Mohon tunggu...
Rivan Mandala Putra
Rivan Mandala Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum

Saya merupakan seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pakuan yang senang melakukan penelitian dengan membuat karya tulis ilmiah berupa makalah, jurnal, artikel dan lain-lain. Selain itu, saya aktif di organisasi UKM Debat Merah Putih yang berfokus pada pelatihan dan pengembangan keilmuan di bidang hukum baik berupa debat hukum maupun riset hukum.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Hukum Stufenbau Berdasarkan Pandangan Hans Kelsen dan Hans Nawiasky serta Penerapannya di Indonesia

18 Oktober 2024   23:18 Diperbarui: 19 Oktober 2024   01:07 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia telah termaktub dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3), diantaranya yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan daerah Kabupaten/Kota. 

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut, tentu memiliki sejarah berkaitan dengan sistem pembentukan peraturan perundang-undangan, lembaga yang berwenang, serta mekanisme dan penerapannya yang diterapkan di negara Indonesia yang menganut sistem hukum civil law.  

Sebagai negara hukum, dalam pembagian kekuasaan lembaga negara di Indonesia dibagi menjadi 3 cabang kekuasaan. Hal ini didasarkan pada pandangan Montesquieu berdasarkan pendapat dalam bukunya yang berjudul L’Esprit des Lois, ia merumuskan dalam teori pemisahan kekuasaan (the separation of power) dengan membagi kekuasaaan negara kedalam 3 (tiga) cabang kekuasaan, yaitu kekuasaan Legislatif, kekuasaan Eksekutif dan kekuasaan Yudikatif. 

Kekusaan Legislatif merupakan kekuasaan yang dimiliki oleh suatu pembuat peraturan perundang-undangan guna mencegah kesewenang-wenangan yang dapat dilakukan oleh raja atau presiden sebagai pemimpin tertinggi suatu negara, kekuasaan Eksekutif yang merupakan kekuasaan untuk menjalankan peraturan perundang-undangan yang telah dibentuk oleh kekuasaan Legislatif, biasanya dipimpin oleh suatu raja atau presiden beserta jajaran kabinetnya, serta kekuasaan Yudikatif yang merupakan kekuasaan untuk melakukan kontrol semua kekuasaan yang tidak sejalan dengan hukum atau peraturan perundang-undangan yang telah dibuat. 

Kekuasaan ini juga berwenang untuk melakukan uji materiil suatu peraturan perundang-undangan serta dapat mengesahkan atau membatalkan peraturan perundang-undangan.

MT. Cicero dalam pendapatnya menjelaskan bahwa Ubi Societas Ibi Ius, artinya di mana ada masyarakat disitu ada hukum. Hal ini karena ketika ada masyarakat yang saling berinteraksi satu sama lain, terdapat hukum yang mengatur mereka baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. 

Hukum ini menjadi landasan untuk mengatur pola perilaku masyarakat dengan memberikan sanksi bagi mereka yang melanggarnya. Di Indonesia, hukum sangatlah berperan penting dalam penyelenggaraan negara. 

Sebelum Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus tahun 1945, Pemerintah Kolonial Belanda telah menjajah Indonesia selama kurang lebih 350 tahun, implikasi dari penjajahan kolonial Belanda di Indonesia yaitu aturan-aturan yang ada di Belanda diterapkan pula di negara Indonesia berdasarkan asas konkordansi. 

Maka, terdapat banyak aturan-aturan peninggalan kolonial Belanda seperti Wetboek van Straafrecht berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Burgerlijk Wetboek berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Rechtreglement voor de Buitengewesten (RBg), dan lain-lain. 

Beberapa aturan tersebut masih berlaku dan diterapkan dalam penyelenggaraan negara meskipun beberapa diantaranya telah dilakukan perubahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang merupakan produk hukum nasional. 

STUFENBAU THEORY HANS KELSEN

Hans Kelsen merupakan seorang filsuf hukum dari Austria-Amerika yang mencetuskan Stufenbaudesrecht atau Stufenbau Theory yaitu teori hukum positif yang bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai asal hukum hingga munculnya peraturan hukum yang bersifat positif yang merupakan bagian dari ilmu hukum (legal science).

 Stufenbau theory dapat dikatakan juga sebagai suatu kaidah atau norma yang berjenjang seperti anak tangga yang mana norma yang ada di bawah harus sejalan dan berpegangan pada norma yang lebih tinggi atau norma di atasnya atau norma hukum yang mendasar. Hal ini sebagai sinkronisasi antara norma-norma atau peraturan hukum yang lebih atas dengan peraturan hukum yang ada di bawahnya. 

Hans Kelsen merumuskan bahwa norma mendasar atau norma tertinggi disebut sebagai grundnorm sedangkan norma-norma yang berada di bawahnya yaitu disebut sebagai norm. Norma dasar merupakan sesuatu yang dikehendaki dan bersumber dari adanya keinginan yang diobjektifikasi dari kehendak bersama, dan norma dasar tidak berubah-ubah serta bersifat mengharuskan. 

Kualifikasi hukum didasarkan pada sesuatu yang murni formil. Ia juga mencetuskan the pure theory of law atau dapat disebut juga sebagai teori hukum murni, artinya bahwa hukum adalah murni hukum itu sendiri tanpa adanya unsur politik, ekonomi dan unsur-unsur lainnya yang masuk kedalam hukum. Dalam teori tersebut, dapat dimaknai beberapa hal sebagai berikut :

  • Peraturan yang tingkatannya lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum yang merujuk pada validasi peraturan yang tingkatannya lebih tinggi.
  • Substansi ataupun isi materi muatan peraturan perundang-undangan yang berada di bawah atau disebut juga yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan hal-hal berkaitan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Hans Kelsen membedakan dua jenis atau sistem norma, yaitu sistem norma statis (the static system of norm) serta dan sistem norma dinamis (the dinamic of norm). Sistem norma statis adalah sistem yang melihat suatu norma dari segi isi atau materi muatan norma itu sendiri. Isinya menunjukan kualitas yang terbukti secara langsung menjamin validitasnya. 

Sedangkan, sistem norma dinamis adalah sistem yang melihat suatu norma yang pembentukannya sesuai dengan prosedur oleh yang ditentukan konstitusi. Dengan perkataan lain norma dalam perspektif sistem norma dinamis adalah norma yang dilahirkan oleh pihak yang berwenang untuk membentuk norma tersebut yang tentu saja norma tersebut bersumber dari norma yang lebih tinggi. 

Kewenangan tersebut merupakan suatu delegasi. Norma yang membentuk kekuasaan didelegasikan dari suatu otoritas kepada otoritas yang lain. Otoritas yang pertama adalah otoritas yang lebih tinggi, otoritas yang kedua adalah otoritas yang lebih rendah.

Teori ini dapat dikatakan sebagai norma hukum yang berjenjang, berlapis dalam suatu susunan atau hierarki tata susunan, bahwa norma yang lebih rendah harus bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi dan seterusnya hingga sampai norma dasar (Grundnorm). 

Ini sejalan pula dengan asas hukum yaitu lex superior derogat legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah, artinya keberlakuan suatu hukum berdasarkan teori ini lebih mengedepankan norma hukum yang lebih tinggi sebagai landasan dasar dalam peraturan perundang-undangan.

 Dengan kata lain, norma yang menentukan pembuatan norma lain adalah superior dan norma yang dibuat adalah inferior, pembuatan norma berdasarkan norma yang paling tinggi merupakan validitas tata hukum yang membentuk kesatuan.

THEORIE VON STUFENBAU DER RECHTSORDNUNG HANS NAWIASKY

Hans Nawiasky merupakan seorang murid dari Hans Kelsen, ia menyempurnakan pendapat dari Hans Kelsen mengenai Stufenbau Theory dalam buku Revolusi Hukum Indonesia: Makna, Kedudukan dan Implikasi Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan RI, bahwa Theorie von Stufenbau der Rechtsordnung merupakan norma yang berjenjang yang memiliki beberapa tingkatan hierarki, di mana landasan umum dari suatu tatanan hukum undang-undang dasar yaitu disebut sebagai staatsfundamentalnorm. 

Didasarkan pada undang-undang dasar tersebut yang kemudian memberikan kewenangan kepada pembuat peraturan perundang-undangan untuk membentuk peraturan. Norma-norma menurut pendapat Hans Nawiasky dalam peraturan perundang-undangan tersusun dari beberapa hal, yaitu :

  • Norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm);
  • Aturan dasar negara (staats grund gesetz);
  • Undang-undang formal (formell gesetz);
  • Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung).

Jazim Hamidi memberikan pendapat mengenai staasfundamentalnorm tersebut, diantaranya :

  • Bahwa staatsfundamentalnorm adalah norma hukum yang berada dalam hierarki tertinggi di dalam suatu negara dan merupakan rezim hukum positif;
  • Bahwa norma hukum yang tertinggi tersebut pun dapat berubah;
  • Staatsfundamentalnorm merupakan norma yang menjadi landasan atau dasar bagi pembentukan konstitusi;
  • Staatsfundamentalnorm merupakan konstitusi berbentuk dan berbentuk tertulis.
  • Pendapat Hans Nawiasky juga mengatakan bahwa norma hukum yang paling atas merupakan landasan bagi norma hukum yang ada di bawahnya, dengan kata lain bahwa norma yang tingkatannya lebih rendah harus berpegangan pada norma yang ada di atasnya dan seterusnya hingga norma yang paling tinggi atau mendasar yang disebut sebagai staatsfundamentalnorm. Ini berlaku pula asas lex superior derogat legi inferior yaitu  peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah.

PENERAPAN TEORI STUFENBAU DI INDONESIA

Pendapat antara Hans Kelsen dan Hans Nawiasky dalam konteks peraturan perundang-undangan tentu memiliki sedikit perbedaan, di mana Hans Kelsen merumuskan hierarki peraturan perundang-undangan yang tersusun dari norma-norma dan berujung pada norma yang mendasar (Grundnorm), sedangkan Hans Nawiasky menyempurnakan pendapat Hans Kelsen bahwa ia menyatakan hierarki peraturan perundang-undangan juga tersusun dari beberapa norma dan ia mengklasifikasikan norma-norma tersebut yang terdiri dari norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm), staats grund gesetz (aturan dasar negara), formell gesetz (undang-undang formal) dan verordnung en autonome satzung (peraturan pelaksana dan peraturan otonom).

Apabila dikaitkan dalam penerapan peraturan perundang-undangan di Indonesia, terdapat kesesuaian antara tata urutan norma hukum di Indonesia dengan teori jenjang norma hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen maupun Hans Nawiasky, bahwa norma hukum di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan juga merupakan norma hukum yang berjenjang, terdiri dari beberapa aturan-aturan di mana peraturan yang lebih rendah harus mengikuti atau harus berpegangan pada peraturan yang ada di atasnya, begitu seterusnya hingga peraturan yang mendasar yaitu UUD 1945. 

Dilihat dari teori Hans Kelsen, maka teori tersebut cocok dengan sistem hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mana hierarki tersebut terdiri dari norma-norma dan terdapat norma mendasar sebagai acuan bagi norma-norma di bawahnya.

Selain itu, pendapat dari Hans Nawiasky pun sesuai dan lebih lengkap dengan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang didasarkan pada Pasal 7 ayat (1) UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia tersusun dari beberapa aturan, seperti :

  • UUD 1945;
  • Ketetapan MPR;
  • Undang-Undang/PERPPU;
  • Peraturan Pemerintah;
  • Peraturan Presiden;
  • Peraturan Daerah Provinsi;
  • Peraturan Daerah Kota/Kabupaten.

Berdasarkan teori dari Hans Nawiasky, maka dapat dilihat urutan tata norma hukum di Indonesia, diantaranya yaitu :

  • Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara) yang merupakan norma hukum tertinggi di negara Indonesia yaitu Pancasila.
  • Staats grund gesetz yaitu norma hukum di bawah staatsfundamentalnorm yang terdiri dari Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR, konvensi ketatanegaraan yang tidak tertulis.

  • Formell gesetz (aturan formal) yaitu Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU).
  • Verodnung en autonome satzung (peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom) yaitu terdiri dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kota/Kabupaten. 

Maka, pendapat Hans Nawiasky sejatinya lebih lengkap dan sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia dibandingkan pendapat dari Hans Kelsen, bahwa pendapat Hans Nawiasky lebih spefisik merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia sedangkan pendapat dari Hans Kelsen masih bersifat umum seperti norm-norm dan Grundnorm saja. 

Bahwa ditetapkannya  Pancasila  sebagai staatsfundamentalnorm maka pembentukan  hukum,  penerapan,  pelaksanaanya  tidak dapat  dilepaskan  dari  nilai-nilai Pancasila. 

 Sehingga,  berdasarkan  hasil  dari  pembahasan  di  atas  dapat  ditarik  kesimpulan bahwa  selain  norma  itu  berlapis-lapis  dan  berjenjang-jenjang,  norma  hukum  dari  suatu negara  itu  juga  berkelompok-kelompok,  dan  pengelompokan  norma  hukum  dalam  suatu negara  tersusun  dalam  tata  susunan  norma  hukum  negara.

Dengan demikian, pandangan Hans Kelsen dan Hans Nawiasky dalam Teori Stufenbau cukup memiliki persamaan secara garis besar namun hanya disempurnakan dan diperluas kembali oleh Hans Nawiasky sebagai murid dari Hans Kelsen.

DAFTAR PUSTAKA

Arfana, Nano Tresna. “Akil Mochtar Paparkan Pentingnya Mekanisme Checks and Balances untuk Pemerintahan Demokratis”, tersedia di : https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=7834, diakses pada 26 September 2024.

Azis, Arasy Pradana A. . “Pengertian Grundnorm dan Staatsfundamentalnorm”, tersedia di : https://www.hukumonline.com/klinik/a/pengertian-igrundnorm-i-dan-istaatsfundamentalnorm-i-lt5ec227e60ca47/, diakses pada 27 September 2024.

Law, IBLAM School of. “Trias Politica, Landasan dalam Sistem Pemerintahan Indonesia”, tersedia di : https://iblam.ac.id/2023/08/31/trias-politica-landasan-dalam-sistem-pemerintahan-indonesia/, diakses pada 26 September 2024.

Prianto, Wahyu. “Analisis Hierarki Perundang-Undangan Berdasarkan Teori Norma Hukum Oleh Hans Kelsen dan Hans Nawiasky”, Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Pendidikan, (Vol. 2 No. 1, Januari 2024), hlm. 16.

Samekto, FX Adji. “Menelusuri Akar Pemikiran Hans Kelsen Tentang Stufenbeautheorie Dalam Pendekatan Normatif-Filosofis”, Jurnal Hukum Progresif, (Vol. 7 No. 1, April 2019), hlm. 2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun