Hanya dengan keyakinan pribadi yang berlandaskan pada iman, kita berani menceburkan diri pada Tuhan, dengan rasa aman dan bahagia. Hidup manusia akan berakhir dengan kebahagiaan abadi, kalau ia sudah berada dalam tahap eksistensi yang religius. (Zainal, Filsafat Manusia, : 152).Â
Namun, jika akal dibuang sepenuhnya. Bagaimana kita akan memikirkan atau mengetahui apakah hal itu benar perintah Tuhan atau tidak?
 Bagaimana kita akan dapat memahami perintah-perintah Tuhan dalam wahyu yang ia turunkan?
 Bagaimana manusia dapat mengenali petunjuk yang diberikan Tuhan padanya?
Menurut penulis tahap religius bukanlah tahap dimana akal tidak dibutuhkan. Melainkan adalah tahap tunduknya manusia pada imannya. Termasuk akalnyapun ia tundukkan pada imannya. Karenan ada beberapa hal yang harus kita percayai dengan iman semata sebab tidak terjangkau akal manusia.
Namun, akal tetap dibutuhkan dalam memikirkan tanda-tanda atau petunjuk yang diberikan Tuhan untuk manusia. Yang dengan petunjuk itu, manusia bisa mendapatkan kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.Â
Tahap ini adalah tahap dimana manusia melakukan sesuatu karena imannya kepada Tuhan. Dan dengan iman manusia akan berbuat baik karena mengharapkan pahala dari Tuhan. Dan menjauhi yang jahat karena tidak ingin mendapatkan balasan yang buruk dari Tuhan. (Hamka, Dari Hati ke Hati, : 152).
Sehingga manusia yang beriman, akan berusahah memperbagus kualitas hidupnya. Karena imannya mengatakan hidup adalah anugrah yang besar dari Tuhan. Karenanya hidup ini jangan sampai disia-siakan. Wallahu 'alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H