Mohon tunggu...
Rita Arsyantie
Rita Arsyantie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menilik Kondisi Lingkungan Pertambangan Emas di Indonesia

4 Juni 2021   13:01 Diperbarui: 4 Juni 2021   13:22 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Berbeda jika kawasan tambang berada di wilayah sungai, danau dan lereng gunung yang mengandung emas, penggarapan emas dilakukan dengan cara dompeng. 

Dompeng adalah sebutan bagi penggunaan mesin bermuatan air untuk mengalirkan material gunung yang kemudian disaring dan menghasilkan butir-butir emas. 

Teknik tradisional tersebut memicu resiko yang besar bagi penambangnya. Dilansir melalui laman trans7official, sejak tahun 2011 puluhan kasus kematian terjadi akibat kecelakaan di area pertambangan, namun penghasilan yang menjanjikan membuat mereka seakan tak peduli dengan segala resiko meski harus mempertaruhkan nyawa mereka. Penggalian lubang tambang secara asal-asalan sangat rentan menimbulkan longsor.

Untuk memastikan galian-galian tanah mengandung emas, penambang melakukan proses pemurnian dengan ditumbuk atau di masukkan kedalam mesin glendong dan mesin putar. 

Agar emas dapat terlepas dari partikel tanah, proses pemurnian dilakukan dengan menambahkan zat kimia berupa air raksa atau merkuri hingga sianida. Merkuri dan sianida adalah zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan karena zatnya tidak mudah terurai. 

Proses pemurnian tersebut menghasilkan dampak negatif dan menciptakan persoalan lingkungan baru. Pembuangan limbah tambang menyebabkan lingkungan menjadi tercemar. 

Pencemaran terjadi ketika sebagian merkuri yang digunakan terbuang bersama air limbah pencucuian ke tempat pembuangan baik di tanah maupun di air.

Pembuangan zat kimia bersama air ke aliran sungai dapat menyebabkan terjadinya akumulasi merkuri pada sedimen dan bioakumulasi pada ikan serta moluska (Rumengan, 2004). 

Tindakan tersebut juga membuat air sungai menjadi hitam dan berbau. Hal ini karena proses pemurnian memanfaatkan teknik amalgamasi (penggunaan merkuri), tailing (ampas) yang terbuang ke aliran sungai berakibat sungai menjadi keruh dan tercemar merkuri (Hg) (Rezki, dkk., 2017). 

Pencemaran yang terjadi di aliran sungai tersebut mengancam kehidupan ekosistem rantai makanan. Apabila merkuri masuk kedalam tubuh manusia akan mengakibatkan timbulnya penyakit, walaupun penyakit yang datang tidak dirasakan langsung oleh manusia. Penyakit akibat pencemaran zat kimia merkuri yang sering terjadi yaitu mercurilialism, minamata disease, mad hetter' disease (Sumual, 2009). 

Permasalahan akibat amalgamasi di area lahan pertanian mengakibatkan lahan tak dapat digunakan lagi sebab limbah merusak biodiversitas, merusak kontruksi dan struktur tanah sehingga pertumbuhan tanaman menjadi sulit beradaptasi karena ketersediaan kandungan hara yang rendah (Hamzah, dkk., 2012; Dondo, dkk., 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun