Mohon tunggu...
rangga rivelno
rangga rivelno Mohon Tunggu... -

Find me on twitter @rivelno.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dua Belas Purnama Dan Hantu

29 Juli 2012   08:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:29 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepalamu yang sibuk memikirkan hari-hari esok; lalu kau berkata bahwa semua hari-hari yang terlewat, sekarang dan belum terjadi adalah sebuah ujian. Akulah pendengar setiamu, tempat dimana kau bisa berbagi kisah dan lelah. Mulutku juga tanpa henti sibuk memasukkan dan memasakkan asap dari dapur dadaku.

6)

Jika saja aku terlahir sebagai penyair, akan ku ubah kau sebagai buku harian yang tak tertuliskan. Aku tidak hanya ingin menua dikepalamu, aku ingin menua dihidupmu. Kau serupa peti kemas, tempat bajak laut menemukan harta karun yang berisi emas yang tak akan habis dilahap oleh semesta. Aku juga ingin menjadi kelinci yang bersembunyi dibalik topimu, yang kau taruh di atas kepala dan kau selalu berusaha mencari cara rahasia mengeluarkan aku dari dalam sana.

Kau tak pernah percaya bahwa rindu itu hanyalah angin sejuk. Sia-sia tenagamu berusaha untuk menangkap dan menjaring rindu, ia tetap angin sejuk. Rindu itu yang menarik diafragmaku sampai ujung napas, kemudian turun dengan sesak. Mencari kamu sosok yang tertinggal. Rindu itu adalah dirimu.

7)

Tubuhku kini serupa pelabuhan, tempat dimana segala kapal dan perahu pernah berlabuh. Kaulah perahu itu yang singgah itu, sedangkan aku hanya dermaga yang melihat layarmu menjauh. Hingga ditelan ombak mati, tak pernah kembali.

Sebelum dua belas purnama, aku pernah mengatakan “Jika kelak kita berpisah, aku hanya ingin menjadi orang asing kembali, dan bertemu sekali lagi.” Namun sayangnya, hatiku telah lelah membiru, egomu lebih keras melebihi daripada batu. Lalu kau berkata, “Aku mencintaimu semampunya saja, sisanya biarkan Tuhan yang rawat kesedihanmu.”

8)

Aku tak pernah menyangka jika petermuan di kedai kopi itu adalah episode terakhir dari cerita kita. Siapa yang mengira, mimpi-mimpi yang telah kita bangun pondasinya, telah hancur dalam sekejap mata. Tepat dua belas purnama, aku mencatatmu sebagai hantu.

Aku tertawa mengingat kita pernah menangis bersama dan aku menangis mengingat kita pernah tertawa bersama. Dan kau masih percaya, apabila sesaat senja tiba kau mencari-cari yang tak lagi di sisi dan merindu tuan hatimu lagi. Terima kasih cinta, kau datang membawa rindu dan pergi meninggalkan luka. “Aku mencintaimu, sampai akhir sajakku,” Kataku.

Aku tak pernah berniat menguburmu dalam masalalu, namun kini kau telah menjadi hantu—di ingatanku.

Bekasi, 2012.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun