Mohon tunggu...
Riyan Azrul Ananda
Riyan Azrul Ananda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Intelektual Muslim

Blog Pribadi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkawinan Wanita Hamil

28 Februari 2024   21:32 Diperbarui: 28 Februari 2024   21:43 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1.)Mengapa Pernikahan Wanita Hamil Terjadi Dalam Masyarakat.

Pernikahan wanita hamil sering kali terjadi dalam masyarakat karena berbagai faktor budaya, sosial, dan ekonomi. Salah satu alasan utamanya adalah nilai-nilai tradisional yang masih sangat kuat di beberapa masyarakat di seluruh dunia. Dalam beberapa budaya, pernikahan dianggap sebagai langkah yang penting dalam menjaga kehormatan keluarga dan masyarakat secara luas. Ketika seorang wanita hamil di luar pernikahan, hal itu dianggap sebagai pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan moral yang ada.

Selain itu, faktor ekonomi juga dapat memengaruhi keputusan untuk menikah saat hamil. Pernikahan dapat dianggap sebagai cara untuk memberikan perlindungan finansial dan dukungan kepada ibu dan anak yang akan datang. Di beberapa masyarakat di mana akses terhadap sumber daya ekonomi terbatas, pernikahan bisa menjadi jalan keluar bagi wanita hamil untuk mendapatkan dukungan finansial dari pasangan atau keluarga pasangan.

Aspek lain yang memengaruhi keputusan untuk menikah saat hamil adalah tekanan sosial dari keluarga, teman, dan masyarakat secara umum. Wanita hamil sering kali menghadapi stigma dan diskriminasi jika mereka tidak menikah sebelum melahirkan. Oleh karena itu, untuk menghindari konsekuensi sosial yang mungkin timbul, banyak wanita memilih untuk menikah meskipun hamil.

Namun, penting untuk diingat bahwa pernikahan wanita hamil juga bisa terjadi atas dasar cinta dan komitmen antara pasangan yang akan memiliki anak. Beberapa pasangan memilih untuk menikah karena mereka ingin memberikan lingkungan keluarga yang stabil dan komprehensif bagi anak mereka.

Pada akhirnya, pernikahan wanita hamil adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor budaya, sosial, ekonomi, dan individual. Meskipun dianggap sebagai solusi oleh beberapa orang, penting untuk mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap kehidupan semua pihak yang terlibat, termasuk anak yang akan lahir dari pernikahan tersebut.

2.)Apa yang menjadi penyebab terjadi Pernikahan Wanita Hamil.

1.Kehamilan di luar nikah: Wanita hamil mungkin merasa terdorong untuk menikah dengan pasangan mereka untuk memberikan status legal kepada anak yang akan dilahirkan dan menghindari stigma sosial terhadap kehamilan di luar nikah.

2.Tekanan sosial dan budaya: Dalam beberapa masyarakat, terutama yang konservatif, tekanan sosial dari keluarga atau masyarakat dapat mendorong wanita hamil untuk menikah dengan cepat agar tidak dianggap melakukan perbuatan tercela.

3.Pertimbangan ekonomi: Pernikahan bisa menjadi solusi praktis bagi pasangan yang menghadapi kehamilan yang tidak direncanakan untuk mengatur tanggungan ekonomi dan mempersiapkan kedatangan anak.

4.Keinginan untuk membangun keluarga: Ada juga kasus di mana pasangan yang hamil memutuskan untuk menikah karena mereka mencintai satu sama lain dan ingin membangun keluarga bersama, meskipun kehamilan terjadi sebelum menikah.

5.Faktor agama: Di beberapa agama atau budaya, kehamilan di luar nikah dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai agama, dan pernikahan sering dianggap sebagai solusi untuk menyelesaikan situasi tersebut.

3).Bagaimana pendapat imam mahzab tentang perkawinan wanita hamil

1. **Madzhab Hanafi**: Dalam Madzhab Hanafi, perkawinan wanita hamil umumnya dianggap sah, asalkan tidak ada hambatan yang menghalangi sahnya pernikahan tersebut seperti ketidaksetujuan dari wali atau syarat-syarat pernikahan yang tidak terpenuhi. Mereka menganggap bahwa kehamilan tidak membatalkan keabsahan pernikahan.

2. **Madzhab Maliki**: Imam Malik dan pengikutnya dalam Madzhab Maliki juga cenderung menerima sahnya pernikahan wanita hamil. Mereka memandang bahwa kehamilan tidak mempengaruhi sah atau tidaknya pernikahan, asalkan semua syarat-syarat pernikahan terpenuhi.

3. **Madzhab Syafi'i**: Dalam Madzhab Syafi'i, terdapat sedikit perbedaan pendapat. Beberapa ulama menyatakan bahwa perkawinan wanita hamil tidak sah jika terjadi karena hubungan di luar nikah. Namun, jika kehamilan terjadi setelah pernikahan sah, maka perkawinan tersebut tetap dianggap sah. Pendapat lain mengatakan bahwa pernikahan wanita hamil di luar pernikahan sah, namun mereka memiliki pandangan yang lebih toleran jika kehamilan terjadi dalam pernikahan yang sah.

4. **Madzhab Hanbali**: Imam Ahmad bin Hanbal dan para pengikutnya dalam Madzhab Hanbali memiliki pendapat yang lebih ketat terkait perkawinan wanita hamil di luar pernikahan. Mereka cenderung menyatakan bahwa pernikahan wanita hamil yang terjadi karena hubungan di luar nikah tidak sah dan harus diulangi setelah kelahiran anak.

Dalam semua madzhab, prinsip utama yang menjadi pijakan adalah menjaga kehormatan dan kehormatan dalam masyarakat serta menegakkan prinsip-prinsip Islam yang berhubungan dengan pernikahan dan kepatuhan terhadap hukum-hukum Allah. Meskipun ada perbedaan pendapat, umumnya imam-imam madzhab berusaha menemukan penyelesaian yang paling sesuai dengan nilai-nilai agama dan kebutuhan sosial masyarakat pada saat itu.

4).Bagaimana tinjauan sosiologis,religius,dan yuridis terhadap perkawinan wanita hamil.

1.*Tinjauan Sosiologis**:
   - Sosiologi memandang pernikahan wanita hamil sebagai produk dari dinamika sosial yang kompleks, termasuk norma-norma budaya, tekanan sosial, dan perubahan nilai-nilai dalam masyarakat.
   - Fenomena ini dapat dianalisis dari sudut pandang strukturalis, konflik, atau simbolis, tergantung pada bagaimana pernikahan wanita hamil dipahami dalam konteks hubungan sosial, kekuasaan, dan makna simbolis yang terlibat.

2.*Tinjauan Religius**:
   - Dalam perspektif agama, pernikahan wanita hamil dapat dilihat sebagai tanggapan terhadap nilai-nilai moral dan etika yang diatur oleh agama tertentu.
   - Di beberapa agama, kehamilan di luar nikah dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap ajaran agama dan memerlukan solusi yang sesuai dengan ajaran tersebut. Pernikahan bisa menjadi solusi yang diakui secara agama untuk menyatukan pasangan dan memberikan status sah kepada anak yang akan dilahirkan.

3.*Tinjauan Yuridis**:
   - Secara yuridis, pernikahan wanita hamil dapat dilihat dari perspektif hukum yang berkaitan dengan status pernikahan, hak-hak dan tanggung jawab hukum antara pasangan, serta hak-hak anak yang dilahirkan.
   - Dalam banyak yurisdiksi, pernikahan wanita hamil diatur oleh undang-undang yang mengatur pernikahan dan keluarga, termasuk ketentuan tentang pernikahan yang sah, persyaratan pernikahan, dan konsekuensi hukum dari pernikahan tersebut.

5.)Apa yang seharusnya dilakukan oleh generasi muda atau pasangan muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam?.

Generasi muda atau pasangan muda yang ingin membangun keluarga sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam sebaiknya melakukan beberapa hal:

-Edukasi: Mempelajari ajaran Islam tentang pernikahan, keluarga, dan hak serta kewajiban suami istri secara mendalam.

-Persiapan mental dan emosional: Mempersiapkan diri secara mental dan emosional untuk menghadapi tanggung jawab sebagai suami atau istri.

-Pemilihan pasangan yang sesuai: Memilih pasangan yang sejalan dalam nilai-nilai agama, moral, dan visi kehidupan keluarga.

-Melakukan pernikahan sesuai syariat: Melakukan pernikahan yang sah menurut hukum agama Islam, termasuk proses ijab qabul dan wali yang sah.

-Komunikasi yang baik: Membangun komunikasi yang baik antara suami istri untuk saling memahami, menghargai, dan menyelesaikan perbedaan dengan cara yang baik.

-Mematuhi aturan-aturan agama: Mengikuti aturan-aturan agama Islam dalam menjalani kehidupan pernikahan, seperti adab-adab dalam berkeluarga, hak dan kewajiban suami istri, serta tanggung jawab terhadap anak-anak.

-Menghindari larangan agama: Menjauhi segala hal yang diharamkan dalam agama Islam yang dapat merusak keharmonisan keluarga, seperti zina, maksiat, riba, dan sebagainya.

-Konsultasi dengan ahli agama: Jika ada hal-hal yang membingungkan atau butuh pemahaman lebih lanjut, konsultasikan dengan ahli agama yang kompeten untuk mendapatkan pandangan dan nasihat yang sesuai dengan ajaran Islam.

SEPTIANA PUTRI AMBAR SARI

RIYAN AZRUL ANANDA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun