Mohon tunggu...
Rissa Aulia
Rissa Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Semua Bisa Setara? Ayo Bangun Kesetaraan Hak Gender Untuk Kemajuan Masyarakat

9 Desember 2024   20:33 Diperbarui: 9 Desember 2024   20:33 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penulis:

Mochamad Rizal Ramadhan (2450420061) 

Risa Aulia (2450420062)

Muhammad Khoirul Anas (2450420063)

       Gender mengacu pada bagaimana laki-laki dan perempuan berguna dalam Masyarakat (Judiasih, 2022). Gender bukanlah suatu hal yang dikodrati melainkan pandangan masyarakat terhadap laki laki dan perempuan beserta kedudukannya. Berkaitan dengan hal tersebut, deskriminasi gender telah lama menjadi problematika masyarakat yang membedakan kedudukan antara laki laki dan perempuan. Diskriminasi gender ini tentunya menyebabkan munculnya tuntutan dan upaya upaya untuk mencapai kesetaraan gender antara laki laki dan perempuan disegala bidang kehidupan masyarakat.

       Perbedaan antara laki-laki dan perempuan sering menjadi perdebatan yang tidak pernah usai. Bahwa laki-laki dan perempuan dianggap sebagai sosok yang memiliki bakat dan kecenderungan yang sama dan derajat yang sama. Laki-laki dianggap sebagai sosok yang pemberani dan perempuan memiliki daya tahan. Laki-laki dan perempuan tidak dilihat semata-mata pada faktor biologis yang melekat pada dirinya yang tidak bisa diubah tetap dilihat sebagai manusia yang memiliki statusnya masing-masing.

       Laki-Laki dan perempuan adalah kesetaraan dan kebenaran dan memiliki kebebasan yang setara dalam membangun kemajuan manusia, gagasan yang tergantung pada pandangan dunia semacam ini lebih berpusat pada percakapan pada pemahaman yang luas dan terkodinasi tentang ruang-ruang pekerjaannya sendiri. Jika wanita mengumpulkan diri mereka dalam pekerjaan rumahan, itu tidak berarti bahwa mereka harus meninggalkan pekerjaan publik mereka dan sebaliknya, gagasan tentang pekerjaan menyeluruh yang tersebar luas tidak hanya berlaku untuk wanita.

       Ketidaksetaraan gender ini tidak hanya terjadi dikarenakan oleh adanya tradisi dan keyakinan yang dimiliki oleh masyarakat, akan tetapi juga diakibatkan oleh aturan yang diterapkan hingga mengakibatkan penanaman pemahaman pada masyarakat bahwa kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki laki. Tidak mengherankan apabila terdapat banyak kebijakan termasuk kebijakan kebijakan yang merugikan kaum perempuan.

        Perempuan memiliki kesempatan yang lebih kecil dibanding laki-laki padahal laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama tanpa mempertimbangkan karakteristik biologis mereka. Dalam aspek kehidupan seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, politik, dan kehidupan sosisal mereka memiliki kesempatan yang setara.

        Kesetaraan gender adalah bagian dari hak asasi manusia yang diakui secara universal. Semua individu tanpa memandang jenis kelamin berhak diperlakukan setara. Ketika perempuan memiliki akses yang sama, produktivitas masyarakat meningkat. Ketimpangan gender menciptakan diskriminasi yang merugikan kedua pihak, baik laki-laki maupun perempuan.

       Kesetaraan hak gender merupakan prinsip mendasar yang menjamin setiap individu tanpa memandang jenis kelamin, memiliki peluang yang sama untuk berkontribusi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dalam konteks pembangunan masyarakat, kesetaraan gender bukan hanya masalah keadilan, tetapi juga elemen strategis untuk mendorong kemajuan yang inklusif dan berkelanjutan.

        Kesetaraan  gender  juga  dapat  dilihat  dari persamaan kesempatan pada tatanan organisasi. Tatanan organisasi ini mulai dari yang kecil hingga pemerintahan. Pada kenyataannya dapat dibuktikan dengan masa sekarang perempuan mempunyai  kesempatan  dan  peran  yang  sama  dalam  menduduki jabatan tertentu dalam suatu institusi. Jabatan tersebut  mulai dari tingkat yang paling  jabatan  tertinggi  Presiden  Republik  Indonesia  pernah  diduduki  oleh  seorang perempuan yaitu Ibu Megawati Soekarno Putri, dari tingkat yang paling bawah pemimpin di kecamatan pernah diduduki oleh seorang perempuan bahkan sampai pada tingkat desa dan lurah.

        Walaupun telah banyak yang menyadari akan kesetaraan gender dalam hal pendidikan, namun tidak bisa dipungkiri bahwa diskriminasi juga masih berkembang dalam lapisan masyarakat tertentu (Riyanto et al., 2023). Masyarakat dari kalangan keluarga miskin masih menganggap bahwa perempuan tidak pantas untuk disekolahkan setinggi-tingginya lebih baik langsung dinikahkan, bekerja saja sebagai pembantu rumah tangga, buruh pabrik dan pekerjaan lain yang tidak menuntut status pendidikan. Berbeda dengan laki-laki yang mendapatkan perlakuan istimewa baik dalam hal pendidikan dan realita kehidupan yang ada. Bias gender juga dapat kita lihat dalam dunia pembelajaran itu sendiri, seperti banyak ditemukannya gambar maupun kalimat yang tidak mencerminkan kesetaraan gender.

        Seseorang yang selanjutnya menumbuhkan asumsi bahwa seorang wanita meskipun telah mengenyam pendidikan yang tinggi. Perempuan akan tetap berada pada tempat yang paling baik yaitu menjadi kepala dapur keluarga. Pandangan tersebut sering itu sering muncul dalam kelompok masyarakat yang masih berpegang teguh pada budaya patriarki (Riyanto et al., 2023).

        Dalam tatanan sosial, wanita sering kali memperoleh ketidak adilan. Dalam hal ini, perempuan sering diposisikan setelah laki-laki. Perempuan yang dinilai lemah sering menjadi objek kekerasan, pelecehan, sehingga terus membayangi kemanapun perempuan berada.

       Kekerasan atau pelecehan seksual yang terjadi pada perempuan disebabkan oleh sistem nilai yang memandang perempuan lemah dan inferior dari laki-laki, perempuan tetap  terpinggirkan dan harus dikontrol, perempuan sering dieksploitasi dan diperbudak oleh laki-laki, sehingga perempuan masih dianggap kelas dua. Pemerkosaan sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan cukup banyak terjadi di masyarakat, meskipun persepsi terhadap peristiwa tersebut masih bersifat patriarki, dengan kecenderungan melihat korban sebagai pemicu peristiwa tersebut (Riyanto et al., 2023). Kesetaraan hak gender bukan hanya tentang perempuan atau laki-laki, melainkan tentang bagaimana kita sebagai masyarakat, menghormati dan memanfaatkan potensi semua individu. Dengan menjadikan kesetaraan gender sebagai pondasi, masyarakat dapat menciptakan kemajuan yang berkelanjutan dan seimbang.

                      DAFTAR PUSTAKA

Judiasih, S. D. (2022). Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Beberapa Aspek Kehidupan Bermasyarakat Di Indonesia. Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan Dan Ke-PPAT-An, 5(2), 284--302. https://doi.org/10.23920/acta.v5i2.904

Riyanto, C. S., Fadila, N. I., Avisya, I. M. C., Irianti, B. C., & Radianto, D. O. (2023). Kesetaraan Gender. Humantech: Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia, 2(8), 1767--1773.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun