Rivan Adi PrasetyaÂ
222111385
HES-7H
ABSTRAK
   Hak Kekayaan intelektual merupakan hal yang penting, terutama pada aspek hak cipta yang seiring perkembangannya kini isu-isu yang ditimbulkan lebih kompleks. Salah satu isu yang menonjol adalah praktik penjualan akun premium CapCut aplikasi berbayar dengan harga lebih murah melalui platform e-commerce tanpa memperhatikan legalitasnya. Mengingat hal serupa guna mendongkrak penjualan pelaku usaha yang seringkali mengabaikan aspek legalitas dan perlindungan hak cipta. Artikel ini akan membahas bagaimana perlindungan hukum atas hak cipta aplikasi seperti CapCut dalam menghadapi praktik penjualan akun premium secara ilegal. Pembahasan meliputi analisis terhadap kerangka hukum hak cipta di Indonesia, termasuk Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014, serta potensi pelanggaran hukum yang terjadi akibat penjualan akun premium ilegal di platform e-commerce. Artikel ini juga menyoroti peran pemerintah dan penyedia platform e-commerce dalam melindungi hak kekayaan intelektual. Di samping itu, akan dikaji solusi strategis untuk meminimalkan praktik pelanggaran tersebut dan memberikan rekomendasi kebijakan yang relevan.
Kata kunci:Â Hak Kekayaan Intelektual, Hak Cipta, Perlindungan Hukum, Pelanggaran Hak Cipta, Ilegal.
PENDAHULUAN
   Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan salah satu aspek hukum yang memiliki peran signifikan dalam mendukung inovasi, kreativitas, dan perlindungan terhadap hasil karya individu maupun organisasi. Dalam ranah digital, hak cipta menjadi elemen penting karena melindungi aplikasi, perangkat lunak, dan karya digital lainnya dari penggunaan atau distribusi tanpa izin. Namun, seiring perkembangan teknologi dan kemudahan akses di era digital, pelanggaran hak cipta semakin marak, termasuk dalam bentuk penjualan akun premium aplikasi berbayar secara ilegal. Modus pelaku usaha memberikan Klaim-klaim yang diberikan di platform mereka tujuannya hanya semata-mata meyakinkan kepada calon pembeli untuk kemudian melakukan transaksi akun ilegal tersebut tanpa memperhatikan dampak hukum dan etika yang menyertainya. Praktik ini tidak hanya merugikan pemilik hak cipta yang kehilangan pendapatan sah, tetapi juga mengancam kualitas layanan yang diterima oleh pengguna akhir. Selain itu, praktik semacam ini menciptakan ekosistem digital yang tidak sehat, di mana konsumen terbiasa mendapatkan akses secara ilegal tanpa menghargai proses pengembangan dan investasi yang dilakukan oleh pengembang aplikasi. Dampaknya meluas tidak hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga pada keberlanjutan inovasi teknologi.
   Dalam ranah global, peranan hak cipta menjadi sangat penting karena mengingat banyaknya karya intelektual yang dihasilkan dan didistribusikan secara lintas negara melalui teknologi digital. Hak cipta tidak hanya melindungi karya seni, literatur, dan perangkat lunak, tetapi juga mencakup berbagai inovasi yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dalam era globalisasi ini, pelanggaran hak cipta tidak hanya berdampak pada individu atau perusahaan tertentu, tetapi juga dapat memengaruhi ekonomi global secara keseluruhan, terutama dalam industri kreatif dan teknologi. Tanpa perlindungan yang memadai, pengembang atau pencipta akan kehilangan fee untuk terus berinovasi, karena karya mereka rentan untuk disalahgunakan tanpa kompensasi yang adil. Oleh karena itu, perlindungan hak cipta menjadi elemen penting dalam menjaga ekosistem kreatif global, serta memastikan bahwa hak dan kewajiban para pihak yang terlibat diakui dan dihormati. Pengaturan hak cipta terdapat dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 yang mengatur berbagai aspek perlindungan karya intelektual, mulai dari hak moral dan hak ekonomi hingga sanksi atas pelanggaran hak cipta.
   Hak cipta sebagai hasil kemampuan berpikir (intellectual) manusia merupakan ide yang kemudian dijelmakan dalam bentuk ciptaan. Pada ide tersebut melekat predikat intelektual yang bersifat abstrak. Konsekuensinya hak kekayaan intelektual terpisah dengan benda material bentuk jelmaannya. Hukum perdata sendiri mengklasifikasikan benda sebagaiamana dimaksud menjadi dua bagian diantaranya benda material (berwujud) dan immaterial (tidak berwujud). Dalam hal ini, hak kekayaan intelektual termasuk bagian dari benda yang tidak berwujud karena ide merupakan bagian dari sesuatu yang abstrak yang kemudian dapat diwujudkan dalam bentuk benda berwujud maupun tidak berwujud. Misalnya, sebuah karya seni rupa berawal dari ide yang kemudian diwujudkan menjadi sebuah lukisan (ciptaannya berwujud), namun, jika seseorang menciptakan sebuah ide yang kemudian diwujudkan dalam bentuk aplikasi edit video, seperti CapCut, aplikasi tersebut termasuk dalam kategori benda tidak berwujud karena berupa perangkat lunak yang tidak memiliki bentuk fisik tetapi memiliki nilai ekonomi dan fungsional. Dalam konteksnya penjualan akun premium ilegal aplikasi CapCut di platform e-commerce seperti Platform e-commerce mencerminkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di bidang perlindungan hak cipta. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum hak cipta terhadap aplikasi seperti CapCut, dengan fokus pada upaya penegakan hukum dan strategi untuk mengurangi praktik pelanggaran tersebut.
Analisis Kerangka Hukum Hak Cipta di Indonesia
   Perlindungan hak cipta di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Undang-undang ini memberikan dasar hukum yang jelas dan kuat untuk melindungi karya cipta, termasuk perangkat lunak dan aplikasi digital seperti CapCut. Beberapa aspek penting dalam kerangka hukum hak cipta di Indonesia meliputi hak moral dan hak ekonomi.
- Hak moral melindungi pencipta agar tetap diakui sebagai pencipta karya dan mencegah perubahan yang dapat merugikan kehormatan dan reputasinya sifat abadi dan tidak dapat dialihkan. Pada kasus perangkat lunak seperti CapCut, hak moral melindungi pengembang agar tetap diakui sebagai pembuat aplikasi dan mencegah pengubahan perangkat lunak yang dapat mencemarkan reputasi atau integritas aplikasi.
- Hak ekonomi memberikan hak eksklusif kepada pencipta atau pemilik hak cipta untuk mengeksploitasi karya mereka secara komersial. Dalam kasus CapCut, hak ekonomi mencakup pendapatan dari penjualan akun premium atau fitur berbayar dalam aplikasi. Penjualan akun ilegal melanggar hak, karena pelaku menjual akses ke aplikasi tanpa izin pemilik hak cipta, sehingga menyebabkan kerugian finansial. Demikian termasuk hak untuk memperbanyak, mendistribusikan, menampilkan, dan mengkomunikasikan karya kepada publik.
   Masa berlaku hak cipta bervariasi tergantung pada jenis pencipta, namun aplikasi seperti CapCut, yang dikembangkan oleh badan hukum, dilindungi selama 50 tahun sejak peluncurannya sebagai perangkat lunak atau aplikasi.Â
   Pelanggaran hak cipta dapat dikenai sanksi perdata dan pidana. Untuk sanksi pelanggaran hak cipta di Indonesia dapat kita klasifikasikan sebagai berikut:
- Sanksi perdata: sanksi yang diberikan berupa ganti rugi sebagaimana dimaksud pada pasal ( 99 ayat 1). Besaran ganti rugi disesuaikan dengan tingkat kerugian materiil maupun immateriil yang dialami oleh pemilik hak cipta.
- Sanksi pidana: Penjualan akun premium ilegal CapCut dapat dianggap sebagai pelanggaran pidana karena melibatkan distribusi tanpa izin. Maka sanksi yang diberikan adalah penjara maksimal 4 tahun dan denda maksimal Rp 500 juta. sebagaimana diatur dalam Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.
Potensi Pelanggaran Hukum Akibat Penjualan Akun Premium Ilegal
   Selain pelanggaran hak cipta, terdapat potensi pelanggaran hukum lainnya yang menyertai praktik penjualan akun premium ilegal, diantaranya Pertama, penipuan sering terjadi dalam bentuk produk yang tidak sesuai dengan deskripsi. Penjual mungkin menawarkan akun premium yang ternyata tidak berfungsi dengan baik atau aksesnya hanya berlaku untuk waktu yang singkat, tanpa ada tanggung jawab untuk memberikan solusi kepada konsumen. Kondisi ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan karena pembeli telah dirugikan secara materi.
   Kedua, pelanggaran privasi dan penyalahgunaan data pribadi juga menjadi ancaman serius. Dalam beberapa kasus, penjual akun ilegal mungkin memanfaatkan data pribadi konsumen untuk tujuan yang tidak sah, seperti manipulasi akun, pencurian identitas, atau bahkan tindakan kriminal lainnya. Hal ini melanggar hak konsumen atas privasi dan bertentangan dengan regulasi perlindungan data pribadi yang mulai diberlakukan di Indonesia.
   Ketiga, praktik ini juga berpotensi melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Jika penjual menggunakan metode peretasan, manipulasi data, atau penyebaran informasi palsu untuk menciptakan dan memasarkan akun premium ilegal, tindakan tersebut melanggar ketentuan UU ITE Pasal 30 tentang akses ilegal ke sistem elektronik dan Pasal 28 tentang penyebaran informasi yang menyesatkan.
  Pelanggaran tersebut juga terjadi dalam konteks garansi akun bermasalah. Jika pembeli ingin mendapatkan garansi, penjual mewajibkan pembeli memberikan penilaian bintang lima. Jika tidak, garansi akan hangus. Praktik ini melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), yang melarang pelaku usaha untuk memasukkan klausula baku yang merugikan konsumen.
Dampak dari Pelanggaran HukumÂ
   Pelanggaran hak cipta memiliki sejumlah dampak yang merugikan baik bagi pemilik hak cipta, masyarakat, maupun ekonomi secara keseluruhan. Pemilik hak cipta mengalami kerugian ekonomi karena kehilangan pendapatan yang seharusnya mereka peroleh dari penjualan atau lisensi karya mereka, yang juga mengurangi insentif untuk terus menciptakan karya-karya baru. Dalam konteks ekonomi, pelanggaran hak cipta mengurangi pendapatan pajak bagi pemerintah dan menurunkan kontribusi sektor kreatif terhadap PDB. Dampaknya pada inovasi dan kreativitas sangat besar karena pelanggaran hak cipta mengurangi motivasi bagi pencipta dan inovator untuk mengembangkan karya-karya baru, mengingat risiko tinggi karya mereka disalahgunakan tanpa kompensasi yang adil.
   Selain itu, produk atau layanan yang dijual secara ilegal sering kali tidak memenuhi standar kualitas dan keamanan yang sama dengan produk asli, sehingga pengguna yang membeli produk ilegal dapat mengalami masalah seperti gangguan layanan atau risiko keamanan data. Konsumen yang membeli produk ilegal mungkin juga tidak mendapatkan dukungan pelanggan resmi atau jaminan kualitas, dan mereka berisiko menghadapi tindakan hukum jika terlibat dalam penggunaan produk ilegal. Pelanggaran hak cipta juga dapat merusak reputasi perusahaan atau individu yang karyanya disalahgunakan, berdampak negatif pada brand image dan kepercayaan konsumen.
   Pelanggaran hak cipta dapat dikenai sanksi pidana dan perdata, termasuk denda dan/atau penjara bagi pelanggar. Proses hukum ini juga dapat memakan waktu dan biaya yang signifikan bagi semua pihak yang terlibat. Secara keseluruhan, pelanggaran hak cipta berdampak negatif pada berbagai aspek, dari ekonomi hingga sosial, dan menghambat perkembangan sektor kreatif serta inovasi. Oleh karena itu, perlindungan hak cipta dan penegakan hukum yang tegas sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang mendukung kreativitas dan inovasi yang berkelanjutan.
Peran Pemerintah dalam melindungi Hak Kekayaan Intelektual
   Peran pemerintah sangatlah penting dalam melindungi hak kekayaan intelektual (HKI), yang mencakup hak cipta, paten, merek dagang, dan desain industri. Pemerintah bertugas menetapkan undang-undang dan regulasi yang memberikan landasan hukum kuat bagi perlindungan HKI, seperti Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Selain itu, pemerintah melalui lembaga-lembaga terkait, seperti Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), melakukan pengawasan dan penegakan hukum untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan HKI.
   Pemerintah juga bekerja sama dengan berbagai lembaga nasional dan internasional, termasuk platform e-commerce seperti Platform e-commerce, untuk mencegah penjualan produk ilegal dan melindungi hak cipta. Selain itu, pemerintah menjalankan kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai pentingnya HKI, dengan harapan masyarakat lebih menghormati hak cipta dan membeli layanan dari sumber resmi.
   Penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta adalah kunci untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat. Pemerintah melalui DJKI dan aparat penegak hukum lainnya secara aktif menyelidiki dan menindak kasus pelanggaran hak cipta. Langkah ini mencakup pengumpulan bukti dan investigasi, penindakan tegas terhadap pelanggar melalui tuntutan hukum dan sanksi, serta monitoring dan evaluasi regulasi untuk memastikan implementasi yang efektif dan identifikasi area yang membutuhkan perbaikan.
Peran Penyedia Platform E-Commerce Dalam Melindungi Hak Kekayaan Intelektual
   Peran platform dalam menampung penjualan berbagai barang, baik yang bersifat material maupun immaterial, perlu memperketat pengawasan dan kebijakan terkait perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI). Platform e-commerce harus memastikan bahwa semua produk yang dijual di situs mereka telah memenuhi persyaratan hukum, beberapa pertimbangan dalam meloloskan verifikasi. Langkah-langkah yang dapat diambil meliputi verifikasi penjual untuk memastikan bahwa penjual yang beroperasi di platform adalah pihak yang sah dan memiliki izin yang diperlukan untuk menjual produk mereka, pengawasan produk dengan menggunakan teknologi canggih untuk memantau dan mendeteksi produk yang melanggar HKI, serta menerapkan kebijakan dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran HKI, termasuk menghapus produk ilegal dari platform dan menutup akun penjual yang berulang kali melanggar aturan. Selain itu, edukasi pengguna tentang pentingnya menghormati HKI dan dampak negatif dari pelanggaran HKI juga sangat penting, serta kerja sama dengan otoritas untuk menangani pelanggaran HKI dan mengambil tindakan hukum yang diperlukan terhadap pelanggar.
Rekomendasi Terhadap RegulasiÂ
   Untuk meminimalkan pelanggaran hak cipta, khususnya dalam konteks penjualan akun premium ilegal aplikasi CapCut, diperlukan penguatan regulasi yang mencakup beberapa aspek penting. Pemerintah perlu memperkuat implementasi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan meningkatkan koordinasi antarinstansi dan pengawasan terhadap platform e-commerce. Kerja sama yang lebih erat antara pemerintah dan platform digital seperti Platform e-commerce menjadi penting untuk memastikan legalitas produk yang dijual, termasuk menyediakan sistem pelaporan yang efektif agar masyarakat dapat melaporkan pelanggaran hak cipta. Penggunaan teknologi canggih, seperti kecerdasan buatan, juga perlu didorong untuk membantu mendeteksi dan menghapus konten ilegal secara lebih efisien. Selain itu, kampanye edukasi publik harus dilakukan secara masif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghormati hak cipta serta dampak negatif dari pembelian produk ilegal. Untuk memberikan efek jera, sanksi terhadap pelanggaran hak cipta perlu ditingkatkan, baik berupa denda progresif maupun hukuman pidana bagi pelanggar berulang. Pemerintah juga dapat memberlakukan sistem registrasi digital terpadu untuk produk aplikasi guna memudahkan identifikasi dan pemantauan legalitasnya. Di sisi lain, insentif bagi pengembang aplikasi seperti keringanan pajak atau dukungan finansial dapat diberikan untuk mendorong inovasi yang sesuai dengan regulasi. Terakhir, kolaborasi internasional juga perlu diperkuat mengingat pelanggaran hak cipta sering kali melibatkan pihak lintas negara, melalui perjanjian bilateral atau multilateral yang mendukung pertukaran informasi dan teknologi untuk memerangi pelanggaran hak cipta secara global. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan perlindungan hak cipta dapat lebih efektif, sehingga tercipta ekosistem digital yang sehat dan mendukung keberlanjutan inovasi teknologi.
Kesimpulan
   Pelanggaran hak cipta, seperti penjualan akun premium ilegal aplikasi CapCut di platform e-commerce, mencerminkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dalam melindungi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia. Praktik ini tidak hanya merugikan pemilik hak cipta secara ekonomi, tetapi juga menciptakan dampak negatif pada inovasi, kepercayaan konsumen, dan ekosistem digital secara keseluruhan. Berdasarkan analisis terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, penjualan akun premium ilegal melanggar hak moral dan hak ekonomi pengembang aplikasi, serta berpotensi melibatkan tindak pidana lain seperti penipuan, pelanggaran privasi, dan akses ilegal yang diatur dalam UU ITE, juga melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) karena mencantumkan klausul baku yang merugikan konsumen. Peran pemerintah menjadi sangat penting dalam memperkuat regulasi, meningkatkan pengawasan, dan memastikan penegakan hukum yang tegas. Selain itu, penyedia platform e-commerce perlu berkontribusi secara aktif melalui pengawasan produk, penerapan teknologi pendeteksi pelanggaran, dan kerja sama dengan otoritas untuk menindak pelanggaran HKI. Kampanye edukasi publik dan pemberian insentif kepada pengembang aplikasi juga menjadi langkah strategis untuk membangun kesadaran masyarakat dan mendorong inovasi yang legal. Dengan kolaborasi lintas sektor, termasuk pemerintah, platform digital, dan masyarakat, serta dukungan regulasi yang kuat dan implementasi teknologi canggih, diharapkan perlindungan hak cipta dapat lebih optimal. Langkah-langkah tersebut tidak hanya membantu menciptakan ekosistem digital yang sehat, tetapi juga memastikan keberlanjutan inovasi dan kontribusi sektor kreatif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan global.
Â
Referensi:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)
https://www.capcut.com/clause/creator-agreement?lang=en
Khwarizmi Maulana Simatupang, 'Tinjauan Yuridis Perlindungan Hak Cipta Dalam Ranah Digital', Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 15.1 (2021), 67 .
Syahriana Hannan and others, 'Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Layanan Aplikasi Premium Yang Diperoleh Dari Pihak Ketiga', Diponegoro Private Law Review, 10.2 (2023), 198--222.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H