Transformasi Perguruan Tinggi dan Potensi Outsourcing Global
Oleh : Â Rivira Yuana *)
Transformasi perguruan tinggi perlu diferensiasi misi yang unik. Sebagai Wakil Rektor ISTN bidang transformasi saya memiliki gagasan bahwa saatnya PT bersinergi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk menangkap potensi outsourcing global yang bisa mendatangkan devisa dan membuka lapangan kerja yang berkompeten dengan era Industri 4.0. Outsourcing bsia berupa mendatangkan jenis-jenis pekerjaan dari luar negeri maupun bisa juga mengirimkan TKI yang memiliki kompetensi khusus.
Untuk meraih potensi outsourcing global di negeri ini perlu sinergi antara perguruan tinggi, Kementerian dan organisasi diaspora yang memiliki pengalaman global terkait dengan outsourcing. Sederet organisasi diaspora bisa diajak kerjasama. Para diaspora memiliki kemampuan dan relasi di luar negeri untuk membawa potensi outsourcing.
Contoh sukses negara yang berhasil menangkap potensi outsourcing global adalah India. Kita bisa melihat bagaimana cara perguruan tinggi mencetak SDM teknologi di sana. Dimana setiap tahunnya, institut dan universitas disana mencetak sekitar ratusan ribu lulusan teknik. Jumlah sebesar itu langsung terserap oleh pasar tenaga kerja melalui sistem outsourcing global. Hal itu dimungkinkan karena ekosistem berdikari di India telah mengadaptasi kekuatan globalisasi yang disertai dengan rekayasa budaya yang tiada henti. Ekosistem itulah yang menyebabkan lapangan kerja di India semakin meluas. Hal itu terlihat bahwa 50 persen dari software General Electric dikembangkan di India. Perusahaan itu telah menggunakan puluhan ribu orang di sana.
Panen lapangan kerja di India akan terus terjadi karena adanya rekayasa budaya yang dilakukan oleh pemerintahan di sana. Berbagai nilai tradisi, kearifan lokal, karakter unggul dan daya ungkit etos kerja terus ditransformasikan untuk menyiasati era disrupsi teknologi.
Business Process Outsourcing
Untuk menjaring outsourcing global yang padat investasi dan padat tenaga kerja, perguruan tinggi perlu bekerjasama dengan para diaspora untuk membentuk tenaga kerja berkompetensi yang bisa mengerjakan proyek outsourcing di luar negeri. Dibutuhkan kursus atau pelatihan berbasis microcredential yang sesuai dengan standar dan jenis pekerjaan sehingga cocok dengan perusahaan di luar negeri.
Dibanding metode belajar tradisional, microcredential memiliki beberapa kelebihan, diantaranya faktor fleksibilitas untuk calon pekerja proyek outsourcing dan seringkali disebut sebagai bite-sized education atau pembelajaran yang hanya berfokus pada satu potongan materi atau topik pilihan yang cocok bagi pekerja. Dengan hanya berkonsentrasi pada satu keterampilan, tentu proses belajar akan lebih efektif karena sifat belajar berulang-ulang di mana saja dan kapan saja.
Kondisi demografi Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan segera memasuki era bonus demografi mestinya menjadikan bangsa ini memiliki jumlah pekerja outsourcing dan diaspora nomor tiga dunia setelah Tiongkok dan India.
Peran diaspora sangat penting untuk ikut memperluas lapangan kerja di Indonesia dengan cara menangkap potensi outsourcing global. Potensi tersebut selama ini banyak dinikmati oleh India dan Tiongkok. Para diaspora dari dua negara tersebut sangat gigih merebut potensi outsourcing global untuk diarahkan ke negaranya.
Untuk mewujudkan hal diatas perlu mengoptimalkan langkah Indonesian Diaspora Network Global (IDNG). Saatnya para diaspora bersinergi mengarahkan rejeki globalisasi outsourcing ke Tanah Air. Untuk itu pemerintah bersama perguruan tinggi perlu memiliki sistem dan regulasi yang baik disertai dengan pengembangan SDM sejak dini. Khususnya sejak di bangku sekolah menengah diperkenalkan dengan bidang-bidang yang dibutuhkan outsourcing global. Biasanya para diaspora lebih adaptif dan menguasai potensi outsourcing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, apalagi selama ini pemerintah memberi perhatian serius terhadap pengusaha alih daya atau outsourcing. Untuk itu disiapkan program untuk mengembangkan lebih luas industri jasa termasuk outsourcing sebagai salah satu program unggulan.
Saatnya Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk membenahi standar kualifikasi perusahaan. Juga perlu membentuk regulasi persyaratan pengguna perusahaan outsourcing, membuat regulasi standarisasi manajemen fee, dan hal teknis lainnya agar sistem outsourcing di Indonesia berkeadilan bagi karyawan, maupun perusahaan demi meningkatkan kesejahteraan bersama.
Pemerintah dan PT yang bersinergi dengan asosiasi dan organisasi serikat pekerja perlu program cepat untuk mengembangkan business process outsourcing (BPO) sehingga usaha outsourcing tidak kalah dengan negara tetangga seperti Filipina. Negara tetangga ini mampu mendapatkan peluang usaha tersebut hingga mencapai 25 miliar dollar AS dalam satu tahun. Bidang outsourcing yang berpotensi didapat dari pasar global antara lain sektor grafis, animasi, aplikasi digital lainnya. Sudah ada beberapa perusahaan animasi berbasis di bandung dan jogja yang menembus pasar global. Jumlah perusahaan seperti ini harus lebih banyak lagi mengingat Indonesia sudah mulai masuk fase bonus demografi dengan kemunculan genZ yang memiliki karakter "self-employed".
Sektor ketenagakerjaan kini ditentukan oleh perkembangan bisnis global yang sangat dinamis dan ditandai oleh migrasi tenaga kerja antar negara. Daya saing tenaga kerja asing (TKA) yang lebih kompetitif memaksa tenaga kerja lokal harus meningkatkan kompetensi dan kemampuan teknologi pendukung era disrupsi.
Tak bisa dimungkiri, perluasan lapangan kerja yang sering dinyatakan oleh pemerintah merupakan jenis profesi yang rentan dan kurang memiliki prospek dan daya saing global. Jika dikaji lebih mendalam lagi, ternyata para kepala daerah kurang mampu merencanakan portofolio profesi yang harus dikembangkan di daerahnya. Untuk itu, perlu bantuan perguruan tinggi guna merumuskan jenis-jenis profesi yang menjadi kebutuhan dunia di masa depan.
Beberapa SMK di jakarta sudah menangkap peluang menggarap outsourcing ke Jepang yang mengalami penurunan penduduk muda. Sayangnya, regulasi yang disiapkan pemerintah belum dapat membuat gerakan ini terstruktur dan masif sehingga digarap oleh pihak swasta yang tidak memiliki modal kuat untuk meningkatkan daya saing lulusan SMK sehingga hanya sedikit yang bisa terserap. Dengan demikian, ekosistem outsourcing global ini harus segera dibentuk dengan melibatkan perguruan tinggi lebih aktif lagi sebagai pusat unggulan tenaga kerja terlatih yang bersifat inklusif.
*) Wakil Rektor ISTN Bidang Transformasi Perguruan Tinggi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H