Mohon tunggu...
Rita Istik Maliyah
Rita Istik Maliyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi UIN Walisongo Semarang

hai^^

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Andragogi: Bagaimana Cara Belajar Orang Dewasa?

17 Juni 2023   02:00 Diperbarui: 17 Juni 2023   02:03 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan Orang Dewasa atau Andragogi adalah ilmu yang memimpin dan membimbing orang dewasa atau ilmu yang mengajarkan orang dewasa. Andragogi merupakan suatu metode pembelajaran yang digunakan untuk pendidikan orang dewasa (Anwar, 2017). Konsep andragogi berkaitan dengan proses pencarian dan penemuan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusia untuk hidup.

Andragogi berbeda dengan pedagogi, dimana pedagogi merupakan suatu ilmu atau metode pembelajaran yang digunakan untuk pendidikan anak-anak. Konsep pedagogi berkaitan dengan proses mewariskan kebudayaan yang dimiliki oleh generasi sebelumnya kepada generasi sekarang. Tentunya terdapat perbedaan dalam pembelajaran orang dewasa dengan pembelajaran anak-anak. Menurut teori Knowles, terdapat empat konsep yang membedakan andragogi dengan pedagogi, yakni :

Konsep diri

Pedagogi menempatkan anak sebagai pribadi yang bergantung pada individu lainnya. Proses pembelajaran yang terjadi membentuk hubungan peserta didik dengan pendidik sebagai a directing relationship, yakni hubungan yang memiliki sifat pengarahan. Artinya, anak-anak dianggap sebagai individu yang sangat membutuhkan arahan dari pendidik untuk dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

Andragogi menempatkan peserta didik sebagai pribadi yang sudah tidak lagi bergantung sepenuhnya pada individu lain, namun telah menjadi pribadi yang siap secara psikologis. Proses pembelajaran yang terjadi membentuk hubungan peserta didik dengan pendidik sebagai a helping relationship, yakni hubungan yang memiliki timbal balik. Artinya, ada kalanya dimana seorang pendidik atau guru dapat belajar sesuatu dari peserta didiknya, tidak selamanya guru saja yang berperan sebagai informan. Peserta didik sebagai orang dewasa dianggap telah memiliki kemampuan yang baik dalam pengambilan keputusan, memikul tanggung jawab, dan memiliki kesadaran terhadap tugas dan peranannya dalam lingkungan.

Pengalaman

Pedagogi menganggap bahwa pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik sangatlah terbatas, sehingga dianggap kecil dalam proses pembelajaran. Komunikasi yang terbentuk antara peserta didik dengan pendidik merupakan komunikasi satu arah, yakni komunikasi dari pendidik kepada peserta didik. Artinya, peserta didik dianggap sebagai pribadi yang sangat membutuhkan tuntunan dan membutuhkan banyak informasi dari pendidik karena kurang memiliki pengalaman yang cukup.

Andragogi menganggap bahwa peserta didik sebagai orang dewasa telah memiliki pengalaman yang cukup dan dipandang sebagai sumber belajar yang kaya. Komunikasi yang terbentuk antara peserta didik dengan pendidik merupakan multi komunikasi, yakni terbentuk oleh peserta didik maupun pendidik. Peserta didik maupun pendidik sama-sama memungkinkan berperan sebagai informan dan penerima informasi, saling bertukar pikiran, dan berdiskusi.

Kesiapan belajar

Pedagogi berpandangan bahwa dalam proses pembelajaran, pendidiklah yang melakukan penentuan mengenai apa saja yang akan dipeserta didiki, bagaimana proses belajarnya, dan kapan pelaksanaan proses pembelajarannya. Artinya, dalam pembelajaran pedagogi, proses belajarnya menggunakan metode Teacher Centered Learning (TCL) yang merupakan metode pembelajaran yang didasarkan pada pendapat bahwa mengajar merupakan proses penyampaian ilmu pengetahuan dan keterampilan. Peran pendidik adalah sebagai center dan dianggap sebagai expert, sehingga pembelajaran berpusat pada guru karena merupakan suatu pendekatan yang fokus penyampaian materinya berasal dari guru selaku seorang ahli dalam bidangnya. Peran peserta didik adalah sebagai objek dalam pendidikan yang bertugas untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh pendidik.

Andragogi berpandangan bahwa dalam proses pembelajaran, peserta didiklah yang melakukan penentuan mengenai apa saja yang akan dipelajari olehnya berdasarkan pada persepsi peserta didik sendiri terhadap tuntutan situasi sosialnya. Artinya, dalam pembelajaran andragogi, proses belajarnya menggunakan metode Student Centered Learning yang merupakan salah satu model pembelajaran teori humanistik Carl Rogers yang memberi kebebasan kepada peserta didik untuk memiliki kesempatan serta mencari sendiri suatu ilmu pengetahuan, sehingga dapat memberikan pengetahuan yang lebih mendalam atau deep learning serta dapat mengembangkan kualitas peserta didik, termasuk dalam memahami konsep-konsep yang matematis (Khoiriah & H, 2020) . Metode ini menempatkan peserta didik sebagai center, artinya peserta didik diberi tuntutan untuk aktif, sehingga pendidik mempunyai peran sebagai fasilitator, yang memiliki fungsi sebagai komunikator dan mediator. Pendidik menyediakan sebuah proses dan siswa mempunyai peran untuk menemukan pemecahan masalah dalam memahami konsep matematis.

Konsep perspektif waktu atau orientasi belajar

Pedagodi memfokuskan bahan pengajaran yang digunakan di masa yang akan datang menggunakan pendekatan "subject centered". Orientasi belajar pedagogi berpusat pada materi pembelajarannya saja, bukan fokus pada permasalahannya karena dianggap belum mampu melakukan analisis suatu permasalahan.

Andragogi memfokuskan bahan belajar melalui proses menemukan permasalahan yang terjadi dan berupaya memecahnya permasalahan pada saat itu juga dengan menggunakan pendekatan "problem centered"atau fokus pada suatu masalah.

Berkaitan dengan proses pembelajaran orang dewasa didalam kelas, andragogi memiliki keterkaitan dengan metode pembelajaran Student Centered Learning yang merupakan salah satu model pembelajaran teori humanistik Carl Rogers yang memberi kebebasan kepada peserta didik untuk memiliki kesempatan serta mencari sendiri suatu ilmu pengetahuan, sehingga dapat memberikan pengetahuan yang lebih mendalam atau deep learning serta dapat mengembangkan kualitas peserta didik, termasuk dalam memahami konsep-konsep yang matematis (Khoiriah & H, 2020).

Menurut pandangan Nasution & Casmini (2020), dalam pengaplikasian teori Humanistik Carl Rogers dalam proses pembelajaran, peranan seorang pendidik atau guru ialah menjadi fasilitator bagi siswa-siswinya. Guru memberi sebuah motivasi dan kesadaran para siswa terhadap pemaknaan belajar dalam kehidupan. Seorang guru memberi fasilitas pengalaman belajar serta mendampingi peserta didik, sehingga dapat tercapainya tujuan pembelajaran. Peranan peserta didik ialah sebagai student center atau pelaku utama yang memberikan pemaknaan proses pengalaman belajar. Hal tersebut bertujuan supaya siswa mampu memahami dan meningkatkan potensi-potensi diri secara positif serta mengurangi potensi-potensi yang mengarah pada hal negatif.

Menurut Panggabean et al. (2021) pada model pembelajaran Student Centered Learning ini, terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan oleh individu dalam proses belajarnya diantaranya yakni sebagai berikut:

Small Group Discussion (SGD)

SGD merupakan teknik diskusi dalam proses belajar, peserta didik secara individu ataupun kelompok melakukan analisis, melakukan penggalian informasi atau mendiskusikan suatu tema maupun suatu permasalahan tertentu. Proses ini membantu peserta didik untuk dapat belajar dalam proses menemukan permasalahan yang terjadi dan berupaya memecahnya permasalahan pada saat itu juga dengan menggunakan pendekatan "problem centered"atau fokus pada suatu masalah. Peserta didik dapat saling bertukar pikiran satu sama lain akan pandangannya masing-masing mengenai suatu topik yang sedang dibahasnya dan menemukan solusi bersama dari permasalahan tersebut.

Role-Play and Simulation

Teknik ini berfokus pada penguasaan materi pembelajaran yang dilakukan dengan pengembangan imajinasi serta penghayatan yang dilakukan dengan peserta didik yang diminta untuk memerankan tokoh hidup maupun benda mati. Pengalaman yang dipelajari dari diberlakukannya teknik ini adalah seperti kemampuan untuk bekerja sama, menginterpretasikan suatu peristiwa dan berkomunikasi. Contohnya adalah ketika peserta didik diminta untuk menirukan tokoh pahlawan Indonesia dalam simulasi melawan penjajah. Proses role-play yang dilakukan tersebut dapat membantu peserta didik untuk belajar mengenai sejarah dengan mencari informasi mengenai karakteristik masing-masing tokoh yang diperankan sehingga dapat membantu peserta didik untuk belajar menginterpretasikan suatu peristiwa dan berkomunikasi berdasarkan informasi yang ia dapatkan secara mandiri.

Discovery Learning

Teknik ini memberikan tugas belajar untuk peserta didik yang bertujuan supaya peserta didik mampu mendapatkan jawaban dari suatu persoalan tanpa dibantu oleh guru. Metode ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian peserta didik dalam mencari penyelesaian dari pertanyaan yang diberikan. Dimana, dalam andragogi, peserta didik dianggap sebagai pribadi yang mampu belajar secara mandiri karena dipandang sebagai pribadi yang matang secara psikologis.

Self-Directed Learning

Teknik memberikan tugas belajar untuk peserta didik, berupa tugas untuk membaca serta merangkum materi. Teknik ini dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menerapkan strategi questionin dalam konsep 5W + 1H guna meningkatkan kemampuan membaca informasi dan menganalisis bagian-bagian mana saja yang perlu untuk dicatat dan mana yang tidak.

Cooperative Learning

Teknik ini dilakukan dengan membuat perancangan serta pemantauan proses belajar dengan membentuk suatu permasalahan ataupun kasus yang dapat dikerjakan peserta didik dalam kelompok. Sementara peserta didik melakukan diskusi dan memberi kesimpulan terkait permasalahan ataupun tugas dengan berkoordinasi didalam kelompok

Problem Based Learning (PBL)

Teknik ini memberi stimulasi tugas pembelajaran dengan cara alternatif untuk memecahkan suatu permasalahan, memberi motivator, dan fasilitator. Sementara peserta didik belajar dengan melakukan penggalian atau pencarian informasi (inkuiri). Dari informasi yang didapatkannya itu, peserta didik diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan faktual yang ada, dan melakukan analisis strategi untuk memecahkan permasalahan tersebut

Collaborative Learning (CbL)

Teknik ini dilangsungkan dengan melakukan perancangan tugas terbuka, berperan menjadi motivator serta fasilitator. Peserta didik membuat desain proses serta formulir penilaian berdasarkan persetujuan kelompok dengan dapat bekerja sama dengan anggota kelompok. Metode ini mengajarkan peserta didik untuk menemukan sebanyak mungkin jawaban dengan menggali berbagai kemungkinan yang ada dan memumngkinkan terjadinya interaksi dalam proses pencarian informasi tersebut.

Contextual Learning (CL)

Teknik ini disebut juga dengan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang dimulai dengan tanya jawab seputar dunia nyata kehidupan dari peserta didik (daily life modelling), sehingga materi yang diberikan akan lebih terasa manfaatnya dan diharapkan motivasi belajar juga akan semakin tumbuh seiring dengan suasana kelas yang terasa menyenangkan.

Project Based Learning (PjBL)

Teknik ini dilakukan dengan memberi tugas proyek yang dikerjakan peserta didik yang dilakukan dengan melakukan pencarian sumber informasi atau perpustakaan sendiri. Contohnya adalah dalam pembelajaran geografi yang memberikan tugas untuk membuat replica gunung meletus menggunakan bahan-bahan tertentu yang tentunya aman untuk digunakan sebagai praktik sederahana guna mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan berbagai teknik tersebut, orang dewasa dalam proses belajarnya dapat mencoba mempraktikkan teknik-teknik yang ada ketika di dalam maupun di luar kelas belajar. Peserta didik boleh mencobanya sebagai teknik baru dalam upaya belajarnya bersama teman ataupun yang dilakukan secara individu untuk membantunya dalam memahami materi pembelajaran yang dipelajari.

Orang dewasa dianggap mampu belajar secara mandiri tanpa harus selalu didampingi oleh gurunya karena orang dewasa dipandang dapat belajar dari manapun, kapanpun, dan dimanapun individu berada. Orang dewasa dapat belajar dari berbagai sumber dan media pembelajaran, sehingga bukan hanya guru saja yang menjadi sumber informasi bagi orang dewasa. Cahyadi (2019) mengemukakan bahwa terdapat beberapa bentuk klasifikasi sumber belajar menurut Asosiasi Teknologi Komunikasi Pendidikan (AECT), yang dapat dimanfaatkan oleh orang dewasa dalam mendapatkan suatu informasi yaitu :

  • Pesan (messages), yakni informasi dalam bentuk data, ide, seni, dan fakta. Semua bidang studi yang harus diajarkan kepada peserta didik juga termasuk dalam kelompok pesan (messages)
  • Orang (peoples), bertindak sebagai pengolah, penyimpan, dan penyaji pesan. Contohnya adalah tutor, guru, peserta didik, tokoh masyarakat yang mungkin berinteraksi dengan individu.
  • Bahan (materials), yakni perangkat lunak yang berisi pesan untuk disajikan melalui penggunaan alat maupun dirinya sendiri. Contohnya transparansi, slide, audio, video, buku, majalah, dan sebagainya. Buku yang dimaksud dapat berupa pelajaran, buku teks, kamus, ensiklopedi, fiksi dan lainnya. Selain itu juga dapat berupa peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, seperti peristiwa kerusuhan, peristiwa bencana, dan peristiwa lain yang guru bisa menjadikannya sebagai sumber belajar.
  • Alat (devices) yakni perangkat keras yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Contohnya slide proyektor, videotape, pesawat radio, televisi.
  • Teknik (Techniques), yakni prosedur atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan bahan, peralatan, orang, dan lingkungan untuk menyampaikan pesan. Seperti belajar sendiri, simulasi, demonstrasi, tanya jawab.
  • Lingkungan (setting), yakni situasi di sekitar dimana pesan disampaikan. Lingkungan bisa bersifat fisik (gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, studio, auditorium, museum, taman, lingkungan) dan dapat bersifat non fisik/suasana belajar. Lingkungan merupakan salah satu sumber belajar yang amat penting dan memiliki nilai-nilai yang sangat berharga dalam rangka proses pembelajaran siswa. Lingkungan dapat memperkaya bahan dan kegiatan belajar. Lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar yaitu lingkungan sosial dan lingkungan fisik atau alam. Lingkungan sosial dapat digunakan untuk memperdalam ilmu- ilmu sosial dan kemanusiaan sedangkan lingkungan alam dapat digunakan untuk mempelajari tentang gejala-gejala alam dan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik akan cinta alam dan partisipasi dalam memelihara dan melestarikan alam.

Berbagai sumber yang dapat dimanfaatkan oleh orang dewasa dalam proses belajarnya dapat memberi kemudahan kepadanya untuk mendapatkan semakin banyak informasi mengenai ilmu pengetahuan dari manapun, kapanpun, dan dimanapun individu berada. Sumber belajar orang dewasa tidak hanya berpaku pada satu sumber saja seperti guru, namun orang dewasa dapat menjadikan setiap hal yang ada disekitarnya sebagai sumber belajar. Bahkan, Sumber belajar dari orang dewasa yang paling banyak merupakan pengalaman dimilikinya, dimana pengalaman tersebut dapat diperoleh dari problem solving, skill practice, pelatihan dan sebagainya. Orang dewasa mendapatkan pengetahuan dan keterampilan lebih efektif melalui pengalaman langsung. Oleh karena itu, media pembelajaran yang melibatkan pengalaman langsung seperti simulasi, permainan, atau latihan yang interaktif dapat membantu mereka belajar dengan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

 

Anwar, Bakri. (2017). Konsep Pendidikan Andragogi Menurut Pendidikan Islam. Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana Dan Ketatanegaraan, 6(1), 28--48. https://doi.org/10.24252/ad.v6i1.4864

Cahyadi, Ani. (2019). Pengembangan Media dan Sumber Belajar (Teori dan Prosedur). Penerbit Laksita Indonesia.

Khoiriah, Mazni Luthfiatul, & H, Isnaria Rizki. (2020). Penerapan Student Center terhadap Pemahaman Konsep Matematis dan Mental Siswa. Jurnal Pendidikan Terintegrasi, 1(1), 31--36.

Nasution, Umaruddin, & Casmini, Casmini. (2020). Integrasi Pemikiran Imam Al-Ghazali & Ivan Pavlov Dalam Membentuk Prilaku Peserta Didik. INSANIA: Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan, 25(1), 103--113. https://doi.org/10.24090/insania.v25i1.3651

Panggabean, Suvriadi, Lisnasari, Srie Faizah, Puspitasari, Ika, Basuki, Listari, Fuadi, Ahmad, Firmansyah, Hamdan, Badi'ah, Atik, Ridha, Zaifatur, Anwar, Azwar, Nggaba, Mayun E., Ghaybiyyah, Faatihatul, Annisa, Rully, Zakaria, Arifin, Shokhibul, & Purbasari, Imaniar. (2021). Sistem Student Center Learning dan Teacher Center Learning (Arif Munandar, ed.). Retrieved from https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=5XpWEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA59&dq=kekurangan+teori+belajar+students+center&ots=-VOjDhIyUC&sig=wiJDZn4M-W_uesQjEjExHZFWF-A&redir_esc=y#v=onepage&q=kekurangan teori belajar students center&f=false

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun