Terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi soal uang Rp28 miliar di rekening Gayus, kata Judge Ho, hakim tidak dapat menghukumnya lantaran tidak ada dalam dakwaan dan belum dibuktikan di persidangan.
Menyuap penyidik Polri, menyuap hakim, dan memberikan keterangan palsu, bagi saya, "it's oke", semua sepakat tindakan itu tercela dan tidak dapat dibenarkan. Patut diberikan hukuman yang setimpal. Nah masalahnya ada pada kasus keberatan PT SAT itu.
Mbak Rino yang baik hati, saya kutip dari berita media tentang vonis terhadap kasus keberatan PT SAT ini:
Albertina Ho, ketua majelis hakim, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/1/2011), mengatakan, sebagai pelaksana di Direktorat Keberatan dan Banding, Gayus tidak teliti, tidak tepat, tidak cermat, serta tidak menyeluruh saat menangani keberatan pajak PT SAT. Selain itu, hakim menilai Gayus telah menyalahgunakan wewenang.
Menurut hakim, Gayus telah mengusulkan menerima seluruh keberatan pajak PT SAT. Usulan itu lalu disetujui mulai dari Humala Napitupulu selaku penelaah, Maruli Pandapotan Manurung selaku Kepala Seksi Pengurangan dan Keberatan, serta Bambang Heru Ismiarso sekalu Direktur Keberatan dan Banding.
Akibat diterimanya permohonan keberatan pajak itu, menurut hakim, PT SAT sebagai korporasi menerima keuntungan sekitar Rp 570 juta. "Terbukti telah merugikan keuangan negara," ucap Albertina saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini.
Terkait dengan kasus itu, majelis hakim menjerat Gayus dengan dakwaan subsider, yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. (Sumber).
Mbak Emmoy yang tidak sombong, baiklah akan saya terangkan secara sederhana dan singkat prosedur atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) Wajib Pajak. Bila Wajib Pajak dalam laporan Surat Pemberitahuan (SPT) mengklaim ada kelebihan pembayaran pajak maka dilakukanlah prosedur pemeriksaan. Dan pemeriksaan ini tidak hanya karena ada klaim restitusi Wajib Pajak namun juga ada karena alasan lain, misalnya untuk meneliti kepatuhannya.
Dari hasil pemeriksaan ini terbitlah sebuah surat ketetapan pajak yang bisa menyatakan bahwa pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak itu nihil, lebih bayar atau kurang bayar. Jika Wajib Pajak tidak sepakat atas hasil pemeriksaan itu maka Wajib Pajak diperkenankan untuk melakukan protes, salah satunya berupa pengajuan keberatan. Nah, pada saat proses ini koreksi Pemeriksa diteliti kembali oleh Penelaah Keberatan (PK), apakah sudah benar sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan atau tidak.
Jika ternyata koreksi pemeriksa salah maka akan dibetulkan oleh PK, namun jika koreksi Pemeriksa telah benar maka koreksi itu akan tetap dipertahankan. Dalam proses itu tentunya ada penafsiran yang berbeda antara Pemeriksa dengan PK, pun dengan Wajib Pajak.
Hasil proses itu adalah menolak atau mengabulkan seluruhnya atau sebagian proses keberatan. Mengabulkan seluruh atau sebagiannya ini berarti jika ada pajak yang sudah dibayar oleh Wajib Pajak, maka pajak itu akan dikembalikan kepada Wajib Pajak.