Sejauh raga merasa, hari itu masih gelap. Semua manusia yang bernyawa tak lebih darisekedar penonton yang tak sadarkan diri ketika bulan dan bintang saling berbincang dalam segmen cerita yang tersaji di panggung langit angkasa. Hening yang memborgol seluruh suasana, tiba-tiba terlepas tak lagi mengikat. Suara bayi mengubah semuanya menjadi lebih gusar dan riuh tak teredam. Sang Wanita lembut menghampirinya, mulai menjalarkan kasih sayangnya lewat lentik jarinya walaupun mata sedang tertimpa beban rasa kantuk yang sangat berat.
"Adik Haus ya? " Kata Ibu lembut kepada anaknya. sambil meramu susu yang terformulasi air kasih sayang.
Sang Ibu memberikan susu tadi kepada buah hatinya dengan penuh rasa sayag yang mendalam. kemudian, ketika susu mulai habis, dia menidurkan kembali anaknya dengan lemah lembutnya. Anaknya berhasil tidur. Ibu tadi, berusaha untuk tidur kembali. namun, sekuat apapun mata seorang ibu mencoba menutup kelopaknya, ia tak pernah bisa memutuskan untuk tertutup. Ia takkan pernah rela kenikmatan tidur anaknya terusik oleh sesuatu apapun hingga fajar tiba.
Ibu, takkan habis deskripsi narasi yang memuat kemuliaanmu tentang pengorbananmu. Pengorbanan akan menjaga kandungan buah hatimu selama berbulan-bulan, pengorbanan akan nyawa ketika melahirkan anakmu, pengorbanan akan kebutuhan ASI bagi anak-anakmu, dan terlebih pengorbanan akan menjaga anak-anakmu dari segala sesuatu yang buruk melebihi penjagaan terhadap dirinya sendiri.
Ibu, bagi anakmu takkan lepas dari ingatannya tentang sentuhan lembut hatimu dalam setiap detik perjalanan usia anakmu. Ketika kecil, didekapnya erat-erat olehmu. terlebih ketika malam tiba, kau lindungi ia dari kegelapan dan kedinginan. ketika siang kau menjaga dari apa-apa yang tak diinginkan.
"Jangan takut anakku, ada ibu disini. yang harus kamu takutkan adalah Allah tuhan seluruh alam, Ia menjaga kita dan melindungi kita dari hal apapun.
Ketika besar, dengan segala masalah kehidupan yang membelit yang mungkin membuat stress atau hingga membuat "Gila" Ibu selalu siap mendengarkan segala keluh kesahnya.
Begitulah Ibu, dengan deskripsi narasi yang tak mampu lagi terurai. bukan karena tak tahu, tapi karena terlalu indahh...
Untuk semua Ibu, Terima Kasih.
Terlebih Terima Kasih tak terhingga, untuk Ibuku Tercinta.
Jakarta, 8 September 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H