Mohon tunggu...
RiuhRendahCeritaPersahabatan
RiuhRendahCeritaPersahabatan Mohon Tunggu... Freelancer - A Story-Telling

Tidak ada cerita seriuh cerita persahabatan (dan percintaan)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Biarkan Orang Menilaimu, Ga

28 Juni 2023   20:47 Diperbarui: 28 Juni 2023   20:49 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raga mencoba memperbaiki posisi duduknya. Ini yang ketigakalinya ia menggeser bokongnya ke kanan dan ke kiri. Dan yang terakhir inipun belum pas dirasakannya.

Nuke mengamati sejak tadi aksi Raga. Menurutnya, tidak ada yang salah dengan kursi yang diduduki Raga. Mungkin sohibnya memakai celana jins yang kesempitan, seperti ia dulu pernah salah pakai celana dan jadi tidak nyaman sepanjang hari.

Tapi intuisi Nuke tidak ke arah sana. Sepertinya, Raga sedang gelisah. Tapi gelisah tentang apa, ia belum tahu.

Setahun belakangan, Nuke merasa ia jadi lebih peka tentang apapun. Sejak hanya melepaskan keharusan menenggak bir dan minuman alkohol lainnya. Juga sejak tidak lagi sebatangpun rokok ia hisap.

Ia berterimakasih tak terhingga kepada kakak sematawayangnya yang rela berdoa dan  berpuasa berbulan-bulan, supaya adiknya ini lepas dari adiksi rokok. Kalau adiksi alkohol, orang rumahnya tidak ada yang tahu. Tapi begitu cengkeraman rokok terlepas, saat itu juga ia merasa pahit terhadap bir dan teman-temannya.

Hari dimana Nuke merasakan kelepasan, ia merayakannya dengan menyumbangkan setengah koleksi pakaiannya ke panti asuhan. Sebuah kegembiraan dan rasa syukur pecah dan membuncah. 

Lalu ia mengabarkannya kepada Raga. Raga lelaki dan ia perempuan, tak canggung untuk menjadi sahabat. Bukan pacar atau pasangan romantis. Dan Raga terbelalak ketika mendengar Nuke sudah tidak lagi merokok dan minum, 'hanya' berkat doa dan puasa kakaknya.

"Ya, tapi dia dan puasa itu butuh effort banget Ga," ujar Nuke. Ibaratnya, lanjut gadis itu, waktu berdoa kita sedang merontokkan kemelekatan yang menguasai orang itu, atau diri kita.

Raga percaya itu. Makanya, ia bersyukur ketika masih usia belia dulu, teman2nya menakut-nakuti dia tentang bahaya rokok dan alkohol. Dan ia memang takut. Takut yang bermanfaat di sepanjang hidupnya. 

Tapi masih ada yang mengganjal di hatinya. Rani, kakak sulungnya sering sekali membully dia perihal kebiasaannya me time pagi-pagi. Macam-macamlah ujaran si Rani. Nanti rejeki dipatok ayamlah, doyan sekali ngendok (bertelur)lah, sampai dibilang cowok ga jelas. Feminim bukan, maskulin juga bukan. Olokan yang terakhir inilah yang membuatnya dongkol. 

Raga sangat kesal sejak ibu sudah tidak bersama mereka lagi. Sekarang, Ranilah yang menjadi bos di rumah dan mulai mengatur seluruh penghuni rumah, mulai urusan makan sampai aktivitas pribadi.

Rumah mereka cukup besar, sayang kalau tidak ditinggali. Begitu pikir Raga setiap kali godaan untuk pergi dari rumah datang. Lagipula, semua orang sudah melakukan tanggungjawabnya masing-masing, termasuk soal keuangan. Kenapa si kak Rani masih nyinyir kepada satu persatu orang di rumah ini?

Akhirnya, Raga bercerita juga apa yang menggondelinya selama ini.

"Ohhh, jadi itu kejengkelanmu Ga?" tanya Nuke.

"Iya Ke, aku bawaannya mau marah terus kalo ada kak Rani. Dia kayak ibu tiri ..."

Hahahaha

Nuke tak bisa menahan tawanya ketika mendengar julukan yg disematkan Raga kepada kakaknya. Ia tahu, Rani cukup galak di rumahnya. Mungkin lebih tepatnya, kelewat maskulin. Pernah terbersit di benak Nuke, kenapa Raga tidak balik mengatai kakaknya itu maskulin ga jelas juga ya.

Tapi tunggu dulu. Nuke ingin tahu kelanjutan keluh-kesah Raga.

Kak Rani paling ga tahan kalau lihat adik-adiknya santai. Maunya dia, gesit dan selalu terllihat sedang aktif bekerja. Boleh nonton tapi di jamnya. Sore atau malam. Kamu lihat tuh Ke, kakak macam apa itu. Ngatur2 orang seenak dia. Rumah yang kami tempati kan rumah ayah. Siapa saja boleh tinggal asalkan melakukan apa yang sudah disepakati.

FYI, kakak Raga itu tidak menikah. Hmmm, lebih tepatnya, pernah menikah singkat lalu berpisah dengan suaminya dan kemudian tinggal di rumah orangtuanya sampai sekarang. Rani perempuan yang sigap dan gesit, selalu bisa diandalkan dalam segala urusan. Berbanding terbalik dengan adik-adiknya yang rata-rata santai dan apa adanya dalam menjalani hidup.

Tapi Rani tidak suka kalau dengan style adik-adiknya. Begitu pun sebaliknya, para adik tidak betah dinyinyiri terus oleh sang kakak. Makanya, hanya Raga yang masih tinggal di rumah besar itu. Itupun dengan perasaan yang selalu makan hati.

"Aku harus gimana, Ke?"

Hmmm, gimana ya? Menurutku sih, biarkan orang menilaimu. Jadi diri sendiri aja Ga. Perjalanan hidup setiap orang kan tidak sama. Kamu nyaman dengan aktivitas me time berjam-jam setiap pagi, karena ...

di situlah kamu memperkuat kehidupan batinmu. Di saat-saat itulah kamu mendapat banyak sekali insight untuk mengambil keputusan dan kemudian bergerak sesuai kata hatimu. Di sana, kamu fokus terhadap diri kamu. Namun sekaligus tahu, apa yang tengah terjadi pada hidup kamu. Kamu tahu siapa yang sedang berusaha mencurangimu, siapa yang dengan tulus membantumu, siapa orang-orang baik yang ada di lingkar pertemananmu. 

Kamu pun akan semakin mengenal lebih dalam siapa diri kamu. Apa saja kekeliruan yang kamu lakukan selama ini, lalu kepada siapa kamu harus minta maaf, siapa saja orang2 menyebalkan yang perlu  kamu maafkan. Dan ....

"Dan ....?" Raga tak sabar bertanya.

"Apa saja yang perlu kamu lepaskan. "

Raga menghela nafas ketika menyimak penjelasan Nuke. 

"Betul Ke, aku mengalami apa yang kamu bilang itu. Aku merasa 'penuh' setiap kali berada di kamarku berjam-jam. Dan akan terkuras lagi begitu ketemu kakakku."

"Kak Rani tampaknya sedang butuh dicharge ulang ya Ga," ujar Nuke sambil tertawa.

"Iya kayaknya ..."

Teruskan habitmu Ga, aku kenal kamu kok. Kalaupun misalnya ga tahan lagi dengan gangguan kak Rani, yaaaah kamu tahu apa harus kamu lakukan, bukan?

Hehe. Raga tertawa. Tapi kali ini sudah tidak lagi mengubah-ubah posisi duduknya. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun