Mohon tunggu...
Risma Savitrioni
Risma Savitrioni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kampanye Wastra Melalui Tagar #BerkainBersama dan #BerkainGembira di Instagram Hidupkan Industri Tekstil

22 Oktober 2022   11:04 Diperbarui: 22 Oktober 2022   11:06 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Pembangunan sosial bersifat terencana dengan memfokuskan manusia sebagai titik sentral dalam pembangunan. Salah satu paradigma dalam pembangunan adalah paradigma pembangunan manusia yang menitikberatkan pada keputusan masyarakat agar dapat hidup dengan kebebasan melalui pemanfaatan kemampuan atau keterampilan mereka. Masyarakat perlu aktif berperan sebagai aktor pembangunan agar mampu mengembangkan potensi, menyuarakan hak-hak nya, serta hidup dalam kemandirian yang dikenal dengan konsep partisipatif. Maka, dalam pembangunan sosial yang berpartisipatif, pemerintah dan warga negara saling bergandengan sebagai partner dalam mengelola pembangunan. Tanggung jawab dalam pembangunan sosial bukan hanya pemerintah tetapi juga seluruh masyarakat tanpa pandang buluh. Menurut Amartya Sen, pembangunan terutama adalah untuk rakyat, sehingga seharusnya rakyat diberi hak bebas untuk ikut menentukan. Di samping itu seharusnya pembangunan dilaksanakan oleh rakyat dalam kebebasan (PYN Indro, 2014).

Pembangunan sosial-budaya di Indonesia sekiranya masih memerlukan perhatian khusus karena hasil dari pembangunan tidak hanya berbentuk fisik. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia (PS Sita, 2013). Menurut Sosiolog, Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Bangsa Indonesia memiliki keberagaman latar belakang budaya yang akan diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya sehingga perlu terjaga kelestariannya. Masing-masing ras, suku, dan adat mempunyai keunikannya sendiri tanpa perlu dibanding-bandingkan. Banyaknya perbedaan kebudyaan bangsa Indonesia juga dipengaruhi oleh budaya luar yang berakulturasi ke budaya Indonesia. Baik itu percampuran dari budaya Arab, Cina, India, dll. Setiap budaya memiliki nilai-nilai sosial dan seni yang tinggi. Namun, pada kondisi saat ini kebudayaan mulai ditinggalkan, bahkan sebagian masyarakat Indonesia malu akan kebudayaannya sebagai jati diri sebuah bangsa (PS Sita, 2013).  Perkembangan zaman hingga di titik era globalisasi ini semakin mempercepat akulturasi budaya, terlebih lagi budaya barat. Kebanyakan orang menganggap bahwa budaya barat adalah budaya yang paling modern. Padahal jika diterapkan di budaya timur belum tentu akan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Hal tersebut juga menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan kecintaannya pada kebudayaannya. Kondisi masyarakat seperti ini semakin lama akan mengikis warisan budaya yang telah turun-temurun. Seperti misalnya, berkurangnya penggunaan kain tradisional atau jika dalam bahasa Sansekerta disebut wastra. Pada beberapa kalangan wastra kurang diminati, kurang mendapat perhatian, dan kurang diapresiasi (F Halim, 2020). Bahkan ada yang beranggapan wastra hanya cocok digunakan untuk acara formal tertentu. Padahal nenek moyang kita menggunakan wastra untuk kegiatan sehari-hari.

Namun, di lain kalangan masih terdapat kaum muda mudi yang semangat menjaga eksistensi dari kain. Mereka menggunakan wastra untuk aktivitas sehari-hari maupun untuk acara formal/informal. Dengan kemajuan teknologi, mereka menggalakkan dan mengkampanyekan wastra melalui sosial media, salah satunya adalah Instagram. Instagram memberikan wadah bagi penggunanya untuk bisa mengunggah foto dan video baik publik maupun non-publik. Fitur-fitur yang tersedia pun sangat beragam dan mudah untuk digunakan. Selain itu, Instagram juga memiliki banyak pengguna. Di Indonesia sendiri per September 2022 terdapat sebanyak 101.316.900 pengguna. Dengan jumlah lebih dari seratus juta pengguna Instagram di Indonesia tersebut didominasi oleh kalangan muda berusia 18-24 tahun (sumber: NapoleonCat.com). Hal ini menunjukkan bahwa platform Instagram mampu untuk menjadi sarana penyebaran informasi yang empuk kepada generasi muda. Melalui hal tersebut diharapkan mereka akan teredukasi mengenai budaya wastra. Sehingga penulisan paper ini bertujuan untuk mengkaji platform Instagram sebagai salah satu contoh teknologi di era digital yang banyak digunakan oleh kaum muda mudi untuk mengkampanyekan wastra sebagai cara untuk melestarikan kain tradisional serta mewujudkan kebebasan dalam berekspresi yang di mana kebebasan ini menjadi representasi dari tujuan pembangunan sosial dari aspek budaya dan ekonomi dalam membangun industri kain.

PEMBAHASAN

Mengenal Tren Tagar #berkainbersama dan #berkaingembira

Perkembangan media elektronik menyebabkan arus kebudayaan asing dapat masuk ke berbagai aspek kehidupan masyarakat. Hal tersebut dapat menguasai dan mengubah gaya hidup bangsa Indonesia. Akan tetapi, bukan berarti setiap kebudayaan asing yang masuk menimbulkan pengaruh buruk. Namun, apabila masyarakat tidak mampu menyaring dan memilah berbagai budaya asing yang masuk, maka akan menjadi boomerang bagi bangsa Indonesia sendiri. Maka dari itu, bangsa Indonesia perlu membentengi diri dan harus merasa memiliki kebudayaannya agar kebudayaan yang telah diwariskan tidak akan sirna. Meskipun demikian, di era digitalisasi ini banyak cara untuk dapat melestarikan kebudayaan, salah satunya seperti mengkampanyekan gerakan berkain melalui tagar #berkainbersama dan #berkaingembira di platform Instagram. Kedua tagar tersebut cukup viral dan telah menjadi tren di sosial media. Hingga saat ini per tanggal 21 Oktober 2022 tagar #berkainbersama telah mencapai 23.900 unggahan dan tagar #berkaingembira menggapai 5.000 unggahan dari berbagai akun, yang di dalamnya terdapat foto-foto maupun video-video dari para kalangan muda mudi yang sedang menggunakan kain.

 

Gambar 2. Jumlah unggahan pada tagar #berkaingembira di Instagram Oktober 2022
Gambar 2. Jumlah unggahan pada tagar #berkaingembira di Instagram Oktober 2022

Hal itu menunjukkan bahwa tagar dapat menciptakan sebuah komunitas baru di mana pengguna media sosial yang sebelumnya tidak saling mengenal, tidak menjadi pengikut (follower) satu sama lain, namun dapat bertemu dan berdiskusi secara tatap maya dengan objek yang sama. Dalam hal ini, pengguna sosial media Instagram dapat saling terhubung untuk mendiskusikan topik tentang budaya berkain (Eriyanto, 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun