Mohon tunggu...
Riswandi
Riswandi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menyemai Kisah, Menuai Hikmah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fan Fict] Percakapan dengan Brama Kumbara

14 April 2013   00:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:14 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku seorang remaja tanggung dari desa Sidoagung. Seperti biasa, sepulang sekolah dan beristirahat sebentar, aku menyambar sabit dan keranjang. Ya, tugasku sepulang sekolah adalah mencari rumput untuk dua ekor kambing. Hampir setiap hari aku pergi ke ladang, menyibak ilalang, menyabit rumput dan mengisi keranjang. Biasanya, aku dan teman-teman sebayaku ramai-ramai ke ladang. Jika kebetulan musim kemarau, kami akan membawa layang-layang, yang akan terbang selama kami menyibak ilalang.

Sayang, hari ini tak ada teman karena belum pulang dari sekolahan. Terpaksa aku berjalan sendirian dengan hati diliputi kesepian. Memang nggak enak mencari rumput tanpa sendau gurau kawan-kawan. Namun, apa mau dikata, ini adalah kewajiban yang harus aku laksanakan. Musim kemarau seperti ini rumput susah didapatkan.Sepanjang jalan menuju ke ladang, kutebarkan pandangan ke kiri ke kanan.  Jika kulihat segenggam rumput menghijau, segera kulempar keranjang dan kusabetkan sabit di tangan.

"Kaakk.... Kaakkk...."

Kudengar suara di angkasa yang membuat telingaku pekak dan memaksa kepalaku mendongak. Di angkasa kulihat seekor burung rajawali besar yang membuat mataku terbelalak. Ia terbang ke arahku yang membuat kakiku tak lagi bisa berdiri tegak. "Matilah kau dimakan rajawali," ucapku di dalam benak.

Aku hanya bisa menunggu dan menghitung sambil memejamkan mata. Sekali lagi rajawali itu bersuara. Semakin dekat, semakin menggelegar suara yang dikeluarkannya. Satu, dua, tiga... tiga puluh tiga…. Kenapa aku masih bisa berhitung dan menghirup udara? Secara perlahan aku membuka mata. Kulihat rajawali itu mendarat tak jauh dari tempatku berada. Yang membuatku lebih ternganga, tampak dua orang turun dari punggung rajawali yang begitu perkasa. Satu perempuan dan satu laki-laki yang sama-sama mengenakan mahkota. Keduanya berjalan menuju ke arahku dengan langkah perkasa.

“Bukankah itu Mantili dan Brama Kumbara? Ya, benar itu mereka,” batinku penuh tanda tanya.

“Maaf kisanak, kalau kedatangan kami membuatmu terkejut,” tanya si lelaki yang kukira Brama.

“Apakah tuan ini Brama Kumbara, raja Madangkara?”

“Benar kisanak, saya Brama dan ini Mantili adik saya.”

“Tapi, bukankah Brama berasal dari ratusan tahun yang lalu, ketika Majapahit runtuh karena perang saudara?”

“Maksud kisanak, kami tidak lagi berada di zaman Majapahit yang menguasai Nusantara?” sahut Mantili yang sedari tadi tak bersuara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun