Rasanya baru kemarin saya kenal komunitas ini. Saya ingat sekali, Tulisan saya tentang Film Salawaku 2 tahun lalu bisa dibilang menjadi pintu masuk, ajang perkenalan saya kepada para Kompasianer Pecinta Film yang tergabung di dalamnya.
KOMiK sebutannya, singkatan dari Kompasianers Only Movie enthu(I)ast Klub, para penulis di platform blog milik Kompas yang suka sekali menonton film. Salah satu hobi saya dari dulu, sehingga saya merasa cocok.
Tak terasa sudah 5 tahun KOMiK hadir, tepatnya pada 8 Agustus 2019 lalu. Meskipun terbilang member baru dan jarang ikut acara mereka, saya selalu ingat betapa aktifnya komunitas ini di beberapa kegiatan yang menunjang hobi para 'nontoners' tanah air, mulai dari premier film-film baru, nobar film-film festival di kedutaan, hingga experience nonton yang beda seperti saat pertama kali Screen X CGV hadir dan nonton layar tancep masa kini. Intinya acara KOMiK yang saya ikuti tak terlupakan.
SERBA PERTAMA, SUMPAH!
Yang kali ini juga pasti tak akan saya lupakan! Judul hari itu adalah 'Serba Pertama Kali
Minggu, 18 Agustus 2019. Cerah sekali hari itu, terkesan dunia sangat mendukung dan ikut dalam perayaan ulang tahun KOMiK yang ke-5. Museum Perumusan Naskah proklamasi adalah lokasi 'pesta' pertama kami, bisa dibilang sekligus merayakan kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74 versi KOMiK.
Sebenarnya saya sudah lama tahu museum ini. Lokasinya di Jalan Imam Bonjol No 1, dekat sekali dengan Taman Suropati. Saya beberapa kali melewatinya dan ingin sekali memasuki namun belum kesampaian, entah kenapa.
Mungkin ini cara semesta mempertemukan saya dengan museum ini, dilengkapi dengan kesan pertama agar tak terlupakan. Kalian pasti tahu bagaimana kesan pertama begitu membekas, dan punya tempat khusus di pikiran maupun hati untuk kesan tersebut.
Hari itu adalah pertama kalinya saya berkunjung ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi, yang dulunya merupakan rumah Laksamada Muda Tadashi Maeda. Kalau tak salah, namanya sering muncul di buka hingga soal-soal sejarah waktu SD.
Didirikan sejak tahun 1920 oleh arsitek Belanda J.F.L Blankenberg dengan gaya arsitektur Eropa membuat gedung ini begitu nyaman dan berkesan ketika saya dan Komikers lain memasukinya. Kalian pun bisa merasakannya, tinggal datang ke sini saja, HTM murah banget loh hanya 2K.
Ada banyak ruang di dalamnya, dan saya jamin kalian enggak akan bosen apalagi kalau didampingi guide nya. Mulai dari cerita sejarahnya hingga cara guide bercerita sangatlah enak dan benar-benar mengajak kita masuk ke dalam sejarah gedung tersebut.
Yang paling saya ingat adalah cerita di lantai 2, tepatnya di depan kamar Laksamana Maeda, ada sebuah foto di dinding saat beliau mengenakan sorjan saat yang lain tak menggunakannya, yang membuktikan rasa cinta beliau terhadap Indonesia begitu besar. Dan kalian tahu bagaimana cinta itu tumbuh? 'Katanya' saat datang ke Indonesia beliau langsung jatuh cinta pada pandangan pertama oleh seorang gadis pribumi.
Tak hanya 'neraktir' saya berkunjung pertama kalinya ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi, perayaan Ulang Tahun Komik yang Ke-5 ini juga mengajak saya, dan bayarin, untuk makan di Gado-Gado BON BIN yang sudah ada sejak tahun 1960, berada di Jalan Cikini IV No. 5 Jakarta.Â
Alangkah bahagianya saya siang itu, karena ini juga salah satu kuliner yang ingin sekali saya coba dari dulu, dan baru kesampaian makan bareng KOMiK, hehe.
Banyak orang membicarakan gado-gado ini, rasanya enak dan selalu penuh adalah komentar yang paling sering saya dengar. Saat saya datang ke lokasi, suasannya belum terlalu, tapi penjualnya sudah menjejerkan beberapa piring dengan sayuran siap diguyur kuah kacang.
Saya pikir, mungkin buat rombongan kami. Tapi ternyata, beberapa menit kemudian gado-gado ini langsung kedatangan banyak pelanggan. Seketika jadi ramai banget.
Urusan rasa, beneran enak meskipun porsinya bagi saya kurang banyak. Kuah kacangnya enak banget, lembut dan gurihnya pas. Harga seporsi kalau tak salah 36K atau 39K gitu pakai lontong, maklum kala itu saya ditraktir jadi gak urus soal bayar-bayar, haha. Makasih KOMiK. Btw, saya pasti akan kembali, soalnya ada beberapa menu yang belum saya coba, saat itu kami buru-buru soalnya mau maraton nonton!
Pertama & Terakhir Kalinya Nonton di TIM XXI
Antara sedih, bingung, dan bangga. Tepatnya saya tak tahu apa yang saya rasakan saat itu. Saya tetap tertawa sekaligus kepo dan sedikit bertanya-tanya kenapa harus tutup. Akan direvitalisasi menjadi pusat kebudayaan dunia, kalau tak salah info yang saya dapat.
Acara selanjutnya adalah maraton nonton, film pertama yaitu Perburuan yang disutradarai oleh Richard Oh, kemudian lanjut film kedua Bumi Manusia yang disutradarai Hanung Bramantyo, dan keduanya diangkat dari masterpiece tulisan Pramoedya Ananta Toer. And im so excited!!! Selain dari filmnya, tempat saya nonton pun juga, bisa dibilang saya bagian dari sejarah hari terakhir TIM XXI beroperasi.
Film Terpana (2016) adalah karya Richard Oh yang paling saya ingat. Saya terbilang suka dengan film tersebut di kala banyak orang bilang film itu membuat sakit kepala. Tapi saya tetap 'terpana' mulai dari alurnya, pemain, hingga ending dan hal-hal yang membuat saya bingung di dalam film, saya tetap suka cara pengemasannya.
Di Film Perburuan pun sama, suasana gelap di film ini membuat dan seakan mengajak saya untuk terus tahu bagaimana rasanya, memahami, dan meresapi apa yang dirasakan Hardo (Adipati Dolken) saat bersembunyi hingga diburu.
Lain halnya dengan Bumi Manusia. Entah kenapa film ini membuat saya bahagia di tengah kisahnya yang cukup mengharukan. Saya suka sekali bagaimana film ini sangat detail dalam eksekusinya, yang paling saya lihat sih dari kostum, di mana film ini tak hanya memperhatikan kostum pemeran-pemeran penting tapi juga figurannya. Bagi saya film ini mengajarkan arti dari menghargai sebuah proses, apapun hasil akhirnya.
Bagi orang yang belum membaca novelnya, mungkin Bumi Manusia berhasil menumbuhkan rasa simpatik kita terhadap tokoh-tokoh yang secara tak sadar merepresentasikan isu-isu yang ada. Mengajak kita memahami dan berpikir, kemudian belajar.
Pada akhirnya, sebuah karya film akan kembali pada sudut pemikiran para penontonnya, jika sama dengan Sang Sutradara, berarti film itu berhasil dan berkesan. Seperti hari itu, perayaan ulang tahun kelima KOMiK yang tak ingin saya lupakan. Sebuah perjalanan dari mengenal sejarah, makan yang bersejarah, dan menjadi sejarah. Saya pikir hari itu juga unik, hehe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H