Mohon tunggu...
RIRI RIYADOTUL MARHAMAH
RIRI RIYADOTUL MARHAMAH Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Usaha dan Ketekunan untuk Mewujudkan Impian

21 November 2024   13:11 Diperbarui: 21 November 2024   13:13 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tidak pernah menyangka bisa membeli cincin yang aku impikan selama ini. Ini semua berawal dari sebuah keinginan kecil, yang kemudian berubah menjadi kenyataan besar. Keinginan itu tumbuh dalam hatiku sejak aku pertama kali melihat cincin itu di etalase toko perhiasan di pasar. Cincin dengan batu permata. Harganya tentu sangat mahal, tapi aku yakin suatu saat aku bisa memilikinya.

Namun, siapa sangka bahwa perjalanan menuju cincin impian itu tidak semudah yang aku bayangkan.

Saat itu, aku baru saja memasuki kelas 5 SD. Aku termasuk anak yang sangat suka dengan perhiasan, terutama cincin. Meski aku tahu bahwa orangtuaku tidak mampu membeli perhiasan mahal untukku, aku tetap bermimpi memiliki cincin itu. Aku pernah menceritakan keinginan itu kepada ibu, namun ibu hanya tersenyum dan berkata, "Kalau kamu ingin sesuatu, kamu harus berusaha mencapainya. Tidak ada yang mudah didapatkan, Nak."

Kata-kata ibu itu membekas di hatiku. Aku tahu bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang aku inginkan, aku harus bekerja keras. Di rumah, aku tidak memiliki uang saku yang banyak. Ayah bekerja sebagai pedagang, sementara ibu membantu di rumah. Jadi, aku tidak bisa berharap pada mereka untuk memenuhi keinginan pribadiku.

Aku mulai berpikir keras bagaimana caranya agar bisa mendapatkan uang untuk membeli cincin itu. Lalu, aku teringat tentang uang sekolah yang aku terima. Uang sekolah yang biasanya digunakan untuk jajan, ternyata bisa aku manfaatkan untuk menabung. Aku memutuskan untuk menyisihkan sedikit demi sedikit dari uang sekolah yang aku terima .

Awalnya, jumlah yang bisa aku sisihkan sangat kecil. Tentu saja, itu bukanlah jumlah yang besar, tapi aku yakin kalau aku bisa bersabar dan terus menabung, suatu saat aku akan memiliki cukup uang. Setiap kali menerima uang sekolah, aku menaruhnya dalam celengan kecil yang aku simpan di lemari. Kadang, aku merasa tergoda untuk mengambilnya, apalagi jika ada sesuatu yang menarik perhatian di toko. Namun, aku selalu mengingat kata-kata ibu, "Jangan pernah berhenti berusaha."

Hari demi hari, bulan demi bulan, aku terus menabung dengan tekun. Terkadang aku merasa jenuh dan lelah, terutama saat teman-teman di sekolah membeli barang-barang baru atau pergi ke tempat yang menyenangkan. Namun, aku selalu mengingat tujuan utamaku: cincin itu. Aku tidak ingin hanya bermimpi tentang cincin itu, aku ingin mewujudkannya.

Suatu hari, setelah tiga tahun penuh menabung, jumlah uang yang terkumpul akhirnya mencapai angka yang cukup besar. Aku merasa bangga, tetapi juga sedikit terkejut. Ternyata, aku sudah menabung lebih dari yang aku bayangkan. Aku merasa begitu dekat dengan impianku. Tanpa menunggu lebih lama aku pas kelas 7, aku mulai mencari toko perhiasan yang menjual cincin sesuai dengan yang aku inginkan.

Pilihanku akhirnya jatuh pada sebuah toko di pasar. Cincin itu masih ada di etalase yang sama. Aku berjalan menuju toko dengan perasaan campur aduk: cemas, senang, dan sedikit ragu. Apakah aku benar-benar mampu membelinya? Aku mengeluarkan uang tabunganku dan menghitungnya sekali lagi. Rasanya luar biasa, uang yang aku tabung dengan kerja keras selama 3 tahun akhirnya cukup untuk membeli cincin impian itu.

Penjual di toko itu tersenyum saat aku menyerahkan uang dan meminta cincin yang aku inginkan. Ia mengukur jari tanganku dan memasangkan cincin itu dengan lembut. Kilauan batu permata biru di cincin itu semakin terang saat terkena cahaya. Aku merasa sangat bahagia. Selama ini, aku hanya bisa memimpikan momen ini, dan sekarang, cincin itu berada di jariku.

Aku kembali pulang dengan langkah yang ringan. Rasanya, seperti ada yang berubah dalam diriku. Aku tidak hanya membeli cincin, aku juga belajar banyak hal tentang sabar, kerja keras, dan disiplin. Keinginan yang dulu hanya sekadar impian kini menjadi kenyataan, dan itu adalah hasil dari usahaku sendiri. Cincin itu bukan hanya sebuah perhiasan, tetapi simbol dari segala perjuanganku.

Sesampainya di rumah, ibu dan ayah melihat cincin yang aku kenakan. Ibu memelukku dengan bangga dan berkata, "Kamu berhasil, Nak. Kami sangat bangga padamu." Aku hanya tersenyum dan berkata, "Ini untuk ibu dan ayah. Terima kasih sudah selalu mendukungku."

Sekarang, setiap kali melihat cincin itu, aku selalu ingat perjuangan yang telah aku lalui. Cincin itu bukan hanya perhiasan, tetapi bukti bahwa dengan usaha dan tekad, impian bisa menjadi kenyataan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun