Demikian pula agama, segala atribut, gejala, perilaku, gagasan yang identik dengan keagamaan maka tidak bisa dilihat dengan kaca mata kuda, yakni melihat sesuatu dengan realitas apa adanya tanpa memahami makna mendalam yang terkandung didalamnya, memahami agama dengan berhenti pada simbol akan mengaburkan pandangan terhadap substansi agama, jika gejala agama hanya dipandang sesuai realitas apa adanya maka orang akan mengatakan "Tuhan umat islam ada diatas kubah terkurung dalam lingkaran besi", atau "umat kristiani beribadah menyembah patung yesus".Â
Adanya kajian keagamaan (studi agama) yang dilakukan melalui berbagai pendekatan keilmuan seperti antropologi agama, sosiologi agama, psikologi agama dan yang lainnya menandakan bahwa melalui simbol yang dikandungnya agama memiliki fungsi dan nilai yang dapat mempengaruhi struktur sosial, politik budaya dan segala dimensi kemanusiaan lainnya.
Sakralitas simbol agama
Simbol berfungsi mengubah keadaan yang profan (biasa saja) menjadi sakral (disucikan), sebagai contoh orang Indonesia akan marah jika bendera merah putih dijadikan keset atau ada sebuah keset yang berwarna merah putih, keset yang semula hanya benda biasa dan mungkin tanpa alasan seseorang memilih warna merah putih untuk dijadikan keset, namun ketika warna tersebut sudah menjadi simbol (dalam hal ini sebagai warna bendera negara Indonesia) maka timbulah sifat sakral dalam warna tersebut.Â
Sakralitas simbol lebih tegas lagi jika memasuki ranah keagamaan, Ka'bah yang jika dilihat secara profan merupakan bangunan biasa, namun karena menjadi simbol atas suatu keagamaan maka Ka'bah disifati sakral oleh umat muslim, dianggap sebagai objek yang suci dan harus dihormati.
 Eliade menyebut hierophany sebagai upaya dari yang sakral untuk menunjukkan eksistensinya kepada manusia. Lantaran dimensi manusia dan yang transenden tersebut berbeda maka sakral membuatnya menjadi dekat dan tersentuh. Walaupun di satu sisi Ka'bah sampai saat ini hanyalah seonggok batu, namun umat Muslim tak akan beranggapan sesederhana itu. Ka'bah disucikan dan diagungkan dalam Islam.Â
Semua bermula dari hierophany. Ka'bah ketika disentuh oleh yang sakral maka objek yang profan ini akan berubah. Ka'bah bukan hanya sekedar batu biasa, tapi sebuah objek suci dan menakjubkan, dan di dalamnya terkandung yang Sakral.[4] Sakralitas simbol agama juga terdapat pada ruang dana waktu, ada beberapa tempat dan waktu yang disucikan dalam tradisi agama, seperti masjidil haram dan bulan ramadhan.
Karena bahasa bersifat arbitrer dan makna simbol bersifat konvensional (sesuai kesepakatan masyarakat tertentu) maka masalah lain muncul dalam sakralitas simbol agama. Dalam tradisi agama budha para janda memakai pakaian berwarna putih yang menandakan suasana berkabung, namun hal berbeda terdapat dalam tradisi kristen, perempuan yang memakai pakaian berwarna putih adalah para pengantin, sedangkan pakaian yang digunakan untuk berkabung adalah berwarna hitam, hal lain juga didapati dalam tradisi agama islam, beberapa pemimpin agama islam menganjurkan perempuan agar berbusana hitam dan tidak tergantung pada kondisi berkabung ataupun tidak.Â
Contoh lebih jelas kita dapati dari adanya ritual keagamaan islam pada bulan tertentu menyembelih hewan kambing, sapi atau unta yang disebut sebagai kurban, namun dalam tradisi agama hindu justru sapi disakralkan dan haram hukumnya memakan sapi.
Â
Disfungsi simbol dan kematangan beragama.