Abstrak:
Dualisme hukum perkawinan Islam di Indonesia merupakan fenomena yang kompleks, mencerminkan perpaduan antara fiqh tradisional dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang modern. Artikel ini menjelajahi dinamika dualisme tersebut, memperdebatkan implikasi hukum, sosial, dan budaya yang berkaitan. Dengan merujuk pada pandangan fiqh dan interpretasi KHI, kita menggali konflik, kesinambungan, dan tantangan dalam upaya menyelaraskan dua paradigma hukum yang berbeda tersebut.
Katakunci: Hukum, Dualisme, Perkawinan, Harmonisasi
Latar belakang
Sejak awal abad ke-20, Indonesia telah mengalami perubahan signifikan dalam bidang hukum perkawinan Islam. Dualisme hukum perkawinan muncul sebagai hasil dari pengaruh kolonialisme dan upaya negara untuk menyesuaikan prinsip-prinsip hukum Islam dengan sistem hukum sekuler yang diterapkan secara umum. Hal ini tercermin dalam adopsi hukum kolonial Belanda dan upaya untuk mengintegrasikan aspek-aspek hukum Islam ke dalam sistem hukum nasional.
Ketika Indonesia merdeka pada tahun 1945, dualisme hukum perkawinan semakin nyata dengan adanya dua sistem hukum yang berlaku secara paralel: hukum perkawinan sipil yang diatur oleh pemerintah Indonesia dan hukum perkawinan Islam yang diatur oleh lembaga keagamaan, terutama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Departemen Agama.
Namun, dualisme ini telah menimbulkan berbagai konflik dan kontroversi dalam praktiknya. Misalnya, perbedaan dalam proses perceraian antara hukum sipil dan hukum Islam sering kali menciptakan kebingungan dan ketidakpastian bagi para pihak yang terlibat. Selain itu, perbedaan pandangan antara otoritas agama dan negara mengenai isu-isu seperti poligami, penyelesaian harta bersama, dan hak asuh anak juga seringkali menimbulkan ketegangan.
Pada tahun 1974, upaya untuk mengatasi dualisme hukum perkawinan ini dilakukan melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengharmonisasi hukum sipil dan hukum Islam. Namun, implementasi undang-undang ini tidak selalu berjalan lancar karena masih terdapat perbedaan interpretasi dan penerapan di tingkat lokal. Kemudian, pada tahun 2004, pemerintah Indonesia mengeluarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mencoba untuk mengintegrasikan hukum Islam ke dalam sistem hukum nasional secara menyeluruh. Namun, KHI juga mengakui keberadaan hukum adat dan hukum lokal dalam pengaturan perkawinan, yang pada akhirnya masih mempertahankan beberapa bentuk dualisme hukum.
Sejak itu, upaya terus dilakukan untuk menyeimbangkan antara prinsip-prinsip hukum Islam dengan prinsip-prinsip hukum sekuler dalam konteks perkawinan di Indonesia. Meskipun dualisme hukum masih ada, langkah-langkah menuju harmonisasi dan integrasi terus dilakukan untuk menciptakan kerangka hukum yang lebih konsisten dan adil bagi semua pihak yang terlibat dalam perkawinan, baik dari segi agama maupun hukum sekuler.
Pembahasan
Bab 1 (Dinamika Hukum Islam Di Indonesia)