Mohon tunggu...
Humaniora

Dialektika Pengurangan Risiko Bencana

29 Oktober 2016   19:07 Diperbarui: 29 Oktober 2016   20:42 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Faktanya, ancaman bencana yang sangat beragam akan terus ada di berbagai daerah di nusantara tercinta ini: ratusan gunung api, ribuan patahan tektonis dan jutaan galon air yang jatuh disaat musim penghujan berkepanjangan, yang dapat merendam daerah tertentu dan juga memicu terjadinya tanah longsor. Oleh karena itu, PRB pada tataran tindakan harus terus didorong untuk melengkapi gagasan ideal tentang PRB, khususnya pada tingkat pemerintah daerah yang teridentifikasi memiliki ancaman bencana tertentu.

Evidence-based Policy Making

Dialektika PRB pada tataran tindakan ini tentunya akan semakin optimal ketika pengambilan kebijakan penanggulangan bencana oleh BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) benar-benar dilakukan secara cerdas. Yakni dengan mengambil keputusan berdasarkan pembelajaran dari informasi dan data yang valid tentang ancaman, kerentanan dan kapasitas penanggulangan bencana.

BNPB sudah 2 kali merilis database kebencanaan per kabupaten / kota, yaitu Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI) pada tahun 2011 dan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) pada tahun 2013. Perbedaan kedua indeks ini terletak pada dasar penetapan rangking kabupaten / kota. Pada IRBI tahun 2011 rangking ditentukan hanya berdasar potensi ancaman bencana, sedangkan pada IRBI 2013 rangking ditentukan atas perhitungan risiko yang terdiri dari: potensi ancaman bencana, variabel kerentanan dan kapasitas penanggulangan bencananya.

IRBI ini seharusnya bisa menjadi semacam rapor bagi pentingnya PRB di daerah kabupaten / kota tertentu. Ketika sebuah kabupaten / kota berada pada rangking teratas dari indeks tersebut, itu artinya adalah mereka sedang mendapat nilai merah yang harus segera diperbaiki agar tidak perlu ada korban jiwa jika terjadi bencana yang sama di masa yang akan datang.

Untuk itu, peringatan bulan PRB ini seharusnya bisa menjadi momentum pengingat bagi para pemangku kepentingan kebencanaan hingga ke tingkat daerah, agar menjadikan PRB tidak lagi hanya berdialektika pada tingkat gagasan, tetapi juga dilengkapi dengan dialektika tindakan yang pada akhirnya menciptakan sintesis berupa zero risk.

Artinya, mengacu pada kutipan Richard Branson di atas, meskipun pernah mengalami risiko bencana yang paling menyakitkan sekalipun, seharusnya risiko itu layak menjadi pembelajaran pengambilan kebijakan untuk dapat benar-benar mengurangi risiko—terutama korban jiwa—pada kejadian-kejadian bencana berikutnya.

Semoga Indonesia semakin tangguh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun