Mohon tunggu...
Aris Tok
Aris Tok Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Perintis Gaya "Blusukan"

13 Maret 2017   09:29 Diperbarui: 13 Maret 2017   09:56 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Beragam cara orang mencari perhatian dan simpati orang lain. Dari cara remeh yang sudah dihafal banyak orang, sampai cara unik dan aneh yang belum banyak dilakukan orang. Tingkah "caper" - cari perhatian ini, biasanya dimulai dari merubah tampilan fisik, membuat gaya berbeda atau memakai ciri khusus agar tetap menarik perhatian.

Dan "Blusukan" adalah salah satu cara yang banyak diadopsi guna meraih simpati yang diharapkan.

Tentu ini sah saja. Tidak ada yang salah dengan cara yang dipakai. Toh, semua yang mereka lakukan hanya ingin menarik simpati. Jika cara yang mereka tampilkan tidak menarik atau malah wagu menurut anggapan kita, ya..cuek saja. Tidak usah mencemooh, apalagi sampai menghadang dan mengusirnya.

Sebetulnya cara menarik simpati seperti itu bukan hanya domain caleg, kontestan pilkada atau pejabat saja. Meski langkah ini memang sering mereka lakukan jika sedang ada maunya.

Kalangan bawah - rakyat jelata - yang berjuang meraih taraf hidup yang lebih layak, sebenarnya juga tidak kalah cerdas dari mereka.

Jauh sebelum blusukan dikenal, ada sosok lain yang mempraktekkan cara ini lebih dahulu. Pedagang. Ya, khususnya pedagang keliling. Bertahan hidup dengan cara menjajakan barang dagangan dari kampung ke kampung, ternyata sanggup menciptakan image tersendiri guna dagangannya dikenal banyak orang.

Kalau mereka yang "di atas" membangun untuk pencitraan diri, para pedagang ini membangun citra untuk produk mereka. Berbagai trik dan cara digunakan agar barang dagangannya dikenal, laku dan banyak diminati orang.

Tidak percaya kalau mereka bisa seperti itu?. Yuk, tengok mereka :

1. Penjual Arbanat/rambut nenek

Jajanan ini hampir mirip arum manis, tetapi dengan tekstur berbeda. Arbanat mempunyai tampilan seperti ijuk tetapi masih berasa manis. Dijajakan dengan berjalan kaki sembari membunyikan alat musik gesek semacam rebab. Gesekan alat ini melantunkan irama khas penjual arbanat, "ngik..ngok...ngik..ngok". Dari dapur jika mendengar suara ini, sudah dapat ditebak kalau pedagang arbanat sedang lewat.

Sayang, riwayat jajanan ini tak semanis rasanya. Sudah jarang menemukan pedagang arbanat lewat keliling kampung.

2. Penjual Aksesoris

"Bat tinggi, bat tumo, bat tikus, kapur barus, tam...bange..plas...tik, pe..ni..ti". Itulah lirik legendaris yang mereka teriakkan dengan berjalan kaki keliling kampung.

Dilagukan ala rapper. Diucapkan cepat di awal kemudian menurun lambat pada akhir kalimat. Mereka berubah wujud bak seorang rapper yang tampil di atas panggung.

Obat pembasmi tinggi (tungau), obat pembersih tumo (kutu kepala), obat pembasmi tikus, kapur barus (kamper) dan tambang plastik jemuran serta peniti adalah icon dari barang dagangannya. Pedagang asongan ini membawa semua barang dagangan dalam wadah yang digantung di depan badan. Penuh, menjuntai seakan hampir tumpah. Tampilan mereka memang menarik, namun "lagu rap" merekalah yang  menjadi penanda bagi konsumen jika mereka hadir.

Sayang, citra kegigihan yang sudah dirintis oleh pendahulunya, sekarang tercoreng dengan ulah penjual es krim "branded" yang menjajakan dagangan dengan menjual kegalauan. Berkeluh kesah dalam rekaman kaset kemudian menyuarakan keluh kesahnya berkeliling kampung. “Beli dong...beli dong, gua capek ngedorong “. Sebuah "teriakan minor” yang melemahkan semangat perjuangan menarik simpati.

Sudahlah pak! kalau memang capek mendorong, istirahat saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun