Mohon tunggu...
RiuhRendahCeritaPersahabatan
RiuhRendahCeritaPersahabatan Mohon Tunggu... Freelancer - A Story-Telling

Tidak ada cerita seriuh cerita persahabatan (dan percintaan)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bersediakah Kamu berubah demi Aku (1)

29 Desember 2018   14:07 Diperbarui: 29 Desember 2018   17:12 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


SAYA PESAN MENU CURHAT SATU PORSI. TIDAK PAKE LAMA YA ...

Yuri mengirim pesan. Ia ingin bercerita sesuatu. Ini tawaran menarik sebetulnya. Tapi saya sedang terburu-buru menyelesaikan dua proposal proyek. "Aku minta waktu dua hari ya Ri. Setelah selesai dengan proyek sesuap nasi ini," pinta saya.

Yuri mengiyakan. Meski demikian saya tetap menanyakan topik apa yang hendak dicurhatin. Yuri membalas, "Bram tadi mengajaku bertemu di mall Anggrek Platina, dan dia mengatakan sesuatu yang membuat aku terharu."

Welll, Bram kan ex kekasihnya. Bagaimana kalau Frans tahu? Frans itu pacarnya sekarang.

"Frans tahu kok, Dis," Yuri seperti tahu isi hati saya. "Dia mengizinkan aku bertemu Bram. Aku malah ingin dia mengantarku ke Angtina dan menunggu di parkiran." Angtina adalah akronim nama mall itu.

"Tapi dia bilang, lebih baik aku pergi sendiri untuk menghormari Bram katanya."

"Memangnya kalian ini mau membahas apa sih? Sepasang mantan kekasih bertemu jam 7 malam di mal jadul itu." Ah, mungkin Angtina sudah kembali jadi mall modern.

"Nanti saja, dua hari lagi setelah proposal penting itu kamu selesaikan Dis."

Sialan deh Yuri. Sukses membuat saya penasaran. Tapi saya harus konsekuen dengan permintaan saya sendiri, bersabar sampai dua hari ke depan setelah proposal ini selesai. Menu curhat pesanan Yuri baru bisa saya terima dua hari ke depan.

***

APALAGI, PUTUSNYA MEREKA KARENA ..... GUBRAKKK!

"Aku pengecut banget ya Dis." Yuri memulai obrolan kami dengan kalimat itu. Yuri, seperti janjinya, dua hari kemudian menelepon saya. Kami tak bisa bertemu langsung. Sayang juga sih. Padahal saya lebih suka kalau mendengar curhatan orang bukan di telepon, apalagi pesan singkat, melainkan bertemu langsung. Tetapi Yuri tidak bisa.

Kalimat pembuka Yuri terdengat provokatif di telinga saya.

"Kenapa kamu merasa pengecut Ri?" cecar saya.

"Waktu Bram mengajak bertemu, aku sempet menolak. Nggak enak sama Frans. Lagian, aku mau menghindari hal-hal yang tidak diinginkan ..." terang Yuri.

"Hal-hal yang tidak diinginkan atau hal-hal yang diinginkan?" canda saya.


"Ah kamu itu. Serius. Aku jaga banget hal yang satu ini ... !"

"Oke, oke. Aku mengerti. Kamu takut, kalau ketemu sama Bram terus kamu suka lagi sama dia."

"Nah, kamu ngerti itu."

"Iya, tapi kenapa kamu bilang bahwa kamu pengecut di hadapan dia?"

"Si Bram bilang bahwa dia ingin menjelaskan sesuatu ke aku. Sesuatu yang merupakan kesalahan dia di masa lalu. Nah, aku kan semakin takut. Menurutku, sudahlah. Kenapa juga mengungkit-ungkit masa lalu."

"Ohhh, pengakuan dosa nih ceritanya?" goda saya.

"Nggak gitu-gitu banget juga sih. Intinya, dia merasa mendapat pelajaran penting setelah kami putus."

"Lho, bagus kan? Seseorang menyadari sesuatu yang penting dari masalah hidupnya, yaitu putus sama kamu."

Yuri terdiam sesaat. Saya bisa mendengar desah nafasnya di ujung telepon.

"Masalahnya, aku tidak siap berhadapan dengan kesalahanku sendiri ketika bertemu sama dia. Kamu tahu kan, putusnya kami karena aku yang ......" Yuri tidak melanjutkan.

Iya, saya paham.

Kami, teman-teman dekat Yuri tahu bahwa sebelum ia resmi putus dari Bram, Yuri sudah lebih dulu dekat dengan Frans, pacarnya sekarang.


"Jadi kamu takut Ri, kalo bertemu Bram yang menyadari kesalahannya dan menjadikan itu pelajaran berharga buat dia, otomatis kamu pun berhadapan dengan kesalahanmu sendiri?"

"Iya, kira-kira begitulah..." jawab Yuri pasrah.

"Tapi kamu kan sudah minta maaf sama Bram waktu itu?"

"Iya, sudah. Tapi aku masih agak merasa bersalah dengan kejadian itu. Aku tidak berterus terang kepada Bram kalau aku sebetulnya tidak bisa jadi diri sendiri selama berpacaran dengan dia."

Kini saya yang terdiam.

Bram itu pria tampan dan disukai banyak perempuan. Sebelum dengan Yuri, Bram sudah dekat dengan banyak sekali teman perempuan. Ada yang berpacaran resmi, ada juga yang sekedar akrab saja. Rarta-rata mantan pacar Bram cantik. Sedangkan Yuri, menurut saya tidak secantik mantan-mantannya Bram.

Saya tidak sedang merendahkan Yuri lho ya. Yuri hanya 'tidak secantik mantan pacarnya Bram'. Itu saja. Dia punya kelebihan lain di luar penampilan fisik. Kami, saya dan teman-teman satu geng bergaul erat, sudah sampai pada tahap 'tanpa topeng'. Kami bebas menjadi diri sendiri.

Jadi ketika Yuri memberi klarifikasi tentang hubungannya dengan Bram, kami semua terkejut. Jadi betul ya mereka berpacaran? Bram sendiri cukup atraktif memperlihatkan kedekatannya dengan Yuri. Kalau Yuri masih banyak menahan diri. Kala itu, ada yang menduga mereka sudah berpacaran, ada juga yang menganggap hanya akrab belaka.

Tapi kehebohan itu cuma sebentar. Setelah semua pihak tahu bahwa Yuri, teman kami yang kalem dan Bram, si cowok ganteng itu jadian, keadaan tenang kembali. Apalagi usia pacaran mereka tergolong awet, dua tahun. Berbeda dengan sejarah pacaran Bram sebelumnya. Paling lama cuma 6 bulan.

Sampai akhirnya, saya mendapat informasi bahwa Yuri putus dengan Bram. Dan yang membuat dada kami sesak, penyebab putusnya mereka adalah orang ketiga. Orang ketiga dari pihak Yuri alias PIL. Gubrakkk.... (bersambung)

gbr: carta-de-michael-blogspot.com

[fiksi daur ulang "Aku mau Kamu berubah, Would You?"/2014]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun