Mohon tunggu...
Risye Kumaladewi NM
Risye Kumaladewi NM Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah bagian dari cinta.

Pecinta senandika dan penyuka petrichor.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Agar Bawahan Betah Bekerja

16 Juni 2023   06:32 Diperbarui: 16 Juni 2023   08:43 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bekerja dan kenyamanan merupakan sesuatu yang sulit dipisahkan. Mungkin ada sebagian orang yang bisa membetah-betahkan diri meski banyak hantaman di tempat kerja, tetapi sebagian ada yang memilih mengundurkan diri ketika kenyamanan sudah tidak bisa ditemukan.

Bukan hanya tuntutan tugas atau tekanan atasan, terkadang seorang bawahan faktanya juga memiliki masalah personal dengan sesama rekan kerja atau dengan orang terdekatnya di luar sana, misalnya seperti keluarga. Masalah-masalah itu tentu akan mengganggu produktivitas mereka sehingga menghambat jalannya aktivitas di tempat kerja.

Bawahan sah saja diharuskan beradaptasi dengan lingkungan kerja. Namun untuk menyukseskan proses adaptasi tersebut lingkungan kerja juga harus mendukung. Untuk hal ini peran atasan dalam memperhatikan kenyamanan para bawahan sangat diperlukan.

Kesejahteraan / Finansial

Hal satu ini menjadi faktor teratas. Banyak bawahan yang diberikan banyak tugas atau pekerjaan, tapi penghargaan yang diberikan kepada mereka tidak setara dengan pekerjaan atau tugas yang mereka kerjakan.

Tidak ada yang benar-benar ikhlas dalam bekerja. Pada prinsipnya orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sebagian untuk mencari nafkah. Para pekerja, karyawan, atau pegawai mengharapkan gaji atau upah yang layak sebagai bentuk penukaran jasa mereka yang diberikan atau diabdikan kepada tempat di mana mereka bekerja. Sederhananya, ikhlas bukanlah bayaran yang ideal untuk para pekerja, karyawan, atau pegawai. Kesejahteraan berupa gaji sepadan dan jaminan-jaminan yang mereka harapkan.

Lantas bagaimana dengan perusahaan yang masih dalam skala kecil-menengah menyikapi persoalan kesejahteraan ini?

Menaikkan kesejahteraan para pekerja, pegawai, atau karyawan mudah saja dilakukan oleh perusahaan besar, sebaliknya akan tidak mudah dilakukan oleh perusahaan kecil-menengah atau yang lebih sering disebut UMKM. Jelas, karena pendapatan usaha makro dan mikro sangat jauh.

Bagi UMKM untuk menyiasati kesejahteraan ini bisa difokuskan pada jenjang pendidikan pekerja. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi nilainya. Artinya, semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula gaji yang harus dibayarkan, dan sebaliknya bila karyawan, pegawai, atau pekerja memiliki jenjang pendidikan tidak terlalu tinggi maka gaji yang dibayarkan tidak akan terlalu besar. Maka dari itu tidak sedikit pemilik UMKM yang mempekerjakan warga sekitar, khususnya ibu-ibu yang ada di lingkungan lokasi UMKM sebagai pekerja paruh waktu dengan bayaran harian. Pemilik UMKM juga bisa mempertimbangkan kenaikan gaji atau upah dari pengalaman kerja dan risiko tugas yang diberikan kepada pekerja atau pegawai tetap. Misalnya untuk pegawai dengan pekerjaan yang memiliki risiko tinggi, yang bisa membahayakan dirinya sendiri, diberi gaji atau upah yang lebih tinggi dibanding para pegawai dengan risiko tugas yang lebih kecil.

Selain gaji atau upah yang layak, pemberian gaji atau upah yang tepat waktu juga wajib diperhatikan. Jangan sampai memikirkan keuntungan perusahaan, tapi tidak memikirkan perut bawahaan. Urusan perut tidak bisa ditunda. Perusahaan membutuhkan skill, jasa, tenaga, atau pemikiran pekerja atau karyawan dan mereka membutuhkan bayaran, hubungan antara perusahaan dan mereka bisa dikatakan simbiosis mutualisme alias hubungan yang saling menguntungkan. Dengan adanya karyawan perusahaan jalan, dengan karyawan bekerja di perusahaan mereka bisa makan.

Berlaku Adil

Istilah karyawan atau pegawai kesayangan atau kepercayaan memang sudah tidak asing lagi di dalam dunia kerja. Ada saja orang-orang yang ditandai sebagai kesayangan atau kepercayaan atasan, entah karena kerja mereka yang paling baik atau hasil dari mencari muka. Kalau atasan sudah begini, kecemburuan sosial pun akan muncul di tengah-tengah para pekerja, pegawai, atau karyawan.

Sebagai atasan atau pemimpin sudah selayaknya bersikap adil, selain profesional tentunya. Memiliki karyawan kesayangan atau pegawai kepercayaan tidak mungkin juga terelakkan. Agar tidak terlihat pilih kasih ada baiknya jangan terlalu berfokus pada seseorang yang disukai.

Selain kecemburuan sosial, perilaku pilih kasih atasan ini bisa menciptakan istilah anak tiri. Saking sukanya dengan seorang karyawan atau pegawai, seorang atasan mengabaikan karyawan atau pegawai yang lainnya. Dianak-tirikan. Sudah pasti apabila situasinya sudah seperti ini akan sulit bagi karyawan atau pegawai kerasan bekerja karena mereka merasa tidak dihargai.

Mendengarkan Keluhan Bawahaan

Selain masalah pekerjaan, perundungan atau bully dan persaingan dengan rekan kerja merupakan keluhan yang sangat umum dirasakan oleh para pekerja, karyawan, atau pegawai.

Pada perusahaan kecil-menengah para bawahan bisa langsung menyampaikan keluhan kepada pemilik, cara ini adalah cara atasan agar mengetahui keadaan para bawahan. Bukan hanya mendengarkan, jika keluhan bersangkutan dengan rekan kerja atau masalah pekerjaan ada baiknya atasan langsung membantu mencari solusi-solusi yang baik agar bawahan tidak lagi mengeluh atas rekan kerjanya atau tentang pekerjaannya.

Bagaimana di perusahaan besar? Curhat ke mana?

Dalam perusahaan besar bawahan sangat tidak mungkin langsung menjangkau pemilik perusahaan, ada batasan-batasan dan tingkatan manajemen yang menghalangi. HR atau bagian sumber daya manusia biasa dijadikan tempat berkeluh kesah para pekerja atau karyawan. Melelaui HR bawahan bisa menyampaikan semua keluh kesahnya kepada pihak perusahaan. Meski melalui perantara HR, pihak perusahaan jangan menganggap keluh kesah bawahan sebagai angin lalu. Ingat, kenyamanan dan kewarasan pekerja atau karyawan perlu dijaga kalau ingin mereka betah.

Keharmonisan hubungan atasan maupun perusahaan dengan para bawahaannya adalah keharusan. Tidak bijak rasanya hanya menuntut para pekerja, karyawan, atau pegawai bekerja keras demi perusahaan, tetapi tidak memikirkan hak-hak yang layak untuk mereka, hanya dijadikan budak korporat. Alih-alih mereka betah, yang ada ingin segera resign atau mengundurkan diri setelah kontrak selesai. Mengusahakan bawahan betah bekerja perlu dilakukan, apalagi perusahaan sedang membutuhkan banyak tenaga kerja. Kalau para pekerja, karyawan, atau pegawai tidak betah bekerja, konsekuensi yang diterima perusahaan adalah kekurangan personel. Perusahaan yang merugi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun