Keesokan harinya, aku seperti biasa berbaur bersama teman-teman di kantin kesangan sekolah kami. Aku baru sadar antara Aku, Natasya, Elya, Meysa dan Tifanny. Tifanny kali ini tidak bergabung, yang aku heran aku sepenuhnya benar-benar tidak percaya Tifanny marah atau kesal atas kejadian kemarin yang aku dan teman-teman anggap hanya bercanda.
"Tifanny mana , kok nggak kelihatan ?" Tanyaku pada Natasya.
"Itu dia masalahnya Pris, aku aja nggak tahu." Jawab Elya.
"Iya Pris, mungkin Tifanny marah sama kita gara-gara kemarin, Meysa kan cuma bercanda." Sambung Elya sambil membawa minum untukku dari lemari es yang nggak jauh dari tempat kami nongkrong di kantin.
"Duuh, gimana kalau dia marah sama aku aja ? Bener kata Elya, kemarin itu cuma bercanda." Sambung Meysa ketakutan.
"Udah deh, aku mau coba kirim sms ke Tifanny, kirain aja dia ada halangan." Sambungku mengeluarkan galaxi kesayanganku.
Hey, dear. Kamu nggak ke kantin, kemana ?
Sms pertama yang kukirimkan belum Tifanny balas, hingga akhirnya aku memnutuskan untuk menelponnya. Tapi ternyata hanya nada do-mi-sol yang terdengar di telinga kananku. Wajah Elya langsung pucat pasi dan akhirnya aku dan teman-teman berinisiatif untuk mencari Tifanny. Sampai akhirnya saat aku dan teman-teman lainnya berdiri dari kursi ....
"Astaga .... itu kan Tifanny ???" Natasnya dengan kagetnya memandang bengong Tifanny begitupun aku dan teman lainnya yang berada di kantin.
"Itu kan Marlinda dekaka (singkatan dan kawan-kawan)??" Elya tidak percaya.
"Ko bisa sama mereka ? padahal kan kita itu nggak suka sama mereka ? Udah-udah ada si Casy yang so imut banget ada Lily yang suka pamer kosmetik, Jinny yang so gaul ... Idih ko Tifa sama mereka ? Sambung Elya.