Mohon tunggu...
Rivan Mandala Putra
Rivan Mandala Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum

Saya merupakan seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pakuan yang senang melakukan penelitian dengan membuat karya tulis ilmiah berupa makalah, jurnal, artikel dan lain-lain. Selain itu, saya aktif di organisasi UKM Debat Merah Putih yang berfokus pada pelatihan dan pengembangan keilmuan di bidang hukum baik berupa debat hukum maupun riset hukum.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Hukum Stufenbau Berdasarkan Pandangan Hans Kelsen dan Hans Nawiasky serta Penerapannya di Indonesia

18 Oktober 2024   23:18 Diperbarui: 19 Oktober 2024   01:07 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hans Nawiasky merupakan seorang murid dari Hans Kelsen, ia menyempurnakan pendapat dari Hans Kelsen mengenai Stufenbau Theory dalam buku Revolusi Hukum Indonesia: Makna, Kedudukan dan Implikasi Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan RI, bahwa Theorie von Stufenbau der Rechtsordnung merupakan norma yang berjenjang yang memiliki beberapa tingkatan hierarki, di mana landasan umum dari suatu tatanan hukum undang-undang dasar yaitu disebut sebagai staatsfundamentalnorm. 

Didasarkan pada undang-undang dasar tersebut yang kemudian memberikan kewenangan kepada pembuat peraturan perundang-undangan untuk membentuk peraturan. Norma-norma menurut pendapat Hans Nawiasky dalam peraturan perundang-undangan tersusun dari beberapa hal, yaitu :

  • Norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm);
  • Aturan dasar negara (staats grund gesetz);
  • Undang-undang formal (formell gesetz);
  • Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung).

Jazim Hamidi memberikan pendapat mengenai staasfundamentalnorm tersebut, diantaranya :

  • Bahwa staatsfundamentalnorm adalah norma hukum yang berada dalam hierarki tertinggi di dalam suatu negara dan merupakan rezim hukum positif;
  • Bahwa norma hukum yang tertinggi tersebut pun dapat berubah;
  • Staatsfundamentalnorm merupakan norma yang menjadi landasan atau dasar bagi pembentukan konstitusi;
  • Staatsfundamentalnorm merupakan konstitusi berbentuk dan berbentuk tertulis.
  • Pendapat Hans Nawiasky juga mengatakan bahwa norma hukum yang paling atas merupakan landasan bagi norma hukum yang ada di bawahnya, dengan kata lain bahwa norma yang tingkatannya lebih rendah harus berpegangan pada norma yang ada di atasnya dan seterusnya hingga norma yang paling tinggi atau mendasar yang disebut sebagai staatsfundamentalnorm. Ini berlaku pula asas lex superior derogat legi inferior yaitu  peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah.

PENERAPAN TEORI STUFENBAU DI INDONESIA

Pendapat antara Hans Kelsen dan Hans Nawiasky dalam konteks peraturan perundang-undangan tentu memiliki sedikit perbedaan, di mana Hans Kelsen merumuskan hierarki peraturan perundang-undangan yang tersusun dari norma-norma dan berujung pada norma yang mendasar (Grundnorm), sedangkan Hans Nawiasky menyempurnakan pendapat Hans Kelsen bahwa ia menyatakan hierarki peraturan perundang-undangan juga tersusun dari beberapa norma dan ia mengklasifikasikan norma-norma tersebut yang terdiri dari norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm), staats grund gesetz (aturan dasar negara), formell gesetz (undang-undang formal) dan verordnung en autonome satzung (peraturan pelaksana dan peraturan otonom).

Apabila dikaitkan dalam penerapan peraturan perundang-undangan di Indonesia, terdapat kesesuaian antara tata urutan norma hukum di Indonesia dengan teori jenjang norma hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen maupun Hans Nawiasky, bahwa norma hukum di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan juga merupakan norma hukum yang berjenjang, terdiri dari beberapa aturan-aturan di mana peraturan yang lebih rendah harus mengikuti atau harus berpegangan pada peraturan yang ada di atasnya, begitu seterusnya hingga peraturan yang mendasar yaitu UUD 1945. 

Dilihat dari teori Hans Kelsen, maka teori tersebut cocok dengan sistem hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mana hierarki tersebut terdiri dari norma-norma dan terdapat norma mendasar sebagai acuan bagi norma-norma di bawahnya.

Selain itu, pendapat dari Hans Nawiasky pun sesuai dan lebih lengkap dengan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang didasarkan pada Pasal 7 ayat (1) UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia tersusun dari beberapa aturan, seperti :

  • UUD 1945;
  • Ketetapan MPR;
  • Undang-Undang/PERPPU;
  • Peraturan Pemerintah;
  • Peraturan Presiden;
  • Peraturan Daerah Provinsi;
  • Peraturan Daerah Kota/Kabupaten.

Berdasarkan teori dari Hans Nawiasky, maka dapat dilihat urutan tata norma hukum di Indonesia, diantaranya yaitu :

  • Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara) yang merupakan norma hukum tertinggi di negara Indonesia yaitu Pancasila.
  • Staats grund gesetz yaitu norma hukum di bawah staatsfundamentalnorm yang terdiri dari Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR, konvensi ketatanegaraan yang tidak tertulis.

  • Formell gesetz (aturan formal) yaitu Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU).
  • Verodnung en autonome satzung (peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom) yaitu terdiri dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kota/Kabupaten. 

Maka, pendapat Hans Nawiasky sejatinya lebih lengkap dan sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia dibandingkan pendapat dari Hans Kelsen, bahwa pendapat Hans Nawiasky lebih spefisik merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia sedangkan pendapat dari Hans Kelsen masih bersifat umum seperti norm-norm dan Grundnorm saja. 

Bahwa ditetapkannya  Pancasila  sebagai staatsfundamentalnorm maka pembentukan  hukum,  penerapan,  pelaksanaanya  tidak dapat  dilepaskan  dari  nilai-nilai Pancasila. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun