Mohon tunggu...
Risna Damayanti
Risna Damayanti Mohon Tunggu... Guru - Fakir Ilmu.

semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sexting hingga PAP Bertema Sensual dalam Hubungan Remaja: Pahami Bahaya dan Akibat Hukumnya

16 Agustus 2021   13:16 Diperbarui: 16 Agustus 2021   13:19 872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh TIM PKM RSH FPIPS UPI (Ketua Rizki Amaliya)

Kehidupan yang semakin berkembang membawa kita ke dalam zaman yang penuh dengan dinamika. Berbagai fenomena sosial muncul dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan menjadi tren yang banyak diikuti oleh beragam kalangan, tak terkecuali para remaja. Salah satu yang menyorot perhatian adalah sexting dan fenomena membagikan foto privat atau dapat dikategorikan asusila kepada pasangan yang makin marak dilakukan oleh banyak kalangan, khususnya remaja.

Mungkin, beberapa di antara kita juga ada yang pernah membaca atau mendengar tentang sexting dan membagikan foto sensual (istilah lainnya PAP atau Post a Picture) di berbagai kanal media sosial, entah itu dari berita di instagram, thread twitter, dan lain sebagianya. Yang jelas, sexting dan PAP bertema sensual menjadi permasalahan yang begitu dekat dengan kehidupan kita semua. Tentunya, fenomena sexting dan sebar foto tanpa busana atau foto sensual bersifat asusila kepada pasangan atau orang lain mencerminkan telah terjadinya suatu degradasi moral. Fenomena tersebut memiliki banyak sekali bahaya mengintai di baliknya, salah satunya adalah jeratan hukum yang kapan saja bisa menangkap pelaku.

Dilansir dari situs (today.line.me, 2018), sexting ini bisa diartikan sebagai kegiatan berkirim pesan seksual dan ternyata sudah terjadi dari masa remaja menggunakan Blackberry hingga masa sekarang ini. 

Sexting ini tidak kalah mengkhawatirkannya dari perilaku seks secara langsung, salah satu bahayanya adalah bisa menyebabkan terjadinya kegiatan mengirimkan foto (PAP atau Post a Picture) syur atau foto yang bersifat sensual dan berujung pada tersebarnya foto-foto asusila tersebut kepada masyarakat luas di dunia maya yang berpotensi mengakibatkan banyak kerugian. 

Dalam skripsinya, Mirnawati Jufri (2019) menyebutkan bahwa sexting ini merupakan pengiriman dan penerimaan gambar sugestif dan eksplisit yang menyebabkan terjadinya pertukaran gambar dari satu ponsel ke ponsel lain, baik melalui pesan teks, email atau pesan virtual ke internet maupun media sosial, termasuk memposting di internet gambar yang ditayangkan secara seksual, seperti gambar tanpa busana atau gambar semi tanpa busana.

Beberapa kerugian yang bisa ditimbulkan adalah rusaknya moral, runtuhnya harga diri diri sendiri dan keluarga, menimbulkan habit dan perilaku yang buruk, mendekatkan kita pada perilaku seks yang menyimpang, memicu terjadinya tindak pidana asusila, dan yang paling buruk adalah terjerat sanksi pidana yang bisa berpengaruh terhadap masa depan.

Salah satu contoh kasus yang terjadi adalah ditangkapnya RK seorang warga asal Desa Sidosari Lampung Selatan karena menyebarkan foto bugil remaja putri di media sosial pada 2020 (Liputan6.com). 

Hal ini terjadi setelah RK membujuk korban di facebook agar membagikan foto tanpa busananya, dan kemudian korban menurutinya. Usut punya usut, ternyata sudah ada 14 korban RK yang rata-rata remaja putri yang berusia di bawah umur. RK pun akhirnya dijerat Pasal berlapis Undang-Undang ITE dan Pornografi.

Kasus yang menimpa RK  salah satu contoh dari sekian banyaknya kasus tentang penyebaran foto asusila di dunia maya yang terjadi sebagai akibat dari sebuah fenomena sexting. Ada banyak sederetan kasus lainnya yang jelas merugikan dan membahayakan, tidak hanya bagi para korban, tetapi juga bagi banyak pihak khususnya para remaja yang bisa saja melihat foto asusila yang disebarkan itu dan terpantik untuk melakukannya. 

Kasus RK juga memperlihatkan bahwa sexting yang berujung pada kegiatan mengirimkan foto asusila atau foto bertema sensual) yang kemudian bisa berakibat pada penyebaran foto itu di ruang publik media sosial memiliki dasar atau payung hukum yang bisa menjerat pihak-pihak yang melakukan tindakan tersebut.

Perbuatan menyebarkan foto asusila di dunia maya atau pun berbagai platform lainnya merupakan tindakan yang melanggar Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi  yang diatur dalam Pasal 4, yang berbunyi:

"(1)Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: 

persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; 

kekerasan seksual; 

masturbasi atau onani; 

ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; 

alat kelamin; atau 

pornografi anak. 

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang: 

menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; 

menyajikan secara eksplisit alat kelamin; 

mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau 

menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual."

Lalu, bagi mereka yang melanggar ketentuan tersebut, maka akan diancam dengan Pasal 29 UU Pornografi yang berbunyi:

"Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6 miliar"

Selain itu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana yang sudah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik) juga mengatur larangan dan ancaman pidana bagi orang yang menyebarluaskan foto asusila, termasuk foto tanpa busana (Dimas Hutomo dalam hukumonline.com). Hal tersebut tepatnya diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE yang berbunyi:

"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."

Dan Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016, yang berbunyi:

"Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar."

Jadi, fenomena sexting dan PAP bertema sensual serta penyebarannya bukan hanya sekadar fenomena kenakalan remaja biasa, melainkan sudah termasuk tindakan asusila yang melanggar hukum dan tindakan yang sifatnya destruktif. Kerugian dan dampak buruk yang ditimbulkan oleh fenomena ini sudah semestinya menjadi ketakutan yang mesti kita hindari, termasuk para remaja hindari.

Kemajuan teknologi dan penggunaannya memerlukan kebijaksanaan. Menghindarkan diri dari perilaku buruk di dunia maya seperti sexting dan membagikan foto asusila sudah sepatutnya menjadi tindakan bijaksana yang dijunjung tinggi oleh setiap warga negara, khususnya remaja. Terlebih, negara kita yang semakin dekat memasuki momentum bonus demografi harus semakin memperketat pengawasan terhadap generas-generasi muda bangsa. Jangan sampai para remaja atau generas muda bangsa Indonesia mengalami krisis moral yang berujung pada penurunan kualitas SDM dan berdampak negatif pada keberhasilan bonus demografi. Bijak dan beretika di dunia digital menjadi ciri warga negara yang baik.

Sumber Referensi:

Dimas Hutomo. (4 Juli 2019). Menyebarkan Foto Telanjang, Delik Kesusilaan atau Pencemaran Nama Baik? Diakses pada 31 Mei 2021, Pukul 11.00,

LineToday. (28 Februari 2018). Fakta Foto Bugil Remaja: Dianggap Tanda Sayang jadi Mantan Foto Disebar. Diakses pada 31 Mei 2021, Pukul 09.57

Mirnawati Jufri. (2019). Perilaku Sexting pada Remaja di Kota Makassar. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Islam Negeri Alauddin: Makassar.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008

Yandhi Deslatama (28 Agustus 2020). Kena Bujuk Rayu Pria di Medsos, 14 Remaja Putri Rela Kirim Foto dan Video Bugil. Diakses pada 31 Agustus 2021, Pukul 10.20

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun