Mohon tunggu...
Ritma Yuniasari
Ritma Yuniasari Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Suka menulis sejak kuliah dan mengikuti UKM Penulis Universitas Negeri Malang. Hanya sekadar hobi, tetapi sangat ingin mengembangkan diri dalam bidang kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Semesta Kenangan di Mata Ibu

20 Februari 2023   22:59 Diperbarui: 20 Februari 2023   23:07 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pandangannya menerawang kembali. Melamun. Kosong, jauh di dalam sana.

                  "Bu, Ardi tahu, semenjak ayah meninggal, ibu banyak diam. Pastilah mengingat-ingat ayah," kataku.

                  "Bila ingin menangis, menangislah, Bu. Tidak perlu menjadi manusia yang pura-pura kuat menghadapi kenyataan," sambungku.

                  "Air mata bukanlah kelemahan, tetapi diciptakan untuk melapangkan pikiran dan perasaan kita," lanjutku.

                  Tetiba menjawab ucapanku.

"Di, ternyata ayahmu sudah setahun meninggalkan ibu," katanya.

Tertumpah di ujung mata, air mata mengalir. Kupahami dan kuingat betul saat-saat itu. Kami sekeluarga terdampak Covid-19 bahkan saat itu istriku sedang mengandung usia janin tiga bulan. Kami bertahan tiga hari dengan kondisi lemah berjuang. Ayahku memiliki penyakit bawaan jantung koroner yang memang menjadi semakin berbahaya jika terdampak virus tersebut.

                  "Ayah tidak mau dibawa ke rumah sakit," kata ibu.

 Aku yang merasa bahwa tubuhku yang masih kuat di antara kami, nekat ke luar rumah mencari rumah sakit yang menerima pasien Covid-19. Dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya, tak kutemukan kamar kosong, semua penuh, full. Sambil meneteskan air mata, kupasrahkan nasib ayahku. Kutelepon istriku, kusampaikan kabar yang buruk ini. Aku pulang dengan lunglai, sesak di dada. Ya, Allah beginikah takdir yang harus kami hadapi. Ikhlas.

                  Kubuka pintu pagar rumah dengan perlahan. Lantunan Surat Yasin terdengar lirih menemani ayah yang tergolek dengan napas yang tersengal. Kukuatkan hati, kupeluk ayah ibu bergantian.

                  "Sabar, ikhlas, kita kuat, kitab isa hadapi, ini semua," ucapku sembari menatap satu per satu wajah ayah, ibu, dan istriku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun