Mohon tunggu...
RiuhRendahCeritaPersahabatan
RiuhRendahCeritaPersahabatan Mohon Tunggu... Freelancer - A Story-Telling

Tidak ada cerita seriuh cerita persahabatan (dan percintaan)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kita Tidak Pernah Kehilangan Romantika di Sini

5 Januari 2018   00:46 Diperbarui: 5 Januari 2018   14:49 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hubungan kami tidak penuh dengan rencana-rencana. Biasa saja. Tapi ia membuatku terkejut dengan kunjungannya ke rumah orangtuaku sambil membawa ketiga anaknya. Aku tidak tahu ia ke sana. Sepupuku yang memberitahu kalau minggu lalu ada "teman kak Tina" datang berkenalan dengan keluargaku. Sambutan Mama Papaku sangat baik dan kata mereka, kalau bisa segera saja ditentukan tanggalnya.

Ingin rasanya aku mengacak-acak rambutnya, Nanda. Pasti langsung kribo. Ia tanpa izinku, langsung menemui orangtuaku. Dan karena Roman pandai mengambil hati, keluarga kami menerima tanpa ragu. Pikirku tadinya, aku bakal membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mempertimbangkan 'lamaran' Roman. Ternyata tidak, aku hanya butuh 3 minggu saja untuk menerima dia. Maka persiapan pernikahanpun segera dilaksanakan. Aku rasa, inilah pengalaman paling gila yang pernah ada. Roman tidak pernah menyatakan cinta, bahkan menanyakan apakah aku keberatan menikah dengan dudapun tidak. Ia sok yakin betul untuk bisa menikah denganku.

Tiga bulan kemudian, tepat dua minggu setelah Pedro kehilangan istrinya, aku dan Roman mengikat janji pernikahan. Katamu, Pedro ada di kota ini ya? Sungguh, aku tidak tahu dan bukan salahku kalau aku tidak mengundangnya. Untukmu, aku sempat menitipkan undangan via Gloria waktu dia akan berangkat ke Amerika. Aku mengerti,   kalian tidak mungkin datang ke pesta kami. Tetapi baru kudengar kalau undanganku tidak pernah sampai ke tanganmu. Entah apa sebabnya, aku belum tahu sampai hari ini.

Well Nanda, kami menjalani kehidupan pernikahan mengalir saja. Setiap pagi aku selalu berdoa untuknya dan anak-anak kami. Aku tidak berusaha mengubah apapun. Tetapi aku merasakan romantika di dalam hubungan kami. Roman tidak sepuitis puisi-puisinya. Dia biasa saja kalau berbicara denganku. Tetapi kami menikmati saat-saat ia mengantar Judika dan Angel ke sekolah, sementara si bungsu di rumah bersamaku. Romansa yang sama aku rasakan ketika sorenya aku ke pasar induk untuk membantu pekerjaan suamiku membereskan lapaknya. 

Atau ketika bercengkerama dengan saudara ipar yang sama-sama menjaga lapak di pasar. Aku merasakan romantika yang jauh lebih dalam ketika memeluk pinggangnya erat-erat saat berboncengan dari dan menuju rumah kami. Tak peduli dengan bau keringat. Di rumah, anak-anak sudah mandi dan rapi, karena kami melatih Judika untuk membantu kedua adiknya. Lalu aku memasak dan tepat pukul 18.30 kami sudah duduk di meja makan, menikmati makan malam kami. Judika dan Angel lebih senang belajar sendiri. Aku berduaan dengan Roman  di beranda, asyik mengobrol apa saja.

Menjelang tengah malam aku akan pamit tidur dan ia pamit begadang untuk menulis puisi-puisinya. Pagi aku bangun duluan sambil mempersiapkan Kitab Suci untuk 'sarapan pagi'nya. Tidak ada kata-kata romantis dan rayuan gombal yang keluar dari bibirnya. Juga tidak ada aliran air sungai di hadapan kami. Kami hanya berbincang biasa, berbincang apa saja. Tapi kami tidak pernah merasa kehilangan romantika di sini. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun