Mohon tunggu...
Rizqin Mufidah choirina
Rizqin Mufidah choirina Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Saya mahasiswa di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang...hobi saya membaca dan olahraga saya mendeskripsikan diri saya sebagai orang yang rajin namun hanya di waktu tertentu

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pelanggaran HAM dalam Proyek Eco-City

30 September 2023   01:34 Diperbarui: 5 Oktober 2023   09:42 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proyek Eco-City di Pulau Rempang-Galang memiliki nilai investasi yang mencapai Rp.381 triliun hingga tahun 2080. Namun, proyek ini telah mengabaikan kesejahteraan masyarakat yang sudah tinggal di pulau tersebut. Pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat Melayu menjadi salah satu dampak dari pengabaian ini. Praktik bisnis yang masuk ke dalam ruang hidup masyarakat seharusnya mengutamakan kesejahteraan mereka. Dalam artikel ini, saya akan membahas beberapa aspek yang termasuk pelanggaran HAM yang terjadi dalam proyek tersebut.

Hilangnya Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat

Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi manusia yang harus dijami. Namun, dalam proyek Eco-City ini, hak tersebut telah terlanggar. Penembakan gas air mata di dekat sekolah SDN 24 dan SMPN 22 Galang mengakibatkan kepanikan, ketakutan dan  luka fisik pada anak-anak yang sedang belajar. Pihak sekolah sebelumnya telah menghimbau agar polisi tidak menembakkan gas air mata ke arah sekolah, namun himbauan diabaikan.

Hilangnya Hak Anak dan Perempuan

Selain hak atas lingkungan yang baik dan sehat, hak anak dan perempuan juga terlanggar dalam kasus kekerasan di Rempang. Penembakan gas air mata yang tidak terukur,proporsional, dan masuk akal oleh aparat gabungan telah mengakibatkan luka fisik dan trauma pada anak-anak. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak anak untuk hidup dalam lingkungan yang aman dan terlindungi.

Hilangnya Hak Atas Rasa Aman

Warga di Rempang Galang, terutama warga di 16 kampung tua Melayu, telah mengalami intimidasi dan ancaman kriminalisasi akibat penolakan relokasi dari proyek Eco-City. Warga yang tinggal secara turun temurun dianggap melakukan pendudukan lahan secara ilegal dan menyerobot tanah milik negara. Situasi ini telah melanggar hak warga atas rasa aman. Banyak warga yang meras ketakutan, tidak nyaman, dan tidak aman, sehingga mereka memilih untuk mengungsi di hutan.

Aspek Bisnis dan HAM

Dalam kasus Rempang, terdapat pelanggaran terhadap aspek bisnis dan HAM. Prinsip-prinsip yang seharusnya dijalankan oleh perusahaan  dalam menjalankan bisnis, seperti perlindungan, penghormatan, dan pemulihan, telah diabaikan. PT MEG, sebagai perusahaan yang terlibat dalam proyek Rempang Eco-City, tidak memberikan perlindungan kepada masyarakat yang terluka baik secara fisik maupun secara psikis.

Penangkapan Sewenang-wenang

Penangkapan terhadap massa aksi yang berpendapat saya anggap sebagai bentuk kriminalisasi masyarakat yang mempertahankan ruang hidup. Padahal Pasal 66 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 secara jelas menyatakan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Selain itu, penangkapan seharusnya dilandaskan pada mekanisme hukum yang berlaku (due process of low). 

Minim Partisipasi dan Akses Informasi

Dalam proses masuknya investasi ke Pulau Rempang, terdapat pelanggaran terhadap hak partisipasi dan akses informasi. Pemerintah seharusnya melibatkan masyarakat dalam tahapan-tahapan kebijakan yang berarti dan bermanfaat. Namun, dalam kasus ini sosialisasi yang dilakukan oleh BP Batam hanya searah dan tidak partisipatif, tidak mendengarkan aspirasi masyarakat, dan tidak memberikan informasi yang memadai. Hal ini melanggar hak masyarakat untuk berpartisipasi dan mendapatkan akses informasi yang sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Berdasarkan fakta-fakta yang telah dipaparkan di atas, dapat saya simpulkan bahwa yang terjadi di Pulau Rempang  pada tanggal  7 september 2023 adalah kekerasan, maka dari itu harus dinyatakan sebagai tindakan pelanggaran HAM  yang dapat dilihat dari sejumlah hal seperti pengerahan kekuatan yang berlebihan sehingga mengakibatkan kekerasan, minimnya partisipasi dan aksesibilitas terhadap informasi terkait investasi yang masuk, penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Polresta Balerang pasca aksi usai, terlanggarnya hak perempuan dan anak kaitannya dengan konflik sosial, hilangnya rasa aman dan ketakutan yang terbangun secara masif di tengah-tengah warga Rempang dan diangkanginya aspek bisnis dan HAM.

Selain itu, rentetan pelanggaran HAM yang terjadi di Rempang merupakan pelanggaran terhadap berbagai instrumen HAM nasional maupun internasional. Adapun instrumen yang dimaksud seperti nilai HAM dalam konstitusi, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, International Covenant on Civil and Polotical Rights sebagai peristiwa Pelanggaran HAM.

Atas dasar uraian di atas, saya menyarankan  agar berbagai pihak yang terlibat dalam kasus Rempang :

Pertama, Presiden Jokowi untuk segera menghentikan proyek Eco-City dan mencabut status Proyek Strategis Nasional di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau;

Kedua, Kepolisian dan TNI untuk menghentikan penggunaan kekuatan, khususnya gas air mata secara berlebihan untuk menangani konflik masyarakat. Aparat gabungan juga harus  segera menarik pasukan dan membubarkan seluruh posko yang saat ini ada di Pulau Rempang yang berimplikasi pada terbangunnya iklim ketakutan dan ketidak nyamanan di tengah-tengah masyarakat.

Ketiga, pemerintah terkait khususnya BP Batam untuk mendengarkan aspirasi masyarakat Pulau Rempang untuk tidak melakukan relokasi. Pemerintah harus mengedepankan jalan-jalan dialogis untuk menyelesaikan ini.

Keempat, Komnas HAM RI untuk segera melalukan investigasi independen dan menetapkan kasus Rempang merupakan peristiwa pelanggaran HAM.

Kelima, pemerintah harus hadir melakukan pemulihan bagi para korban dan umumnya pada situasi yang belakangam terjadi. Harus dipastikan bahwa seluruh korban mendapatkan pemulihan yang layak dan efektif baik secara fisik maupun psikologis.

Keenam, Ombudsman RI untuk meneliti dugaan maladministrasi dalam kasus Rempang, khususnya dalam penentuan PSN, proses relokasi warga dan peran BP Batam.

Ketujuh, Berbagai pejabat terkait seperti Menteri Investasi dan Menteri ATR/BPN juga harus berhenti memproduksi pernyataan ngawur yang menyesatkan dan hanya melukai perasaan warga Rempang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun