Jawabannya mungkin ada di karya sebelahnya, juara pertama dari pegrafis asal China, Hui Zhang, yang dengan karyanya seakan menghipnotis saya. Mungkin, kita akan dan memang wajib berdiam cukup lama di hadapan seni grafis yang satu ini.
Berbincang dari mata ke mata, jauh lebih dalam dari berbincang dengan teman. "Gaze Toward the Light 2" judul karyanya, sosok wanita bermata besar dan rambut yang melingkar di lehernya. Beberapa helai rambut yang berada di daun telinganya adalah satu hal yang saya suka dari karya ini, detail dari karya seni grafis yang patut diapresiasi.
Dengan matanya yang besar, sosok tersebut sangat mudahnya memulai obrolan. Sorot lampu pameran berpadu dengan sorotan cahaya di dalam grafis menjadi perpaduan yang unik, pantulan cahaya di bagian rambut dan bola mata seperti nyata.Â
Sosok itu bisa jadi siapapun, bak cermin yang memantulkan manusia di hadapannya. Saya rasa, itu salah satu hal yang dilihat dari para juri, bagaimana Hui Zhang pintar mengambil ide untuk karyanya, simple dengan mengajak penikmat seni melihat ke diri masing-masing, dan kemudian dipadukan dengan presentasi artistik bagi khalayak ramai.
Saya tak tahu apakah hal ini benar atau tidak, tapi untuk saya pribadi, pada dasarnya, menikmati seni adalah bagaimana cara kita sendiri menikmatinya. Si pembuat karya membuatnya dengan ide atau gagasan yang ia yakini, dan tugas kita adalah menikmati dengan yang kita yakini. Ikatan yang tercipta melalui karya tersebut bisa dikatakan keberhasilan dari sebuah karya bercerita.
Melanjutkan perjalanan di Pameran Triennial Seni Grafis Indonesia VI yang diadakan pada 25 April hingga 5 Mei 2019 di Bentara Budaya Jakarta ini, saya kembali ingin berbincang dengan pegrafis asal Thailand yang berhasil mendapatkan juara kedua pada kompetisi sebelumnya, yaitu Nuttakarn Vajasut, dengan karyanya berjudul "Depressed".
Saya tak tahu mengapa ketiga jawara menggunakan sosok perempuan untuk karyanya. Terlepas dari itu, ide yang digunakan tetap bisa diterima oleh semua kalangan, dan yang paling 'kena' di pikiran adalah karya dari Nuttakarn ini, sosok wanita muram yang seakan tenggelam, dengan jari terikat, dan wajah yang sedang dibersihkan. Kalian tahu apa yang saya pikirkan? Kita di sosial media saat ini.
Masih ada 27 karya di ruang pameran yang menanti untuk saya ajak ngobrol, atau sebaliknya, dan langkah saya kembali terhenti di karya berjudul The Door Pancasila. Seketika tumbuh rasa bangga, karya pegrafis dalam negeri yang berhasil memasukan unsur kebangsaan di pameran tersebut, Mohammad Yusuf seakan kembali mengingatkan saya untuk memahami arti dan tujuan pancasila.
Dan satu lagi, yang wajib kalian lihat di pameran ini adalah karya dari Puritip Suriyapatarapun, pegrafis dari Thailand yang berhasil membuat seni grafis yang nyata banget, berjudul Soaking, kalau saya lihat seperti bendera negara Thailand yang sedang direndam. Buih busah dan gelembungnya seperti beneran.