Masalah takdir merupakan salah satu keyakinan atau ‘itikad terpenting yang banyak mendapat perhatian baik ulama mutaqaddimin maupun ulama mutaakhirin. Berbagai pandangan mengenai takdir muncul, salah satunya adalah ajaran Islam yang mengandung pemahaman fatalisme, yaitu keyakinan bahwa manusia harus menerima segala sesuatu yang terjadi pada dirinya tanpa berusaha mengubah kondisi tersebut menjadi lebih baik. Dalam pandangan ini, segala usaha dan ikhtiar dianggap tidak memiliki pengaruh apa pun. (Admizal, 2021).
Takdir merupakan kekuasaan Allah atas kehidupan yang dijalani oleh manusia saat ini. Keyakinan terhadap takdir wajib diyakini oleh setiap Muslim, karena beriman kepada takdir merupakan salah satu rukun iman (Amiruddin, 2021). Konsep takdir ini menjadi bagian dari pokok ajaran akidah dalam Islam, dimana setiap kejadian, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, telah ditentukan oleh Allah sejak awal penciptaan. Namun, meskipun takdir sudah ditentukan, manusia tetap diberi kebebasan untuk berusaha dan memilih jalannya. Artikel ini akan membahas hubungan manusia dengan takdir dalam perspektif Islam, bagaimana manusia seharusnya menyikapi takdir, dan peran usaha serta doa dalam menghadapi takdir tersebut.
1. Takdir dalam Konsep Islam
Secara bahasa, takdir berasal dari kata "qadarra" yang berarti ketentuan, dan pengertiannya merujuk pada segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Menentukan. Maka secara istilah, takdir mencakup segala ketentuan yang telah terjadi, sedang berlangsung, maupun yang akan terjadi di masa depan, semuanya berada di bawah kehendak-Nya. Takdir juga merupakan bagian dari ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mencakup segala kejadian di alam semesta, termasuk kadar, ukuran, tempat, dan waktunya. Hal ini menjadi bukti nyata dari kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang harus diyakini oleh setiap Muslim (Rukmana & amalia, 2022). Takdir Allah mencakup segala aspek kehidupan, mulai dari kelahiran, kematian, rezeki, hingga segala peristiwa yang terjadi di dunia ini. Semua perkara tidak dapat terjadi melainkan atas kehendak juga pengetahuan Allah s.w.t. (Noor & Za’bah, 2024).
Takdir dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu takdir mubram dan takdir mu’allaq. Takdir mubram adalah ketetapan yang bersifat mutlak dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Takdir ini tetap, tanpa perubahan, penambahan, atau pengurangan, seperti ketetapan Allah SWT mengenai kematian dan pergerakan bulan mengelilingi matahari. Sebaliknya, takdir mu’allaq adalah ketetapan yang bersifat tergantung dan dapat berubah. Perubahan pada takdir mu’allaq ini dapat terjadi melalui usaha manusia dan doa, misalnya dalam hal rezeki dan jodoh (Noor & Za’bah, 2024).
 Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan segala sesuatu menurut takdir yang telah ditentukan." Â (QS. Al-Qamar: 49)
Ayat ini menunjukkan bahwa segala yang ada di dunia ini sudah ditentukan dalam takdir Allah. Takdir ini tidak bisa diubah atau diganggu gugat oleh siapapun, karena hanya Allah yang memiliki kehendak mutlak atas segala ciptaan-Nya. Namun, takdir ini bukan berarti manusia tidak memiliki pilihan. Sebaliknya, Islam mengajarkan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk berusaha dan memilih dalam kehidupan mereka, meskipun pada akhirnya hasilnya sudah ditentukan oleh Allah.
2. Usaha dan Ikhtiar dalam Menghadapi Takdir
Walaupun takdir Allah sudah ditentukan, manusia tetap diberikan kebebasan untuk berusaha dan berikhtiar dalam kehidupan. Manusia hendaknya senantiasa berprasangka baik kepada Allah SWT dan berserah diri sepenuhnya kepada-Nya setelah berusaha semaksimal mungkin (Noor & Za’bah, 2024).Islam mengajarkan bahwa usaha adalah bagian dari tanggung jawab manusia. Allah memberikan kekuatan akal dan kemampuan kepada setiap individu untuk berusaha mengubah nasib mereka dengan cara yang baik dan sesuai dengan hukum syariat.
3. Doa dan Tawakal sebagai Sarana Menghadapi Takdir