalam mengambil oksigen dengan jumlah yang lebih besar serta dengan cepat menyebarkannya menuju seluruh tubuh. Pengambilan oksigen dilakukan tubuh agar kembali menjadi normal, akibat kelelahan peernapas yan tidak normal. Gejala hiperventilasi termasuk sakit kepala, lemah, lelah, dan rasa menggelitik.

Sistem pencernaan terganggu

Kecemasan mengakibatkan adrenalin pada tubuh meningkat, mengurangi aliran darah, mengendurkan otot perut yang berfungsi untuk mencerna makanan. Jika otot perut tidak bekerja dengan semestinya akan mengakibatkan mual, diare, perut bergejolak, dan hilangnya nafsu makan.

Meningkatkan intensitas buang air kecil

Cemas serta stress berlebih menimbulkan peningkatan keinginan buang air kecil, hal ini dialami jika merasa cemas dikarenakan fobia.

Pandangan islam tentang cemas

AL-Qur'an memberikan solusi untuk menghadapi kecemasan. Sebagaimana firman Allah SWT: Qs. Al-Baqarah:112

(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Qs. Al-Baqarah:112)

Dan firman Allah SWT: Qs. Al-Baqarah:38

Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (Qs. Al-Baqarah:38)

Ayat-ayat tersebut menjelaskan, apabila seseorang menerapkan petunjuk Al-Qur'an dan rasul-Nya, hilang rasa khawatir terhadap sesuatu hal yang akan dihadapi dan sedih atas segala urusan dunia yang tidak diperoleh. Hidayah tersebut harus dicapai dengan usaha, hidayah tidak dimiliki orang yang tidak mau berusaha. 

Sebab tawakal dan sabar adalah jalan terbaik dalam mendapatkan ridho-Nya, sebagai pengganti yang lebih baik dari yang hilang adalah memperoleh pahala serta ganjaran dari Allah, mendapatkan rasa bahagia dan tentram. Orang-orang yang mendapatkan surga dan mendapatkan pahala ketika hari kiamat, juga dihindarkan dari rasa takut dan sedih yakni seseorang yang memuliakan Allah dengan ikhlas, mengikuti dan mengerjakan perbuatan yang benar dan baik (Nasrudin, 2018).

Dapat disimpulkan bahwa kecemasan tidak selalu menjadi hal yang buruk, kecemasan dapat menjadi hal baik apabila diubah menjadi motivasi untuk melakukan sesuatu hal dan sebagai peringatan. Namun kecemasan dapat berdampak pada kesehatan, hal ini perlu diingat agar kita bisa menghindari rasa cemas sehingga fisik maupun psikis kita sehat

Daftar Pustaka:

Fadila, A. Z. B., & Daliman, S. U. (2018). Kecemasan Orang tua menghadapi hospitalisasi anak. Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/67773

Kartono, K. (1997). Patologi Sosial 3: Gangguan-gangguan Kejiwaan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Nasrudin, M. W. (2018). Gangguan kecemasan dalam perspektif al Qur'an: Pendekatan psikologi. Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya. Diakses dari http://digilib.uinsby.ac.id/22541/

Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Grenee, B. (2003). Psikologi Abnormal: Edisi ke 5 Jilid 1.  Diterjemahkan oleh: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Setianingrum. C. A. W.  (2020). Efek rasa cemas berlebihan untuk kesehatan tubuh. Diakses pada 12 Juni 2021, dari  https://tirto.id/efek-rasa-cemas-berlebihan-untuk-kesehatan-tubuh-eJYz

Wiramihardja, S. A. (2005). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT. Refika Aditama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun