Mohon tunggu...
M Rivaldi Husaini Hardiansyah
M Rivaldi Husaini Hardiansyah Mohon Tunggu... Novelis - International Relations Enthusiast

Still Take Out an Negative Thinking Percaya pada setiap proses. Kesetiaan adalah kunci dari kesuksesan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dilema Perkembangan Nuklir Dikawasan Asia Timur

15 September 2024   23:00 Diperbarui: 16 September 2024   00:39 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ancaman nuklir yang saat ini tengah terjadi di lokasi yang strategis di semenanjung korea melibatkan kedua negara bersaudara tersebut yakni korea selatan dan korea utara apabila kita melihat secara geografis letak daerah ini berada diantara negara Jepang, China dan juga Russia. Secara garis besar dapat diketahui perbedaan ideologi masih menjadi isu penting sebab kedua daerah ini di latarbelakangi oleh kedua negara yang pernah terlibat perang dingin. Awal mula korea utara hanya mendapatkan pengetahuan berupa teknologi nuklir dari Uni Soviet pada tahun 1960 yang difokuskan hanya untuk pengembangan energi. Namun tanggapan itu perlahan berubah hingga fokusnya berubah ke arah pengembangan senjata nuklir (Rahma E.A.J, 2023)

Ancaman nuklir pertama kali dimulai saat korea utara pada tahun 1990 mereka mengembangkan project nya berupa senjata pemusnah massal, dengan cara mengembangkan reactor nuklir yang ada di Yongbyon. Diketahui juga pada saat itu mereka menggunakan bahan uranium untuk mengembangkan nuklirnya, sehingga hal tersebut memicu seluruh negara yang ada di dunia, khususnya negara Amerika Serikat. Tindakan diplomatik yang dilakukan Amerika Serikat saat itu adalah menyepakati perjanjian The Agreed Framework pada tahun 1994, yang isinya secara umum adalah Korea Utara sepakat untuk menghentikan program senjata nuklirnya dengan syarat korea utara mendapatkan bantuan ekonomi dan energi.  

The Agreed Framework merupakan upaya terakhir untuk membatasi dan mengakhiri konflik berkepanjangan khususnya pengembangan senjata nuklir. Perjanjian ini tidak mampu bertahan lama karena Korea Utara terus mengupayakan pengembangan misil jarak jauh atau dikenal dengan ICBM (Inter-Continental Ballistic Missiles), adanya pengembangan ICBM inilah yang menjadi faktor utama runtuhnya perjanjian The Agreed Framework karena uji coba missil jarak jauh melintasi negara Jepang dan mendarat di sebelah barat pulau Hawai yang dalam hal ini merupakan wilayah kekuasaan Amerika Serikat. Akhirnya karena pada tahun 2002 Amerika Serikat menyatakan bahwa Korea Utara telah berupaya untuk meninggalkan perjanjian The Agreed Framework. Dalam hal ini banyak terjadi dilemma keamanan internasional di Kawasan Asia Timur termasuk Amerika Serikat karena bukan tidak mungkin apabila Korea Utara akan lebih jauh mengembangkan senjata pemusnah massal (Syahrin, 2008).

Security Dilemma merupakan suatu Tindakan negara lain terhadap satu negara yang mengupayakan perlindungan mereka dengan cara mengembangkan kekuatan militer, membangun aliansi dengan negara lain yang kemudian negara tetangga atau negara yang berada di satu Kawasan dengan negara tersebut merasa terancam dan mengambil Tindakan yang serupa (Paul, 1999).

Menurut John H Herz upaya self-help yang dilakukan negara untuk memperkuat militernya, terlepas dari niatnya yang didasarkan pada keamanan negara sendiri justru meningkatkan rasa tidak aman bagi negara lain yang kemudian menafsirkannya sebagai ancaman (Herz, 1951). Adapun menurut Jervis negara dapat menyikapi isu keamanan internasional nya dengan 4 urutan yang pertama membangun aliasni/Kerjasama dengan negara lain, kedua memperkuat militer dengan cara melucuti kekuatan militer negara lain, yang ketiga saling memperkuat kekuatan militer sehingga menimbulkan dampak kemungkinan perang yang tinggi dan keempat dilucuti kekuatan militer dan negara yang lainnya di berikan senjata dan perkembangan militer (Jervis, 1978).

Sebagai tempat yang strategis, korea selatan  akan dibantu oleh Jepang dan Amerika Serikat terlebih Korea Selatan juga sudah pernah melakukan Kerjasama dengan Amerika Serikat sejak awal mulanya perang dingin hingga saat ini, Jepang juga akan mengambil Tindakan yang serupa terhadap kebijakan Kerjasama bilateral dengan Korea Selatan, Jepang menilai tendensi politik keamanan internasional patut untuk dipertimbangkan untuk keamanan negara mereka. Korea Utara juga melakukan hal serupa memiliki hubungan Kerjasama dengan Ex-USSR (Russia) dan negara yang satu pemahaman ideologi denganya yakni China. (Reza, 2023 )

Banyak Kerjasama yang telah dilakukan antara China dan Korea Utara, selama perang korea berlangsung China memberikan dukungan militer kepada Korea Utara tentara tiongkok secara langsung terlibat dalam pertempuran melawan pasukan PBB dan Amerika serikat, tak hanya sampai disitu juga Pada tahun 1961 China dan Korea Utara menandatangani perjanjian Kerjasama dan bantuan timbal balik yang menyatakan apabila salah satu dari kedua negara tersebut terkena serangan  maka negara yang lain akan memberkan bantuan militer, kemudian kerjasamma dibidang teknologi dan Latihan militer serta dukungan tidak langsung berupa memberikan bantuan ekonomi dan bahan bakar dalam pengembangan teknologi senjata Nuklir. Negara Russia juga memberikan bantuan secara militer namun bedanya mereka telah melakukan Kerjasama secara tertutup, Russia juga memberikan dukungan dan bantuan dalam persenjataan program rudal balistik di Korea utara. (Widiastutie, 2024 )

Ancaman nuklir Korea Utara di kawasan Asia Timur memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas regional dan keamanan global. Program nuklir Korea Utara telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, dengan uji coba rudal balistik dan peningkatan kemampuan nuklir yang secara langsung mengancam negara-negara tetangganya, seperti Korea Selatan, Jepang, dan bahkan potensi untuk mencapai wilayah Amerika Serikat. Ancaman utama ditujukan kepada Korea Selatan, yang berbatasan langsung dengan Korea Utara. Konflik di Semenanjung Korea berisiko memicu eskalasi militer yang dapat berujung pada konflik nuklir. 

Korea Utara sering kali menggunakan retorika ancaman terhadap Korea Selatan dan meningkatkan ketegangan dengan melakukan uji coba rudal yang dapat membawa hulu ledak nuklir. Jepang juga menjadi target ancaman Korea Utara, terutama dengan uji coba rudal balistik yang beberapa kali melintasi wilayah udara Jepang. Ini memicu peningkatan sistem pertahanan dan langkah diplomatik dari Jepang untuk mencari perlindungan lebih besar, termasuk memperkuat hubungan militernya dengan Amerika Serikat. Meskipun China adalah sekutu tradisional Korea Utara, perkembangan program nuklir Pyongyang menimbulkan dilema bagi Beijing. 

China menginginkan stabilitas di kawasan tersebut, tetapi tidak mendukung senjata nuklir Korea Utara karena berpotensi memicu perlombaan senjata di Asia Timur. Ketegangan ini mempersulit hubungan trilateral antara China, Korea Utara, dan Amerika Serikat. Ancaman nuklir Korea Utara menciptakan ketidakpastian di kawasan Asia Timur, mendorong negara-negara tetangga untuk memperkuat pertahanan dan bahkan mempertimbangkan langkah-langkah ofensif. Amerika Serikat, sebagai sekutu utama Korea Selatan dan Jepang, terus memperkuat kehadiran militernya di wilayah tersebut melalui latihan militer gabungan dan pemasangan sistem pertahanan rudal seperti THAAD (Terminal High Altitude Area Defense). Jika ketegangan tidak dikelola dengan baik, ancaman nuklir Korea Utara bisa memicu perlombaan senjata di Asia Timur. Negara-negara seperti Korea Selatan dan Jepang mungkin tergoda untuk mengembangkan program nuklir mereka sendiri sebagai tanggapan terhadap ancaman dari Pyongyang, meskipun ini sangat tidak diinginkan secara global (Fatkurrohman, 2012)

Perkembangan terbaru terkait program nuklir Korea Utara menunjukkan peningkatan signifikan dalam kemampuan nuklir negara tersebut. Pada September 2024, Kim Jong Un mengunjungi fasilitas pengayaan uranium yang sangat rahasia dan untuk pertama kalinya secara publik menampilkan deretan sentrifugal yang digunakan untuk memproduksi bahan bakar bom nuklir. Ini menunjukkan komitmen Korea Utara untuk memperkuat persenjataan nuklirnya, dengan tujuan meningkatkan jumlah senjata nuklir mereka secara eksponensial. (Dewi, 2024)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun