Mohon tunggu...
Risman Senjaya
Risman Senjaya Mohon Tunggu... Lainnya - Writer Wannabe

Writer wannabe. Hobi fotografi dan musik. Peminat novel Tere Liye dan Ika Natassa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Broken Barbie Doll

27 November 2020   14:15 Diperbarui: 27 November 2020   14:27 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sarti membuka kaca jendela dan menyalakan sebatang Sampoerna Mild. Tak berapa lama, asap putih mengepul dari bibir tipisnya. Menyesap rokok membuatnya lebih tenang.

"Dulu Aku juga begitu, Iis. Apa tahu persis dengan apa yang kamu rasa. Seiring waktu, hal itu akan pudar dengan sendirinya. Paling tidak, nanti hati dan perasaanmu akan terbiasa dengan semua ini. Nikmati saja prosesnya," ujar Sarti sambil memainkan rokoknya.   

Jelang siang Iis pun tiba di kota Jakarta. Gedung-gedung megah dan lalu lintas yang ramai menyambut kedatangan Iis. Ini adalah tempat dimana orang-orang mengundi nasib dan bertaruh impian. Ini adalah tempat dimana orang-orang kadang kala (baca:sering kali) mengubah diri mereka. Entah ke arah yang baik, buruk atau diantaranya. Dan yang lebih memilukan, sampai mereka tak mengenali lagi siapa diri mereka sebenarnya.

Mami Joya begitu gembira melihat sosok Iis. Melihat wajah dan tubuh Iis bak melihat investasi yang bisa membuat bisnisnya lancar. Tinggal dipoles sedikit penampilan dan sikapnya, ia yakin Iis akan jadi segera menjadi idola para kliennya. Ia tambah sumringah saat diberi tahu oleh Sarti, bahwa Iis masih bersegel. Bayangan angka rekeningnya semakin bertambah memenuhi kepala wanita setengah baya itu.

Uang sebesar 50 juta pun berpindah tangan. Itu adalah harga kehormatan yang selama ini dijaga Iis. Satu masalah pun terselesaikan. Iis membayangkan wajah bahagia Ibu dan Bapaknya yang tak perlu lagi diteror anak buah Wak Doyeng. Iis juga membayangkan kedua adiknya yang masih sekolah, tidak malu lagi karena seragam mereka yang lusuh. Setiap bulan ia juga akan mengirim uang agar Bapak dan Ibunya tak perlu kerja keras di sawah.

Mereka tak perlu tahu apa yang Iis lakukan disini. Menggadaikan tubuh bukan pilihan yang Iis mau. Tak bisa pula dibilang keterpaksaan, karena Iis memilihnya dengan sadar. Tanpa paksaan atau tekanan dari orang lain. Jadi bagaimana? Terserah kau sajalah!         

Bunyi notifikasi dari gawai, memecah lamunan Iis tentang masa lalunya. Pesan dari mami Joya yang membuat Iis menghela nafas. Tamu sudah menunggu di room 205, dresscode: Flight Attendant. Iis pun mengganti pakaiannya dengan pakaian ala pramugari. Longdress panjang bermotif batik warna ungu dengan belahan yang cukup tinggi. Ia pun mengubah gaya rambutnya menjadi twist khas pramugari. Terakhir dipakainya sepatu stilleto dengan hak 5 cm warna hitam.

Kini tak ada lagi yang bernama Iis, gadis lugu dari desa Pegagan, Losarang, Indramayu. Berganti dengan nama Patrice yang terdengar lebih modern. Iis mematutkan wajahnya pada cermin. Ia membetulkan sedikit riasannya. Kini ia secantik boneka Barbie. Yeah, Broken Barbie Doll. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun