Mohon tunggu...
Ris Sukarma
Ris Sukarma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pensiunan PNS

Pensiunan pegawai negeri, sekarang aktif dalam pengembangan teknologi tepat guna pengolahan air minum skala rumah tangga, membuat buku dan fotografi. Ingin berbagi dengan siapa saja dari berbagai profesi dan lintas generasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Iklan-iklan Air Kemasan yang Membingungkan

28 Oktober 2023   14:24 Diperbarui: 3 November 2023   08:08 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi iklan air dalam kemasan. Sumber: kompas.com

Beberapa tahun yang lalu, tepatnya tahun 2009 (sudah lama juga ternyata) Penulis memuat artikel di Kompasiana tentang iklan rokok, judulnya: Kreativitas Pada Iklan Rokok di Televisi. 

Penulis menanggapi iklan-iklan rokok yang vulgar dan kurang mendidik. Kali ini Penulis tergerak membuat artikel tentang iklan-iklan air kemasan (air mineral) yang saat ini muncul di televisi secara terus menerus dan diulang-ulang, meskipun tampaknya lebih merupakan "perang iklan" antara dua produk air kemasan dari merek ternama. 

Penulis tidak menyoroti aspek persaingan bisnisnya, tapi lebih pada substansi dari iklan-iklan tersebut yang rasanya membingungkan atau bisa dikatakan menyesatkan.

Yang pertama, salah satu merek air kemasan mengiklankan rasa produknya sebagai "ada manis-manisnya" sebagai tagline-nya. Ada hal yang menurut Penulis misleading dalam tagline ini. Air yang dapat diminum adalah air yang memenuhi standar kualitas air minum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). 

Dari banyak parameter yang harus dipenuhi, diantaranya adalah parameter fisik, yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Jadi kalau ada rasa manisnya, bukan air minum namanya, tapi air sirop. 

Memang dalam Permenkes yang baru (No 2 Tahun 2023), parameter ini tidak lagi disebutkan, tapi tidak berarti air minum yang "ada manis-manisnya" itu lebih baik. 

Akan timbul keraguan bagi orang yang memiliki potensi diabetes untuk meminumnya, dan bagi yang tidak suka manis, mereka mungkin mengharapkan air soda (sparkling water). Diiklankan pula bahwa air kemasan rasanya segar karena mengandung beberapa mineral. 

Setahu Penulis, tidak ada kandungan mineral yang bisa memberi rasa segar pada air. Air terasa segar terkait dengan faktor hidrasi dan suhu. Kalau suhunya dingin, air terasa segar. Kalau air kemasan sudah terkena sinar matahari ya tidak akan terasa segar lagi. 

Merek lain mengklaim bahwa airnya diproduksi tanpa proses rekayasa dan terasa dingin tanpa didinginkan. Jelas ini membingungkan. Tidak mungkin air alami dari pegunungan bisa bebas bakteri tanpa dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu, paling tidak proses desinfeksi untuk menghilangkan bakteri (itu menurut teori yang Penulis dapatkan sewaktu kuliah dulu). Air tidak akan dingin dengan sendirinya tanpa didinginkan. Sebaliknya air tidak akan panas kalau tidak dipanaskan. 

Sesuai standar Kemenkes, air minum harus memiliki suhu udara dengan deviasi +/- 3 derajat Celsius. Dikatakan juga bahwa air yang digunakan tidak diambil dari tempat yang tercemar. 

Tentu saja, karena akan sangat mahal untuk mengolahnya, meskipun secara teknis bisa. Tentu harus dicari sumber air yang tidak tercemar. Ditambahkan pula bahwa produknya dibuat tanpa tambahan zat berbahaya. Logika berfikir apa yang digunakan untuk mengatakan hal seperti itu. Siapa yang ingin meminum air yang mengandung zat berbahaya.

Jadi Penulis berkesimpulan bahwa iklan-iklan air kemasan tersebut tampaknya tidak mementingkan substansi. Apakah substansinya benar atau tidak, itu tidak relevan. Yang penting iklannya menarik, melibatkan pesohor yang berprofesi dokter atau dokter yang pesohor, sekilas tampak meyakinkan, dan ditayangkan berulang-ulang tanpa mempertimbangkan perasaan pemirsa yang terpaksa harus menonton iklan tersebut sampai habis, atau mematikan TV-nya.

Air merupakan kebutuhan dasar manusia, air minum adalah air yang memenuhi prinsip-prinsip 4K, yaitu: kualitas, kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan. Apakah air kemasan telah memenuhi prinsip 4K? Untuk kualitas barangkali ya, meskipun hasil penelitian yang pernah dilakukan YLKI ditemukan kandungan bakteri yang bermasalah pada air kemasan, terlepas dari mereknya (YLKI, 2010). 

Dari segi kuantitas, air kemasan hanya untuk air minum dan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan lainnya seperti memasak, membersihkan badan dan makanan yang akan dimasak, apalagi untuk membersihkan rumah. 

Untuk kontinuitas, air kemasan tersedia kalau dibeli, jadi tidak tersedia secara otomatis. Sedangkan untuk keterjangkauan, harga air kemasan tidak realistis karena merupakan produk makanan dan minuman (F&B - food and beverages) yang digunakan hanya untuk keperluan dalam perjalanan atau keadaan darurat.

Terlepas dari faktor kemudahan dan lifestyle, penggunaan air kemasan memang mengundang kontroversi. Belum lagi kandungan Bisphenol-A (BPA) dalam plastik yang terbuat dari polikarbonat, yang disebutkan dapat mengganggu sistem reproduksi dan sistem kardiovaskular hingga gangguan perkembangan otak (BPOM, 2022), dan dampak botol plastik bekas terhadap lingkungan. Seperti kita ketahui, plastik adalah bahan polimer sintetik yang tidak dapat terurai (non-biodegradable). Botol plastik membutuhkan waktu 50 hingga 80 tahun untuk dapat terurai secara alami. Sayangnya, plastik bukannya terurai dan kembali ke alam melainkan berubah menjadi bentuk yang lebih kecil yang bernama "mikroplastik" (Human Initiative, 2022).

Lalu bagaimana kita menyikapinya?

Air kemasan memang bukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, meskipun sekarang ini sebagian besar masyarakat menggunakannya. Sebenarnya, kalau air PAM kita sudah cukup bagus pelayanannya, dan memenuhi seluruh prinsip 4K, tidak diragukan lagi kita akan menggunakan air PAM di rumah kita, dan akan segera berlangganan kalau sudah ada jaringan pipa air minum di depan rumah kita. Bicara PAM kita bicara tentang perusaaan milik daerah di lebih dari 380 kota/kabupaten di seluruh Indonesia, dengan kinerja dan kualitas pelayanan yang sangat beragam. Dari jumlah tersebut, lebih dari 40 persen kondisinya sakit, dan kalaupun sehat, kualitas pelayanannya masih sekedar memadai, belum prima.

Dok Kompas.com
Dok Kompas.com

Terdengar utopis, sebenarnya ada beberapa kota di Indonesia dimana air PAM sudah aman untuk diminum langsung, meskipun jumlahnya masih sangat sedikit. 

Di beberapa kota ada PAM yang berinisiatif membuat zona-zona air minum prima, dimana air keran di rumah tangga pada zona tersebut bisa diminum langsung. Apabila inisiatif ini diperluas di banyak kota, ada harapan bahwa kualitas air produk PAM akan semakin membaik. 

Pada umumnya air yang dihasilkan oleh unit produksi sudah layak minum, karena setelah diolah, dibubuhi lagi dengan larutan khlor sebagai desinfektan untuk menghilangkan bakteri. 

Masalahnya, air tersebut didistribusikan melalui pipa-pipa yang sudah tua dan bocor, sehingga setelah sampai ke rumah pelanggan, air kemungkinan tercemar dan sisa khlor sudah tidak ada lagi, sehingga air tidak layak minum. Saat ini, perbaikan dan perluasan jaringan pipa air minum di hampir semua kota mengalami stagnasi, utamanya karena terbatasnya pendanaan. 

Masih banyak yang perlu dibenahi, dan tantangannya menjadi semakin besar dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya pencemaran di badan-badan sungai yang menjadi sumber air PAM, dan perubahan iklim yang berdampak pada penyediaan air baku untuk air minum. 

Diperlukan terobosan dalam kebijakan yang "out of the box", misalnya penggabungan pengelola air minum dengan kepemilikan bersama, tanpa mengurangi kewenangan pemerintah daerah sebagai daerah otonom, sebagaimana Penulis usulkan dalam artikel ini:  Surat Terbuka Untuk Presiden Jokowi.

Bagaimanapun, semangat optimisme tetap harus dibangun, karena ketergantungan terhadap air kemasan akan semakin besar. Dengan segala keterbatasannya, air PAM masih layak digunakan untuk minum, setelah dimasak terlebih dahulu, atau diolah dengan pengolahan skala rumah tangga yang sekarang sudah banyak tersedia di pasaran, dengan harga yang terjangkau. 

Apabila ini kita lakukan serentak secara bersamaan, maka kita akan bisa menikmati air minum dari keran dengan harga terjangkau. Biaya yang kita keluarkan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga sehari-hari akan jauh lebih rendah. 

Bayangkan apabila kita membeli 1 galon air kemasan seharga 40 ribu rupiah misalnya, dengan harga yang sama kita akan mendapatkan lebih dari 200 galon air PAM, lebih dari cukup untuk minum, dan sisanya bisa untuk mandi, mencuci dan membersihkan rumah. 

Untuk minum, sebagaimana disampaikan diatas, air PAM sebaiknya dimasak dulu, atau diolah dengan pengolahan skala rumah tangga, misalnya saringan keramik atau biofilter. Penulis sendiri sudah lima belas tahun tidak lagi membeli air kemasan dan menggunakan air PAM untuk keperluan sehari-hari. Untuk minum Penulis menggunakan pengolahan air skala rumah tangga yang berfungsi dengan baik sampai sekarang.

Kata kuncinya adalah kepercayaan (trust). Apabila pengelola PAM bisa membangun kepercayaan masyarakat dengan kualitas pelayanan air minum yang prima, maka masyarakat akan mulai menyadari dan menghargai bahwa air adalah karunia Tuhan yang dapat diperoleh dengan mudah dan dengan harga yang wajar.

Purwakarta, 29 Oktober 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun