Kondisi demografi Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan segera memasuki era bonus demografi mestinya menjadikan bangsa ini memiliki jumlah pekerja outsourcing dan diaspora nomor tiga dunia setelah Tiongkok dan India.
Peran diaspora sangat penting untuk ikut memperluas lapangan kerja di Indonesia dengan cara menangkap potensi outsourcing global. Potensi tersebut selama ini banyak dinikmati oleh India dan Tiongkok. Para diaspora dari dua negara tersebut sangat gigih merebut potensi outsourcing global untuk diarahkan ke negaranya.
Untuk mewujudkan hal diatas perlu mengoptimalkan langkah Indonesian Diaspora Network Global (IDNG). Saatnya para diaspora bersinergi mengarahkan rejeki globalisasi outsourcing ke Tanah Air. Untuk itu pemerintah bersama perguruan tinggi perlu memiliki sistem dan regulasi yang baik disertai dengan pengembangan SDM sejak dini. Khususnya sejak di bangku sekolah menengah diperkenalkan dengan bidang-bidang yang dibutuhkan outsourcing global. Biasanya para diaspora lebih adaptif dan menguasai potensi outsourcing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, apalagi selama ini pemerintah memberi perhatian serius terhadap pengusaha alih daya atau outsourcing. Untuk itu disiapkan program untuk mengembangkan lebih luas industri jasa termasuk outsourcing sebagai salah satu program unggulan.
Saatnya Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk membenahi standar kualifikasi perusahaan. Juga perlu membentuk regulasi persyaratan pengguna perusahaan outsourcing, membuat regulasi standarisasi manajemen fee, dan hal teknis lainnya agar sistem outsourcing di Indonesia berkeadilan bagi karyawan, maupun perusahaan demi meningkatkan kesejahteraan bersama.
Pemerintah dan PT yang bersinergi dengan asosiasi dan organisasi serikat pekerja perlu program cepat untuk mengembangkan business process outsourcing (BPO) sehingga usaha outsourcing tidak kalah dengan negara tetangga seperti Filipina. Negara tetangga ini mampu mendapatkan peluang usaha tersebut hingga mencapai 25 miliar dollar AS dalam satu tahun. Bidang outsourcing yang berpotensi didapat dari pasar global antara lain sektor grafis, animasi, aplikasi digital lainnya. Sudah ada beberapa perusahaan animasi berbasis di bandung dan jogja yang menembus pasar global. Jumlah perusahaan seperti ini harus lebih banyak lagi mengingat Indonesia sudah mulai masuk fase bonus demografi dengan kemunculan genZ yang memiliki karakter "self-employed".
Sektor ketenagakerjaan kini ditentukan oleh perkembangan bisnis global yang sangat dinamis dan ditandai oleh migrasi tenaga kerja antar negara. Daya saing tenaga kerja asing (TKA) yang lebih kompetitif memaksa tenaga kerja lokal harus meningkatkan kompetensi dan kemampuan teknologi pendukung era disrupsi.
Tak bisa dimungkiri, perluasan lapangan kerja yang sering dinyatakan oleh pemerintah merupakan jenis profesi yang rentan dan kurang memiliki prospek dan daya saing global. Jika dikaji lebih mendalam lagi, ternyata para kepala daerah kurang mampu merencanakan portofolio profesi yang harus dikembangkan di daerahnya. Untuk itu, perlu bantuan perguruan tinggi guna merumuskan jenis-jenis profesi yang menjadi kebutuhan dunia di masa depan.
Beberapa SMK di jakarta sudah menangkap peluang menggarap outsourcing ke Jepang yang mengalami penurunan penduduk muda. Sayangnya, regulasi yang disiapkan pemerintah belum dapat membuat gerakan ini terstruktur dan masif sehingga digarap oleh pihak swasta yang tidak memiliki modal kuat untuk meningkatkan daya saing lulusan SMK sehingga hanya sedikit yang bisa terserap. Dengan demikian, ekosistem outsourcing global ini harus segera dibentuk dengan melibatkan perguruan tinggi lebih aktif lagi sebagai pusat unggulan tenaga kerja terlatih yang bersifat inklusif.
*) Wakil Rektor ISTN Bidang Transformasi Perguruan Tinggi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H